Ingatannya terbatas tak lebih dari 5 tahun silam, 4 tahun kemudian menikah dengan sahabat pria. Darinya Helen mendapatkan perlakuan dingin, diabaikan dan dicampakkan bak sudah menjadi makanan sehari-hari. Menginjak dunia bisnis malah bertemu bos cabul yang selalu minta cium. "Boss, aku ini sudah menikah lho." "Masih bica cerai 'kan?"
View MoreHelen terduduk di sofa ruang tengah dengan perasaan gugup yang tidak bisa di ungkap dengan kata-kata, seminggu sudah sejak dia pergi mengurus pekerjaan di luar kota, malam ini suaminya akan pulang.
Helen menengadahkan kepalanya melirik jam dinding, "Sudah hampir jam 2 pagi, kenapa Davin belum juga sampai dirumah," resahnya dalam hati, selalu saja begitu.
Tak lama terdengar suara mobil datang, dengan perasaan senang Helen beranjak dan berjalan menghampiri pintu untuk menyambut kepulangan suaminya.
Piyama dress dengan renda yang sangat indah membalut tubuhnya, belum rambut yang tergerai juga bau parfum mempercantik dirinya. Sekali saja, Helen ingin Davin memperhatikannya.
Dengan cepat Helen membuka pintu seraya memanggil nama suaminya dengan semangat, "Davin?" seketika raut wajahnya berubah, sayang sekali disana ternyata bukan suaminya-Davin, melainkan Asistennya-Yona.
Yona berdiri di hadapan Helen dengan sangat gugup, tampak ada sesuatu sungkan yang ingin dia katakan, "Nyonya ... T-tuan-" ucapnya terbata lalu terhenti.
Helen menghela napas kasar, "Asisten Yona, aku sudah tahu, terima kasih sudah dan maaf merepotkanmu," ucap Helen kecewa. Setelah itu Asisten Yona pamit pergi, Helen menutup pintu dan pergi ke kamarnya.
Sesampainya ia membenamkan tubuhnya diantara bantal dan selimut tebal, kedua tangannya mendekat di dada. Dia menggertakkan giginya menahan berontak air matanya.
Ada apa dengan hatinya? Resah? Gelisah? Bukankah dia memang selalu seperti itu, tapi mengapa perasaan berharap itu masih ada?
Satu tahun sudah berlalu semenjak dia menyandang status istri dari seorang pria yang tak lain adalah sahabatnya sendiri, selama itu juga, diabaikan dan dicampakkan sudah menjadi makanan sehari-hari Helena. Dia tidak tahu mengapa.
Hari berganti, sampai saat ini Helen masih mengemban pendidikannya di salah satu Universitas di Kota tersebut. Sedangkan Davin sudah bekerja di salah satu perusahaan dan menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan bernama Linkai.
Pagi itu Helen tengah bersiap diri untuk pergi ke kampus, ia dikejutkan oleh ketukan pintu kamarnya, "Nona supir sudah menunggu anda di bawah," ucap bibi mengingatkan.
Helen bersiap dengan tergesa, "Baik Bi, sebentar lagi," balas Helen sembari memasukkan keperluannya ke dalam tas.
Helen tak pandai merias diri, berpenampilan feminim pun nyaris tidak pernah karna menurutnya itu sangat merepotkan. Lain lagi dengan sahabatnya Annie, dia feminim dan cantik. Pantas berdiri di sisi Davin sebagai sekretarisnya.
Derap langkah kaki tergesa mulai terdengar menuruni anak tangga, bibi yang mendengar hal itu lantas mengambil bekal makan siang yang sudah ia buatkan dan bergegas menyusul Helen.
"Nona, ini bekal anda," ucap bibi memberikan sebuah kotak makan siang pada Helen, perhatian bibi layaknya seorang ibu membuat Helen senang dan menerima bekal yang sudah dibuatkannya dengan senang hati.
"Terima kasih, kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa," ucap Helen sembari melangkah pergi.
