Satu jam kemudian mereka sampai di rumah, Davin menggendong Helen yang tertidur dan membawanya ke kamar. Dibaringkannya tubuh ringan Helen, Davin menatap Helen cukup lama pada wajah yang sudah kehilangan senyumnya saat bersama dengannya.
"Helen ... Andai peristiwa itu tidak pernah terjadi, kita mungkin tidak akan seperti ini. Tidak akan saling menyakiti," ucapnya pada Helen yang tengah tertidur. Tak lama Davin menaruh tangannya di kepala Helen, kemudian mengelusnya lembut, "Tapi hal itu juga tidak luput kesalahanku, Helen maafkan aku," tambahnya.
Malam berlalu, Davin menemani Helen tertidur. Sebenarnya dia sendiri tidak bisa memahami perasaannya pada Helen. Jika mengatakan Davin mencintai Helen itu sangat naif, faktanya Davin menikahi Helen hanya karna rasa bersalah atas peristiwa 5 tahun lalu yang telah menimpa Helen.
Sesuatu yang sangat ia simpan rapat-rapat dan menyembunyikannya dari Helen. Bersyukur Helen mengalami amnesia sejak saat itu, jika tidak, entah s
Dengan menggunakan segala cara dan juga bujukan, Helen akhirnya lolos dari hukuman dan omelan sang Boss, disayangnya dia harus merelakan bekal makan siangnya, "Ah bekal makan siangku ... Huhuhu ...," gumamnya dalam hati sembari menemani Ken menyantap sarapannya.Meski lolos dari hukuman berat, Ken tetap menyuruh Helen untuk berdiri di dekat pintu sebagai peringatan untuknya. Tak butuh waktu lama, Ken menyikat habis makan siang milik Helen tersebut, "Lumayan," ucap Ken sambil menyeka bibirnya menggunakan tisu."Ja-jadi ... Apa saya sudah bisa duduk sekarang?" tanya Helen."Tidak, belum. Kemarilah." pintanya, Helen tidak tahu apa yang dia inginkan namun dia memilih untuk mematuhinya dan mulai berjalan menghampirinya. Entah apa yang sedang Ken pikirkan didalam kepalanya dengan senyum menyeringainya itu, menanti kedatangan Helen.Merasa ada yang tidak beres dan mencurigakan dari sikap Ken, Helen menghentikan langkahnya untuk berjaga-jaga. Seekor kelinci
"Tch ... Dasar pria mesum, mencari kesempatan dalam kesempitan," gerutu Helen saat keluar dari ruangan Direktur saat jam pulang tiba. Dia menggerutu soal Ken yang dengan semena-mena menciumnya.Untuk meminta maaf Ken menawarkan tumpangan untuknya namun Helen menolak, yang membuatnya berjalan dengan tergesa karna tidak ingin jika Ken sampai menyusul.Sampai didepan lift Helen pun berdiri menunggu pintu lift terbuka, sementara itu dia berpapasan dengan Sekretaris Dio yang datang dengan tergesa dan wajah yang panik. Helen tidak sempat menyapanya.Dan tak lama sekretaris Dio masuk ke ruangan Direktur, "Tuan Ken, ada apa?" tanya sekretaris Dio."Dio, cari informasi tentang orang tua dan juga saudara laki-laki Helen di negara J, selengkap mungkin. Bila perlu, utus seseorang untuk menyelidikinya langsung. Lalu ... Kelompok mafia Lordi itu, taruh mata-mata kita disana," ucap Ken pada Sekretaris Dio."Baik, Tuan," balas Dio kemudian berlalu pergi.Ke
Malam tiba, setelah makan malam Helen bersiap untuk menemani kakak ipar dan Fillo bermain di ruang tengah. Namun di dalam kamar dia sangat gugup, ia terduduk di depan meja rias dan menghadap ke cermin sedangkan Davin baru saja keluar dari kamar mandi dan sedang mengeringkan rambut dan tubuhnya.Karna malam ini Helen akan tidur dengan Davin, dia memakai piyama tidur yang tertutup dimana piyama itu berlengan dan celana panjang. Dia menyisir rambutnya sampai akhirnya mengikatnya tinggi.Tak lama Helen berdiri dari posisinya. "Aku ... kebawah duluan," ucap Helen sembari beranjak pergi, berusaha sebisa mungkin untuk tidak melihat Davin yang tengah bertelanjang dada.Brak!Pintu tertutup, sejenak Helen terdiam didepan pintu kamar sembari menundukkan kepalanya. Helen menutup mata kemudian menghela nafas panjang. Lalu melangkahkan kakinya turun ke lantai bawah untuk menemui kakak iparnya.Setiap langkah Helen merasa lebih tenang dari sebelumnya, ruma
