Share

Break Up!

Kusimpan bukti pengiriman itu, lalu kukembalikan kemeja Mas Zen ketempat semula.

Jika semua pertanyaanku tidak mendapatkan jawaban dari Mas Zen, maka, aku akan mencari jawaban dengan caraku sendiri.

Ku buka telepon genggamku, dan mulai berselancar di akun salah satu media sosialku. 

Ku cari akun dengan nama Shiva, yang sebelumnya sudah aku simpan.

Lalu, mataku tertuju pada sebuah unggahan foto di dalam gedung bioskop. 

Tampak disana, foto seorang laki-laki yang sangat aku kenal, sedang makan popcorn. 

Sementara di sebelahnya, duduk seorang gadis cantik yang aku ketahui bermana Miranti. 

Sakit, benar-benar sakit sekali hatiku melihat kemesraan mereka. 

Aku yang sudah menjadi istrinya saja, belum pernah sekalipun di ajak nonton film, sementara dia....

Kecemburuan dan rasa sakit hatiku saat melihat kemesraan yang mereka pamerkan sungguh membunuh akal sehatku. 

Dengan rasa remuk redam, kusimpan foto tersebut dalam teleponku.

Ku telepon Mas Zen, namun telepon dariku tak pernah dia jawab. 

Bahkan pesanku pun tidak pernah di balas.

Hingga suatu hari, aku terima pesan darinya bahwa, dia tidak akan lagi pulang ke kontrakan.

Luka hati yang belum kering, kini kembali menganga mengetahui bahwa suamiku ternyata sudah benar-benar berpaling dariku, dan memutuskan untuk kembali tinggal bersama orang tuanya.

Ingin sekali saat itu juga, kucari wanita yang bernama Miranti, mencabik-cabik dan mencakar mukanya. 

Namun, semua aku urungkan. Walau bagaimanapun, aku adalah wanita terhormat, yang tidak akan melakukan cara kasar untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Hingga akhirnya, dipenghujung tahun 2016 aku dinyatakan positif hamil oleh dokter. 

Dan usia kanduganku saat itu sudah menginjak bulan ke empat. 

Itu artinya, saat Mas Zen pergi dari rumah, aku sudah hamil. 

Ku kirim pesan pada Mas Zen, memberitahukan padanya bahwa saat ini aku tengah mengandung, berharap dia akan kembali pulang ke kontrakan.

Namun, lagi-lagi aku harus menelan kekecewaan dan sakit hati. 

Bukannya pulang, Mas Zen malah mengancam akan menceraikanku. 

Padahal saat itu, aku begitu membutuhkan seseorang, seorang suami untuk mendampingiku melewati masa kehamilan.

Apalagi ini adalah kehamilan pertamaku.

Dan sejak saat itu, Mas Zen memutus semua komunikasi denganku, bahkan nafkahku sebagai seorang istri pun tidak pernah lagi aku terima. 

Akhirnya, aku pun memutuskan untuk pulang kerumah orang tuaku. 

Karena selain tidak mempunyai penghasilan untuk bertahan hidup dikontrakan, aku butuh keluargaku saat aku terpuruk.

Akhirnya, aku dijemput oleh kakakku di rumah kontrakan dan membawaku pulang kerumah orang tuaku.

***

Pagi, tanggal 14 Februari 2017, kurasakan perutku melilit, sangat sakit sekali. 

Ku panggil Ibuku, sontak Ibu begitu kaget ketika mengetahui aku mengeluarkan banyak darah. 

Akhirnya, dengan diantar oleh Kakak dan ditemani Ibu, aku dibawa ke rumah sakit.

Saat itu, aku berusaha menghubungi Mas Zen, baik melalui pesan maupun telepon. 

Namun, semuanya tak ada balasan.

Bahkan saat Kakakku berhasil menelepon nya pun, Mas Zen tidak kunjung datang ataupun sekedar menengokku di rumah sakit.

Rasa sakit itu bertambah sakit ketika dokter datang mengabarkan pada kami, bahwa anak yang ada dalam kandunganku tidak bisa diselamatkan. Dan aku harus merelakannya, dan hari itu juga aku harus di kuret. Untuk membersihkan sisa darah yang ada dalam kandungan.

Apakah sakit hatiku berhenti sampai disitu? 