Didepan sana sudah terparkir mobil khusus yang disiapkan Davin untuk Helen gunakan, namun saat itu Helen sedang tidak ingin mengendarai mobil ataupun diantar oleh supir. Dia mengatakan bahwa dia akan pergi dengan transportasi umum hari itu.
"Tapi Nyonya ... T-tuan akan marah jika dia tahu," ucap supir.
"Jangan beritahu dia. Kalau begitu aku pegi dulu, sampai jumpa," ucap Helen pergi meninggalkan pak supir sambil melambaikan tangannya.
Memangnya kenapa kalau dia marah? Apa dia berhak marah? Ingin sekali Helen mengajukan beberapa pertanyaan, sebuah pertanyaan yang siapa lagi yang tahu jawabannya selain Davin. Tapi Davin tidak pernah memberi Helen kesempatan dan selalu mencari alasan untuk menghindarinya.
Setibanya di halte, Helen malah kesulitan mendapatkan tumpangan, "Tch ... Kenapa Bis-nya belum juga datang? Aku bisa terlambat masuk kelas kalau begini," Ia menggerutu, dia sedikit menyesali keputusannya yang memilih pergi dengan transportasi umum. Dia pun memutuskan untuk jalan kaki sembari mencari tumpangan.
Beberapa saat kemudian.
Nafasnya terengah, entah sudah berapa kilometer dia berjalan kaki namun tak kunjung mendapatkan tranport. Helen menghentikan langkahnya dan terduduk sebentar di kursi pinggir jalan. Dia mengambil botol minum didalam tas lalu meminumnya beberapa teguk.
Dia kemudian melirik arloji-nya, "Gawat! Ini sudah terlambat, bagaimana ini---Hah?" gumamnya dalam hati, tak lama ia dikejutkan oleh sesuatu yang tak sengaja tertangkap oleh sepasang netranya, suatu abstrak masuk dan melukai hatinya begitu dalam.
Sebuah mobil hitam melintas di hadapannya, dari kaca mobil yang dibuka Helen melihat suaminya tengah bercanda ria bersama seorang wanita yang tak lain adalah sahabatnya-Annie. Mengapa?
Helen menundukkan kepalanya, tangan kiri yang memegang botol minuman menutupi wajahnya, menutupi wajahnya yang jelek karna menangis. Hatinya bertanya, mengapa mereka melakukan itu padanya? Adakah Helen berbuat salah pada mereka?
Kini hatinya menjadi resah, beberapa pertanyaan baru mulai berdatangan dan saling berkecamuk didalam pikir Helen. Tangan dan kedua kaki yang tak hentinya gemetaran, tak lama dia memutuskan untuk pergi.
Tanpa arah, dia ingin pergi ke tempat yang tenang dan hanya ada dia seorang. Merenung. Namun belum Helen menemukan tempat itu, kepalanya terasa pusing dan ia tak sadarkan diri.
Beberapa jam kemudian Helen terbangun, dia membuka matanya perlahan dan dengan memegangi kepala yang terasa pusing dia pun beranjak duduk. Dilihatnya sebuah ruangan asing yang sangat luas nan megah, yang di hadapkan pada pemandangan indah diluar jendela sana.
"Kau sudah bangun?" Suara seseorang mengejutkannya, dengan cepat Helen memutar kepalanya ke arah suara tersebut. Disana dia mendapati seorang pria dewasa berpakaian rapi tengah duduk elegan di sofa salah satu sudut ruangan.
"Ini Dimana? Siapa kau?" Tanyanya pada pria itu.
"Rumahku, dan kau bisa memanggilku Ken," ucap Ken seraya berdiri dari posisinya, ia kemudian berjalan perlahan menuju jendela lalu duduk di tepi ranjang tidur didekat Helen.
"Kenapa aku bisa berada disini?" Tanya Helen.
"Heh! Pagi tadi kamu pingsan di depan mobilku di tengah jalan dan membuatku dituduh telah menabrak seseorang, untuk mempertanggung jawabkan apa yang tidak aku lakukan, aku pun membawamu pergi," balas Ken dengan nada acuh sedikit angkuh dan dingin.