Hari berikutnya, Helen bangun lebih awal dari biasanya. Sebangunnya dia tidak mendapati Annie di tempat tidur, Helen kemudian beranjak dan mencuci wajahnya sebelum turun ke lantai bawah untuk membuat sarapan."Uh ... segar sekali." Angel melirik jam dinding. "Masih ada waktu, aku akan sarapan dulu," gumamnya. Sebelum pergi meninggalkan kamar, Helen terlebih dahulu mengganti sprei dan selimut serta membereskan kamarnya.Setelah itu keluar dari kamar.Keadaan lantai atas lumayan sunyi, kemungkinan Fillo belum bangun. Helen mulai berjalan menuruni anak tangga, suara di dapur dan mesin cuci mulai terdengar di tempat tertentu."Hah?" Kagetnya saat melihat ke ruang tengah, disana tertidurlah Davin di sofa ruang tengah. Tak kalah membuat kagetnya, di tepi sofa terduduk Annie yang sedang menyelimuti Davin. Langkah Helen terhenti. "Ternyata aku yang tidak becus menjadi istri," gumamnya.Cukup lama Helen berdiam diri, lalu bibi datang. "Nona, sarapannya akan
"Hei!" bentak Grey saat Ken membawa Helen pergi, namun geraknya terhenti oleh Erwin yang menahannya. Dilihatnya Helen, dia mengisyaratkan sesuatu bahwa dia akan baik-baik saja, jadi Grey tidak perlu khawatir.Entah apa yang Ken pikirkan, dia membawa Helen ke parkiran dan memintanya masuk ke dalam mobil. "Bukankah disini taman hiburannya?" tanya Helen diam terpaku di luar mobil."Masuk!" Ken mendorongnya masuk. Raut wajahnya serius, namun ada rona merah di pipinya, matanya juga tampak sedang gelisah. Helen tidak mungkin menolak permintaan Ken, dia kemudian masuk ke dalam mobil."Sekarang apa? Ampun deh bos satu ini," gumamnya dalam hati."Kau melupakan sesuatu," ucap Ken."Bos, kenapa kita berada disini? Aku tidak enak meninggalkan Grey disana," ucap Helen mengalihkan pembicaraan. Ken terdiam sejenak, merasa heran Helen pun meliriknya. "Ada apa? Apa kau demam?" tanya Helen.Ken menoleh kearah Helen, menatap dengan tatapan mendalam. Dia kemudi
Hari yang sangat menyenangkan. Seingat Helen, itu pertama kalinya dia datang ke taman hiburan dengan temannya. Grey, Erwin maupun Ken merasa senang bisa melihat Helen yang tertawa ria menikmati hari bersama mereka."Hey, temani aku beli ice cream," ajak Erwin pada Grey, Grey menyetujui ajakan Erwin dan pergi meninggalkan Helen dan Ken.Kesenangan yang membuatnya lupa waktu, karna adanya Jane disana membuat Helen merasa tidak enak telah menelantarkan suaminya, dia kemudian mengambil ponselnya di dalam tas."Ayo duduk disana sambil tunggu mereka," ajak Ken menarik tangan Helen. Terduduklah mereka berdua.Helen membuka ponselnya dan mengirim pesan pada bibi. "Bi ... Jangan lupa buatkan makan siang untuk tuan. Aku akan pulang sebentar lagi." Begitu isi pesan yang Helen kirim. Helen terdiam, menunggu balasan dari bibi."Helen, ayo naik Bianglala," ajak Ken."Tunggu Grey dan Erwin kembali dulu, lagian aku takut ketinggian, sendiri saja ya," Helen
"Tidak, Helen tidak sedang hamil," balas dokter.Setelah kesalahpahaman selesai, mereka pun masuk ke dalam ruangan dan melihat Helen yang tengah berbaring. "Direktur Ken, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara pribadi," ucap Davin menghampiri Ken, mereka pun pergi.Davin pergi ke halaman dari rumah sakit dan diikuti oleh Ken, kemudian mereka terduduk di sebuah kursi."Apa yang terjadi pada Helen? Kenapa kalian bisa bersama?" tanya Davin."Aku memang mengajaknya bermain di taman hiburan hari ini, tapi tidak hanya Helen, aku ajak adikku dan dia ajak temannya. Dan soal yang terjadi ... itu ... aku yang membuatnya seperti ini," aku Ken."Katakan dengan jelas," pinta Davin."Aku bertanya padanya tentang 5 tahun lalu," balas Ken membuat Davin terkejut, bagaimana mungkin ada seseorang yang mengetahui tentang kejadian 5 tahun lalu."Apa yang kau tahu tentang 5 tahun lalu? Kenapa menanyakan hal itu pada Helen?" tanyanya mulai emosi. 
Bang!Bang!"Tidaaaaaaak!! Marck tolong aku!" teriak Sean tak kala tubuhnya diseret oleh monster yang sangat besar, sementara Marck terus menembak monster itu dengan pistol di tangannya."Sean! Jangan bergerak, aku pasti akan menyelamatkanmu!" seru Marck seraya berlari menghampiri Sean, kini dia memegang sebuah bom di tangannya."Tidak! Jangan lakukan itu Marck. Tak apa, tinggalkan saja aku disini. Pergilah Marck, tetap lah hidup," ucap Sean dengan berlinang air mata, tidak ada yang bisa diselamatkan lagi, desa dan orang-orang sudah dibinasakan oleh monster itu."Sean ... kita ... kita akan hidup bersama, 'kan? Kita akan mempunyai anak yang manis dan lucu, karna itu ... karna itu ... pasti akan menyelamatkanmu," ucap Marck menahan air mata."Marc, aku mencintaimu. Aku ingin kau tetap hidup, hanya kau. Pergilah Marck!" balas Sean. Tanpa disangka, Sean mengambil sebuah bom dari balik pakaiannya.Bruk! Menyaksikan hal itu membuat lutut M