Tidak! 

Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. 

Itulah yang aku alami dan rasakan saat itu. 

Dikala aku berjuang antara hidup dan mati, tatkala jasad tergolek lemah tak berdaya, justru dihari yang sama, suamiku saat itu justru sedang melakukan lamaran untuk pujaan hati yang lain.

Saat aku butuh belaian dan bahu untuk bersandar, justru tangan itu membelai orang lain. Dan dibahu itu, bukan aku yang bersandar, tapi wanita idaman lain.

Sakit, sesakit-sakitnya. 

Bahkan sampai tak bisa lagi aku ungkapkan dengan kata-kata kesakitanku itu.

***

Setelah dua hari di rawat di rumah sakit, akhirnya aku diijinkan pulang. 

Sepanjang perjalanan, pikiranku kosong. Bahkan sempat terlintas dipikiranku untuk mengakhiri hidupku sendiri.

Tepukan lembut di tanganku, membuyarkan lamunan. 

Kulihat Ibu tersenyum tulus padaku. Wanita yang telah melahirkanku ini, mencoba memberiku semangat untuk menata hidupku lagi. Walau aku tau, beliau saat inipun begitu terluka dengan apa yang menimpaku.

"April, ini benar akun Zen, kan?" Kak Amel, kakakku menyodorkan ponselnya padaku. 

Di layar telepon itu, kulihat Mas Zen mengunggah foto mesra di akun media sosialnya.

"Lakukan sesuatu, April!" 

Ucapan Kak Amel seolah menyadarkanku, bahwa aku harus berbuat sesuatu untuk membalas perbuatan Mas Zen padaku. 

Setidaknya, supaya calon istri barunya mengetahui, siapa sebenarnya Zen. 

****

-Di Rumah Miranti-

Kubaca pesan dari Zen, dia mengatakan akan sampai di Bandung sekitar dua jam lagi. 

Sebelum aku pergi menemui nya, kupastikan segala sesuatu telah lengkap. 

Ku buka satu persatu lembaran kertas dan foto.

Ya ... kemarin aku memfoto copy beberapa foto yang Aprillia kirim padaku. 

Termasuk surat nikahnya dengan Zen juga percakapanku dengan Aprillia yang sebelumnya telah aku screen shot. 

Aku ingin tau, jawaban apa yang akan Zen berikan padaku saat kutunjukkan semua itu padanya. 

Beberapa saat kemudian, Zen meneleponku. Bahwa dia hampir sampai ditempat kami berjanji akan bertemu. 

Buru-buru kumasukkan semua foto kedalam amplop coklat besar. 

Beruntung sekali, jarak tempat kosku dengan tempat kami janjian bertemu tidak terlalu jauh. 

Hanya butuh waktu lima menit jalan kaki untuk sampai disana. 

Dari jauh, kulihat Mas Zen duduk di dekat jendela sebuah rumah makan cepat saji. 

Saat menyadari kedatanganku, buru-buru dia berdiri sambil melambaikan tangan kearahku.

"Sudah lama sampainya, Mas?" tanyaku sesaat setelah aku duduk didepannya. 

"Belum, tuh ... kursinya saja masih dingin," jawabnya mencoba bercanda. 

"Bund ... kamu tau ga, selama kamu tidak menghubungi, aku begitu khawatir, aku takut, takut sekali terjadi sesuatu denganmu. Bahkan kerja pun aku tidak bisa fokus," ucap Mas Zen, sambil menggenggam tanganku. 

"Aku ... baik-baik saja, Mas."

Kujawab pertanyaan Mas Zen dengan berat hati, sambil kutarik tanganku yang dia genggam. 

Tiba-tiba, aku merasa begitu jijik melihatnya, terlebih saat mengingat pesan yang dikirim oleh Aprillia.

"Kamu kenapa sih, Bund? Tidak biasanya kamu seperti ini," cercanya. Ada rasa kaget saat kutarik tanganku dari genggaman tangannya. 

"Benar, aku baik-baik saja," jawabku. 

Kutundukkan kepalaku, sambil meremas ujung baju. Rasanya, ingin sekali kutatap wajahnya saat itu, sambil berteriak di depan wajahnya, betapa aku membenci dirinya dan begitu jijik melihat tingkahnya. 