Helen sudah ingat, dia tersenyum canggung lalu berkata, "Terima kasih," ucap Helen canggung.
Ken menghela napas kasar, "Ya ya. Hampir menjelang malam, aku akan minta seseorang untuk mengantarmu pulang," ucapnya lalu beranjak, Ken mulai melangkahkan kaki menuju pintu keluar, "Ingat! Jangan melakukan hal itu lagi. Merepotkan tahu! Gara-gara itu aku kehilangan proyek besar!" Omelnya sampai akhirnya keluar dari kamar.
Helen menghela napas lega, dia kemudian menoleh menatap keluar jendela. Sebenarnya dia tidak ingin pulang, hanya saja dia ingin menanyakan kebenarannya pada Davin maupun Annie, tapi itu juga jika Davin pulang ke rumah.
Seorang pelayan datang dan memberitahu Helen bahwa seseorang yang akan mengantarnya pulang sudah menunggu di luar, Helen turun darij ranjang tidur dan pergi. Sayangnya dia tak bertemu pria itu lagi.
Jika dilihat lebih teliti, itu bukan hanya sebuah rumah namun sudah seperti sebuah villa besar. Melihat sekeliling Villa yang ditumbuhi pepohonan memungkinkan Villa tersebut berada jauh dari perkotaan. Mungkin akan memakan banyak waktu untuk tiba di rumahnya.
Sepanjang jalan Helen memandangi pepohonan yang rindang dengan lampu lampu yang sangat cantik, membuat hatinya sedikit merasa tenang. Sampai tidak terasa dia kemudian tertidur pulas.
Esok hari di kamar Helen, Ken dan yang lainnya datang pagi-pagi sekali untuk membahas rencana lebih lanjutnya, dan untungnya team susulan sudah datang tepat waktu yang terdiri dari Dio, Alice, Yohan dan Mike. Mereka duduk lesehan diatas karpet dengan posisi melingkar untuk mendiskusikan rencananya."Dengarkan, hanya aku yang memiliki kartu undangan disini dan sesuai aturan bahwa aku bisa pergi dengan seorang pendamping wanita nanti. Tapi rencanaku adalah, Erwin akan pergi menggantikanku dengan Helen sebagai pendamping wanitanya," ucap Ken."A-apa? Kenapa aku?" kaget Erwin, yang lainnya hanya mengangguk-anggukan kepala mereka tanda setuju sedangkan Helen nampaknya masih linglung."Kau dan aku seperti saudara kembar, tidak ada yang mengenali apakah itu aku atau kau. Biar aku jelaskan, mereka mengetahui bahwa Jackly juga mengundangku di acara itu dan mereka pasti tidak akan tinggal diam. Mereka akan mengira kau sebagai aku dan perhatian mereka akan selalu tertuju p
Rumah Davin.Malam hari seseorang menekan bel pintu rumah Davin, Davin yang tengah terduduk di ruang tengah nampaknya memang sedang menunggu seseorang itu datang. Segera setelah itu dia pun beranjak dan membukakan pintu.Disana berdiri Annie dengan dress cantik, dia menghampiri dan langsung memeluk Davin. "Selamat malam, Davin," ucapnya. Davin terdiam, Annie kemudian mendekatkan wajahnya hendak mencium Davin namun Davin menghindar."Bukankah Helen tidak dirumah?" tanya Annie.Davin melepaskan tangan Annie yang tengah bertengger di lehernya. "Aku memintamu datang karna ada urusan kantor," ucap Davin seraya masuk ke dalam rumah."Aku tahu, tapi bukankah ini sudah terlalu lama? Kau juga baru kembali, 'kan." Annie kembali memeluk Davin dari belakang."Annie jaga sikapmu, ada orang lain dirumah ini," peringat Davin dengan nada datar, dia kembali melepaskan tangan Annie dan mereka pergi ke ruang kerja untuk membahas pekerjaan.Seperti perus
