Share

Boss menjengkelkan

"Tuan sudah pulang?" tanya bibi sesaat setelah Davin tiba dirumah siang itu. Davin tidak banyak bicara dan melangkah pergi ke lantai atas menuju kamarnya. Bibi terus menatap Davin seperti ada yang ingin dia katakan padanya, "Tuan ... Semalam Nona Helen menunggu Tuan pulang," ucap bibi.

Davin berhenti sejenak, dia sedikit menoleh sambil melempar tatapan dingin, "Setiap malam dia selalu menungguku pulang, dia juga tahu aku jarang pulang ke rumah 'kan." Katanya, kemudian melanjutkan langkahnya. 

"T-tapi Tuan, semalam Nona memasak banyak makanan untuk merayakan diterimanya dia bekerja. Nona ... Nona juga Berdandan dan menunggu Tuan pulang, tapi Tuan tidak pulang," ucap bibi.

"Nanti aku jelaskan ke dia, bibi jangan khawatir," balas Davin terdengar acuh tak acuh. Seiring menghilangnya Davin dari pandangan, bibi menghela napas kasar. 

Sementara itu. 

Hari pertama bekerja Helen akan melakukan yang terbaik, dia sudah mempunyai nama sebagai mahasiswa dengan nilai terbaik dan tidak ingin mengecewakan pihak perusahaan dan mempermalukan Almamaternya.

Sebagai Asisten Direktur, Helen mendapatkan hak istimewa yaitu diperbolehkan menggunakan lift khusus Direktur. Dan lagi lagi dia membanggakan dirinya yang cerdas itu.

Ting! Suara khas pintu lift terbuka, ruang kerja berada di depan matanya. Mulai saat ini dia akan menyibukkan diri ditempat itu dan melupakan semuanya.

Dia mempercepat langkahnya, setibanya didepan pintu kemudian langsung mengetuknya sebanyak tiga kali, "Tuan, saya Asisten Helen," ucap Helen di depan pintu ruangan itu.

"Masuk!" Balas seseorang di dalam ruangan. Helen membuka pintu dan menghampiri Erwin untuk mengucapkan selamat pagi. Seperti sebelumnya, Erwin duduk dengan kursi yang membelakangi Helen, entah apa yang dia lihat di luar jendela itu.

"Selamat pagi Direktur Erwin, hari ini dan seterusnya mohon bimbingannya," ucap Helen menunjukan dirinya yang bersikap gigih dan penuh semangat. 

Beberapa saat kemudian kursi berputar 180 derajat sampai akhirnya berhadapan dengan Helen, "Tentu Nona Helen Aurora, aku begitu menantikan kinerjamu," ucapnya.

Tetiba Helen membelakkan matanya bulat, "Hah? K-kau bukan Tuan Erwin. Siapa kau?" tanya Helen sembari menunjuk pria di depannya itu, tapi ketika diingat kembali, pria itu sepertinya tak asing dimata Helen. 

Pria itu memasang senyum tipis dengan kedua tangan menyanggah dagu runcingnya, "Pikun seperti sebelumnya. Nona Helen biar kuberitahu, aku Ken Bryan, direktur RB group. Kau Asistenku sekarang," ucap Ken sembari berdiri.

Sementara Helen terperangah kaget, tak begitu mengerti dengan apa yang pria itu katakan, "K-ken? Bukankah yang kemarin itu Direktur Erwin?" tanya Helen.

"Itu adikku, dia menjabat sebagai wakil Direktur," balasnya.

"K-kau menjebakku, kau meminta adikmu untuk merekrutku 'kan? Aku mau mengundurkan diri! Ini namanya penipuan!" ucap Helen sembari berdiri, dia membalikkan tubuhnya kemudian mulai berjalan pergi.

Senyum Ken menyeringai, "Helen Aurora, jika kau mengundurkan diri maka kau harus membayar ganti rugi sebesar 100 juta lho," ucap Ken membuat Helen menghentikan langkah kakinya seketika.

Secepat kilat dia membalikkan tubuhnya sambil berkata, "Kenapa bisa sebesar itu? Ganti rugi apanya kursi Asisten pun belum saya duduki!" tegas Helen melakukan pembelaan diri. 

"Oh? Tapi bukankah Nona sudah menggunakan lift pribadi milikku? Itu fasilitas yang sangat mahal lho," ucap Ken. Helen tersentak, dia mengepalkan tangannya merasa geram. Baru saja tadi pagi dia merasa baikan dan sekarang seseorang membuatnya kembali jengkel.

100 juta bukanlah nominal yang mudah di dapatkan dan Helen tidak mempunyai uang sebanyak itu. Dengan terpaksa diapun mengurungkan niatnya untuk mengundurkan diri itu.

Berulang kali ia menghela napas meredam amarah, "T-Tuan Ken, saya mengurungkan niat saya. Mulai sekarang mohon bimbingannya," ucap Helen dengan senyum dipaksakan dan tubuh sedikit membungkuk.

Tanpa mengucap kata lagi, Ken berjalan menghampiri Helen dengan senyuman tipis di sudut bibirnya. Melihat hal itu Helen ketakutan dan melangkah mundur, tak lama langkahnya terhenti sebab sudah dipojokkan oleh pintu dibelakangnya.

"A-apa yang kau lakukan? J-jangan macam-macam!" ucap Helen gemetaran saat tubuh tinggi yang mendominasi itu berada tepat di depannya. Wajahnya sangat dekat dengan jarak hanya beberapa centimeter saja.