Namun, semua itu hanya berputar dalam benakku saja, tanpa bisa aku ucapkan. 

Justru air mataku yang mendahului memberi jawaban, menggantikan kalimat yang hilang dalam angan. 

"Bund ... wajahmu pucat sekali, kamu sakit? Mau Ayah antar ke dokter?" Mas Zen memegang kedua bahuku, sambil memandang wajahku yang menunduk. 

"Aku tidak apa-apa, Mas," jawabku sambil menepis kedua tangannya dari bahuku. 

"Sebenarnya, apa yang terjadi padamu, Bunda sayang ...?"

Tak tahan aku mendengar dia memanggilku dengan panggilan Bunda, muak sekali aku mendengarnya. 

Ku tarik nafasku dalam-dalam, perlahan, kukeluarkan amplop coklat yang ada dalam tasku. 

Aku serahkan amplop itu pada Mas Zen. 

Sementara, dengan tatapan penuh tanya dan rasa penasaran, Mas Zen bertanya padaku. 

"Bund ... ini apa?"

"Mas buka saja, nanti akan tau apa yang ada didalam nya. Dan satu lagi, mulai sekarang, jangan panggil aku dengan panggilan Bunda. Aku tidak suka!"

Sedikit terperangah dengan jawaban yang aku berikan, Mas Zen menatapku dengan rasa tidak percaya.

Perlahan, dia membuka amplop yang ada ditangannya. 

Kulihat, ekspresi kaget menghiasi wajahnya saat satu persatu isi dalam amplop tersebut berada di atas meja.  

"Da--dari mana kamu mendapatkan ini semua, Bund ... Hon--ney?"

"Jadi ... semua yang ada di foto itu benar, Mas?" tanyaku, sambil menatap kedua matanya. 

"Aku ... aku bisa jelaskan semua ini Honey."

"Jadi benar, Mas?" tanyaku lagi. 

Kulihat Mas Zen membuang pandangannya keluar jendela. Wajahnya terlihat syok dengan apa yang baru dilihatnya. 

Sementara aku, masih menatap lekat kearahnya. Menunggu jawaban yang akan dia berikan padaku. 

"Mas ... semua itu benar apa tidak, Mas?" tanyaku lagi, dengan penuh penekanan. 

"Iya, benar. Tapi ... ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku bisa menjelaskan semuanya. Aku dan Aprillia memang masih suami istri, namun kami sudah lama berpisah. Dia sudah bukan istriku lagi secara agama."

"Lalu ... apakah itu bisa membenarkanmu untuk menjalin hubungan dengan wanita lain dan menikah lagi, sementara kalian masih resmi suami istri secara hukum?" 

"Kami sudah lama berpisah Honey, percayalah. Diantara kami sudah tidak ada kecocokan."

Mendengar semua jawaban dari Mas Zen, membuat aku benar-benar muak. 

Disaat terdesak dan fakta yang ada didepannya, dia masih saja berdalih dan berkata bohong. 

"Lama berpisah ya? Begitu lamanya berpisah, sampai-sampai saat Aprillia hamil. Begitu kan,  Mas?" cibirku. 

Mas Zen menatapku seolah tak percaya dengan apa yang baru dia dengar. 

"Kenapa terkejut, Mas?" ucapku sambil menyodorkan sebuah foto, saat Aprillia berada di rumah sakit. 

Dan lagi-lagi, keterkejutan jelas terlihat dari wajah Mas Zen. 

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mas. Dan aku rasa, tidak ada juga yang harus aku pertahankan dari hubungan kita. Kamu sudah membohongiku dari awal, Mas. Kurasa, keluarga besarku pun tak akan terima jika mengetahui hal ini. Jangan hubungi aku lagi!"

Kutinggalkan Mas Zen yang masih terpaku, sesekali dilihatnya foto-foto yang berserakan di atas meja. 

Setelah keluar dari rumah makan cepat saji, setengah berlari, ku terobos para pejalan kaki di trotoar. 

Air mata mengalir sepanjang perjalanan pulang, tak kuhiraukan pandangan orang-orang yang menatapku dengan rasa penasaran. 

Jarak yang biasanya hanya kutempuh selama lima menit, kini terasa begitu jauh untuk sampai ditempat kosku.

****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lysa_Yovita22
ikut nyesek bacanya, Thor.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status