Beberapa hari kemudian, Helen akhirnya mendapatkan ijin dari Davin. Meski begitu, malam itu tidak ada hal lain yang terjadi diantara mereka. Lebih cepat lebih baik, siang nanti mereka sudah akan pergi ke negara S.Ken, Erwin dan Helen pergi ke bandara diantar oleh beberapa pekerja lainnya, mereka menaruh harapan besar pada mereka bertiga. Untuk pertama kalinya juga Helen akan pergi ke luar negeri."Suaminya memberikannya ijin untuk pergi, Davin mungkin bersikap abai pada Helen tapi jika menyangkut reputasinya dia tidak akan dengan mudah memberikan ijin pada Helen untuk pergi bersama pria lain. Itu berarti mungkinkah ...." Segera Ken menoleh ke arah Helen. Hah?" kaget Ken, dia menghentikan langkahnya.Erwin dan Helen terheran, namun Ken kemudian memegang tangan Helen dan memutar badan Helen seperti sedang memeriksa sesuatu, "Helen apakah dia menyentuhmu?" tanya Ken membuat mereka terkejut."A-apa yang kau katakan.""Katakan padaku apa dia menyentuhm
Esoknya, di kantor.Jam kerja sudah masuk 5 menit lebih namun Helen belum juga sampai di ruangan, hal itu membuat Ken kesal. Ken terus menghubungi nomor Helen namun Helen tidak mengangkat telponnya. "Wanita ini sudah berani kah?" kesalnya menggenggam erat ponselnya.Brak!Tetiba pintu terbanting dan berdiri Helen disana dengan napas terengah. "Maaf aku terlambat," ucap Helen kemudian menutup pintu lalu berjalan menuju meja kerjanya."Bonus minum 5 juta karna telat, minum 5 juta sudah membanting pintu ruangan Derektur," ucap Ken."Ya, terserah bos saja," balasnya acuh tak acuh. Ken tidak tahu apa yang terjadi pada Helen pagi itu. Biasanya jika menyangkut uang Helen akan heboh sendiri, namun kali ini dia terlihat tak acuh.Ada yang Helen lupakan, Ken berdiri dan beranjak dari tempat duduknya untuk menagih kopi paginya. Suara langkah kaki terdengar sangat jelas, namun Helen tidak menghiraukan hal itu.Brak!Ken menggeb
Beberapa saat kemudian, Dio datang dengan membawa banyak makanan dan camilan serta beberapa minuman untuk mereka.Dio menatap Ken dengan menaikkan alisnya, tersirat sebuah kalimat yang ia tanyakan pada Ken. Kemudian Ken membalasnya dengan tangan berbentuk 'OK' dengan senyuman nakal di bibirnya."M-mereka bersekongkol," gumam Helen yang mengetahui hal itu. Tak lama setelah itu ponsel Ken berdering, dia beranjak dan pergi untuk mengangkat telpon."Ya Erwin? Bagaimana?" tanyanya."Kak, aku sudah dapat informasinya, tapi akan lebih jelas jika dibicarakan secara langsung. Aku akan pulang malam ini dan membahasnya denganmu," balas Erwin dalam telpon."Baiklah, tapi bisa beritahukan secara garis besarnya?" tanya Ken yang merasa penasaran dengan hasil penyelidikan Erwin."Baiklah. Orang tua Helen tinggal dengan baik disini bersama seorang pria muda yang kemungkinan adalah Kakak Helen, dia CEO dari suatu perusahaan di negara J," tutur Erwin."