Ken mengulurkan tangannya, Helen menatap tangan itu yang kemudian mendarat di dagunya. Dia sedikit mencubitnya sampai akhirnya menarik ke atas kemudian, "Chup" menciumnya begitu lembut dan hangat. Sejenak Helen terpaku mendapatkan perlakuan diluar perkiraannya itu.

Mata Helen membulat sempurna, kedua netranya saling bertatapan, "Hah? D-dasar brengsek! Kau mengambil ciuman pertamaku!" omel Helen pada Ken sambil mendorongnya, Ken malah bersikap polos setelah melakukan hal tidak senonoh padanya.

"Asisten Helen, ucapan selamat pagi seperti 'itu' ... Lakukan setiap hari ya. Hehe," ucapnya sembari tersenyum nakal.

Helen masih diam memaku, dia mengepalkan tangannya sambil menggertakkan gigi menahan amarah, "K-k-k-kauuuu!" kesalnya.

Ken tampak acuh sambil berjalan ke tempatnya dengan bangga, meninggalkan Helen yang perasaannya kini tampak resah, ia kemudian berjalan ke tempat kerjanya. Dia lantas merenung, apa yang suaminya tak bisa berikan malah ia dapatkan dari orang asing, hal itu sungguh membuatnya sedikit terluka. Tak terasa matanya mulai berkaca-kaca. 

Ken menyadari hal itu, "Maaf," ucap Ken yang tiba-tiba muncul di depan meja kerja Helen. Dengan segera Helen menyeka air matanya dan mengacuhkannya. Helen berpura-pura tidak mendengar perkataan Ken dan fokus pada komputernya, Erwin mengirim beberapa file untuk Helen pelajari pagi tadi.

"Aku dengar, kau sudah menikah. Bagaimana mungkin kau mengatakan bahwa itu ciuman pertamamu? Apakah suamimu---"

"Jangan mencampuri urusan rumah tangga orang lain," ucap Helen sinis.

"Baiklah baiklah, sebagai permintaan maaf, aku akan mentraktirmu makan malam, bagaimana?" tawar Ken.

Helen menerima tawaran itu, lagian dia sudah cukup muak untuk pulang kerumah. Tidak ada gunanya, Davin juga tidak akan memperdulikannya, entah itu Helen pulang ataupun tidaknya.

Jam pulang, masih terlalu lama sampai makam malam tiba. Ken mengatakan bahwa dia akan menjemput Helen pukul 7 malam.

Saat jam makan siang siang itu, Grey mengirim pesan dan mengajak Helen untuk berbelanja di pusat perbelanjaan kota, sekalian memilih gaun untuk makan malam nanti.

Beberapa saat yang lalu, ingatan Helen, "Jangan lupa, pakai gaun cantik. Kau ini dinner bareng Direktur lho, jangan membuatku malu!" ucap Ken memperingati Helen.

Dia pun meminta bantuan pada Grey untuk memilih dress cantik untuknya, bertindak profesional sebagai Asisten Direktur dan tidak ingin mempermalukannya. Dia juga ingin menunjukan bahwa dia juga bisa berdandan cantik.

Ketika mereka tengah asyik berjalan-jalan di Mall, terdengar suara seseorang memanggil, "Helen!" panggil seseorang dari belakang, Helen dan Grey kemudian menoleh.

Disana mereka mendapati Annie seorang diri, "Annie, kau disini?" tanya Helen. Tidak disangka mereka bisa bertemu disana.

Annie menghampiri mereka, "Ya, aku ada jadwal ketemu klien di Cafe sebelah. Kalian hanya berdua saja?" tanya Annie.

"Iya, oh kenalkan ini temanku Grey, Grey ini temanku Annie," ucap Helen memperkenalkan mereka, mereka kemudian saling berjabat tangan dan bertegur sapa. 

Setelahnya Annie menoleh kesana kemari dengan raut wajah bingung, "Aku kira ... Kau bersama Davin, tadinya aku mau mentraktir kalian makan," ucapnya.

Helen tersenyum tipis, "Annie ... Apakah kau merindukan Davin? Bukankah tadi malam bermalam bersama dengannya?" ucap Helen membuat Annie dan Grey terkejut, bagaimana mungkin Helen bisa mengatakan hal demikian.

Annie terdiam, butiran keringat menetes dan wajahnya memaku. Benar tebakan Helen, tadinya dia hanya asal bicara saja, tapi melihat sikap Annie yang seperti itu, bukankah sudah sangat jelas?

Tetiba Helen menolehkan kepalanya, "Grey, kau mengatakan akan membeli gaun, ayo, aku temani," ucapnya, "Annie, aku dan Grey pergi dulu ya. Sampai jumpa," lanjut Helen dengan nada yang berubah jadi sedikit dingin.

Helen dan Grey meninggalkan Annie yang masih terpaku di posisinya. Betapa kecewanya Helen, Grey mampu melihat hal itu di raut wajah Helen.

"Helen, hari ini aku temani kamu belanja, juga aku traktir ya ... Oh ya, ada film baru di bioskop lho ... Kita kesana ya---Hah?" ucap Grey terhenti saat Helen memeluknya.

Tubuh yang gemetaran, isak tangis yang tertahan terdengar ditelinga Grey. Secara garis besar dia sudah mengetahui permasalahan yang Helen alami, Grey lantas memeluknya dan mengelus lembut punggungnya, "Helen, jangan menanggungnya sendiri ya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status