Bang!Bang!"Tidaaaaaaak!! Marck tolong aku!" teriak Sean tak kala tubuhnya diseret oleh monster yang sangat besar, sementara Marck terus menembak monster itu dengan pistol di tangannya."Sean! Jangan bergerak, aku pasti akan menyelamatkanmu!" seru Marck seraya berlari menghampiri Sean, kini dia memegang sebuah bom di tangannya."Tidak! Jangan lakukan itu Marck. Tak apa, tinggalkan saja aku disini. Pergilah Marck, tetap lah hidup," ucap Sean dengan berlinang air mata, tidak ada yang bisa diselamatkan lagi, desa dan orang-orang sudah dibinasakan oleh monster itu."Sean ... kita ... kita akan hidup bersama, 'kan? Kita akan mempunyai anak yang manis dan lucu, karna itu ... karna itu ... pasti akan menyelamatkanmu," ucap Marck menahan air mata."Marc, aku mencintaimu. Aku ingin kau tetap hidup, hanya kau. Pergilah Marck!" balas Sean. Tanpa disangka, Sean mengambil sebuah bom dari balik pakaiannya.Bruk! Menyaksikan hal itu membuat lutut M
"Tidak, Helen tidak sedang hamil," balas dokter.Setelah kesalahpahaman selesai, mereka pun masuk ke dalam ruangan dan melihat Helen yang tengah berbaring. "Direktur Ken, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara pribadi," ucap Davin menghampiri Ken, mereka pun pergi.Davin pergi ke halaman dari rumah sakit dan diikuti oleh Ken, kemudian mereka terduduk di sebuah kursi."Apa yang terjadi pada Helen? Kenapa kalian bisa bersama?" tanya Davin."Aku memang mengajaknya bermain di taman hiburan hari ini, tapi tidak hanya Helen, aku ajak adikku dan dia ajak temannya. Dan soal yang terjadi ... itu ... aku yang membuatnya seperti ini," aku Ken."Katakan dengan jelas," pinta Davin."Aku bertanya padanya tentang 5 tahun lalu," balas Ken membuat Davin terkejut, bagaimana mungkin ada seseorang yang mengetahui tentang kejadian 5 tahun lalu."Apa yang kau tahu tentang 5 tahun lalu? Kenapa menanyakan hal itu pada Helen?" tanyanya mulai emosi. 
Hari yang sangat menyenangkan. Seingat Helen, itu pertama kalinya dia datang ke taman hiburan dengan temannya. Grey, Erwin maupun Ken merasa senang bisa melihat Helen yang tertawa ria menikmati hari bersama mereka."Hey, temani aku beli ice cream," ajak Erwin pada Grey, Grey menyetujui ajakan Erwin dan pergi meninggalkan Helen dan Ken.Kesenangan yang membuatnya lupa waktu, karna adanya Jane disana membuat Helen merasa tidak enak telah menelantarkan suaminya, dia kemudian mengambil ponselnya di dalam tas."Ayo duduk disana sambil tunggu mereka," ajak Ken menarik tangan Helen. Terduduklah mereka berdua.Helen membuka ponselnya dan mengirim pesan pada bibi. "Bi ... Jangan lupa buatkan makan siang untuk tuan. Aku akan pulang sebentar lagi." Begitu isi pesan yang Helen kirim. Helen terdiam, menunggu balasan dari bibi."Helen, ayo naik Bianglala," ajak Ken."Tunggu Grey dan Erwin kembali dulu, lagian aku takut ketinggian, sendiri saja ya," Helen
"Hei!" bentak Grey saat Ken membawa Helen pergi, namun geraknya terhenti oleh Erwin yang menahannya. Dilihatnya Helen, dia mengisyaratkan sesuatu bahwa dia akan baik-baik saja, jadi Grey tidak perlu khawatir.Entah apa yang Ken pikirkan, dia membawa Helen ke parkiran dan memintanya masuk ke dalam mobil. "Bukankah disini taman hiburannya?" tanya Helen diam terpaku di luar mobil."Masuk!" Ken mendorongnya masuk. Raut wajahnya serius, namun ada rona merah di pipinya, matanya juga tampak sedang gelisah. Helen tidak mungkin menolak permintaan Ken, dia kemudian masuk ke dalam mobil."Sekarang apa? Ampun deh bos satu ini," gumamnya dalam hati."Kau melupakan sesuatu," ucap Ken."Bos, kenapa kita berada disini? Aku tidak enak meninggalkan Grey disana," ucap Helen mengalihkan pembicaraan. Ken terdiam sejenak, merasa heran Helen pun meliriknya. "Ada apa? Apa kau demam?" tanya Helen.Ken menoleh kearah Helen, menatap dengan tatapan mendalam. Dia kemudi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments