Share

Pesan Dari Istri Calon Suamiku
Pesan Dari Istri Calon Suamiku
Penulis: Yani Santoso

Pesan Tengah Malam

Pesan Dari Istri Calon Suamiku

Bab 1

*****

Ting....

Sebuah pesan masuk melalui aplikasi oval berwarna biru.

Entah siapa yang mengirimkan pesan tersebut tengah malam  begini. 

Namun, walau aku enggan untuk membacanya,  tapi tetap saja kuraih benda pipih yang berada diatas nakas tersebut. 

Tanpa rasa curiga atau perasaan lain, kubaca pesan tersebut. 

"Saya tidak yakin, apakah anda akan membaca pesan saya ini, atau mungkin Zainal sendiri yang membacanya."

Deg... 

Tiba-tiba jantungku seperti meloncat keluar,  ketika membaca pesan yang paling atas. 

Entah kenapa, mata yang semula sangat mengantuk, kini kurasakan mulai memanas. 

Apalagi ketika membaca pesan dibawahnya. 

"Saya tidak tau seberapa dalam hubunganmu dengan Mas Zen.  Namun perlu kamu ketahui,  sampai detik ini,  status saya masih sah sebagai istri dari Zainal Arifin. Laki-laki yang kamu panggil Ayah."

"Ketahuilah,  jika suatu saat nanti terjadi permasalahan antara saya dengan Mas Zen,  andalah orang pertama yang akan saya cari sekaligus saya jadikan saksi atas pertikaian kami."

Kutekan tombol off di ponsel ku.

Rasanya tak sanggup untuk meneruskan membaca pesan berikutnya. 

Walau aku tau, masih banyak sekali pesan yang dikirim oleh akun tersebut. 

Apalagi diantara pesan tersebut, terselip nada ancaman. 

Namun, rasa penasaranku ternyata mengalahkan semuanya. 

Akhirnya, kunyalakan lagi ponselku. 

Sebelum aku melanjutkan membaca pesan yang masuk, kucoba meng klik profil nya. 

Aprillia Rahayu, adalah nama pemilik akun yang mengirim pesan kepadaku. 

Dengan foto profil wanita cantik, berusia sekitar 25 tahunan. 

Wajah bulat, kulit putih dan cantik. 

Mengenakan rok diatas lutut dan baju ketat berwarna oranye. 

Ada banyak sekali foto-foto dia di album, yang di setting umum. 

Sehingga memudahkanku untuk melihat beberapa diantara foto-fotonya. 

Setelah kurasa cukup untuk mengetahui profilnya, kembali ku buka pesan yang dikirim oleh Aprillia. 

"Pasangan yang sangat serasi, ya?"

Tulis salah satu pesannya, dimana dia menyertakan fotoku bersama Mas Zen, saat kami berlibur bersama teman-teman beberapa waktu lalu. 

"Bagaimana perasaanmu, seandainya laki-laki yang duduk disebelahmu adalah suamimu, sementara yang disebelah adalah aku?"

Sebuah caption dia kirim bersama dengan fotoku bersama Mas Zen sambil makan es krim ditaman. 

Sungguh..., aku tidak bisa melanjutkan lagi membaca pesan yang selanjutnya. 

Mataku berair, pandanganku menjadi buram karena air yang mengalir dari kedua mataku ini tak bisa lagi kutahan.

Walau ingin sekali kulanjutkan membaca semua pesannya. 

Dengan tangan gemetar dan perasaan yang seperti tercabik-cabik, kutumpahkan semua airmata yang sedari tadi hendak keluar.

Ternyata, dua tahun perkenalanku dengan Mas Zen tidak membuatku mengetahui banyak hal tentang siapa dirinya sebenarnya. 

Bahkan, setelah lamaran tak cukup buatku untuk menyingkap identitas dirinya yang sesungguhnya.

Saat aku meringkuk disudut tempat tidur,  menangisi kelanjutan nasib dan kebdohanku,  kudengar pintu kamar diketuk dari luar. 

Kulihat wajah Ningrum muncul dibalik pintu, yang tidak terkunci. 

Wajahnya sedikit terkejut melihatku menangis. 

"Miranti, kamu kenapa?" tanya nya khawatir. 

Mendapat pertanyaan seperti itu, membuatku semakin tersedu. 

Ningrum memelukku, menenangkan dan mengelus punggungku. 

Setelah sedikit merasa tenang, kuambil HP yang tadi kubiarkan tergeletak dilantai, kusodorkan ketangan Ningrum. 

Kulihat ekpresi Ningrum yang kaget, ketika membaca pesan demi pesan yang berada di telepon genggamku. 

Setelah beberapa saat, kudengar Ningrum bertanya lirih padaku. 

"Lalu, apa keputusanmu?"

Sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Ningrum, pertanyaan sederhana, namun sanggup membuatku bungkam kehilangan kata-kata.

*****

Namaku Miranti Wardani, anak bungsu dari empat bersaudara. 

Sebagai anak bungsu, label sebagai anak manja dan kesayangan aku sandang dari kecil. 

Bukan karena aku yang meminta ataupun menginginkan itu semua. 

Tak pernah kupinta perlakuan yang berbeda dari orang tuaku ataupun kakak-kakak ku. 

Mungkin, karena aku adalah satu-satunya anak perempuan dari orang tuaku, dan satu-satunya adik perempuan dari ketiga kakak ku. Sehingga aku mendapatkan kasih sayang yang sangat berlebih. 

Walau demikian, tidak serta merta membuatku menjadi manja ataupun tumbuh menjadi "Spoiler Kid" dalam keluarga. 

Aku terbiasa mandiri, bahkan sejak duduk dibangku sekolah menengah atas, aku memutuskan untuk tinggal di asrama.

Hingga suatu ketika Ningrum,  salah seorang sahabatku mengundang untuk bergabung dalam sebuah chat grup. 

Dimana, sebagian besar membernya adalah teman-teman semasa SMA dulu. Walau ada beberapa diantaranya yang tidak aku kenal,  mungkin dari kelas yang berbeda, atau memang tidak berasal dari sekolah yang sama. 

Dari grup chat itulah, aku mengenal sosok Zainal Abidin. 

Kata Ningrum, dia adalah teman yang dia kenal di akun media sosial. Karena mempunyai hobi yang sama, yaitu traveling dan hiking, makanya dia pun mengundang Zen untuk masuk dalam grup chatnya. 

Awal berkenalan, tidak ada yang spesial tentang dirinya. 

Karena, hampir semua postingan ataupun foto yang dia unggah, tentang keindahan alam,  gunung-gunung yang pernah dia daki atau kota-kota yang pernah dia singgahi. 

Dan tentu saja, dengan disertai tulisan yang begitu menyentuh hati. 

"Kota kesekian yang aku lalui, namun tak kutemui jejak mu disini"

Sebuah tulisan di bawah foto trotoar dengan temaram cahaya malam. 

**

"Miranti ... kamu baik-baik saja kan?"

Tepukan lembut di punggung, membuyarkan semua lamunanku. 

Di depanku, Ningrum menatap dengan menautkan kedua alisnya. seolah menuntut jawaban dari pertanyaan nya semalam, juga pertanyaan yang baru saja dia lontarkan. 

"A--aku baik-baik saja, sungguh." 

Ku gengggam tangan sahabatku erat,  meyakinkannya. 

Walau aku yakin, dia tidak mempercayai ku.

"Tadi Zen menelponku, dia bertanya tentang kamu."

"Oh ya ... dia bilang apa?" selidikku. 

"Kenapa kamu tidak menjawab telpon, atau membalas pesannya."

"Aku mematikan ponsel ku sejak semalam."

Kuhembuskan nafas, kemudian kuraih benda pipih yang berada di atas nakas dan memencet tombol ON. 

"Miranti, aku turut prihatin dengan apa yang terjadi diantara kalian. Tapi ... sebuah masalah tak akan selesai dengan menghindar atau bersembunyi dari pokok permasalahan."

Ningrum berkata, sebelum dia melangkah keluar kamar.

Sementara aku, masih dengan luka yang menganga, tak terlihat, namun begitu sakit hingga mampu melumpahkan semua persendian ditubuhku.

Serta berjuta tanya yang menumpuk dalam kepala, berebut hendak keluar mencari jawaban. 

Drrttt... drrrttt.... 

Setelah telepon hidupkan, puluhan pesan masuk.

Semua dikirim oleh Mas Zen. 

"Bund ... tolong angkat telepon nya."

"Bund ... apa aku melakukan kesalahan? Balas pesanku."

Baru beberapa pesan kubaca, dadaku terasa begitu sesak.

Kembali teringat pesan yang kuterima kemarin. "Bagaimana perasaanmu ketika mengetahui bahwa laki-laki yang kamu panggil 'Ayah' adalah suami dari wanita lain?"

'Jika kamu bertanya, bagaimana perasaanku, benar-benar sakit.' jerit hatiku.

Kulihat beberapa pesan lain yang masuk ke gawaiku, di sana, tampak sebuah nomer tanpa nama.

Dengan sebuah profil, rantai sepeda yang putus. 

Ah ... kenapa harus memilih foto itu sebagai profil? 

Atau, hanya perasaanku saja yang terlalu sensitif? 

Kucoba mendownload gambar yang dikirim oleh nomer tersebut, tak menunggu waktu lama, tampak seorang wanita terbaring diatas brankar dengan selang infus terpasang di tangannnya. 

"Tanggal 14 Februari 2017, aku mengalami keguguran anak pertamaku, di hari dan tanggal yang sama ketika Mas Zen melamar kamu,  kan?"

Pesan yang tertulis dibawah foto yang dikirim oleh nomer tersebut. 

"Saat itu, aku mencoba menghubungi Mas Zen, dan berusaha memberi tahukan padanya,  bahwa saat ini aku berada di rumah sakit. Kamu tau apa jawaban Zen? Dia bilang sedang tugas keluar kota."

"Kamu pasti bertanya-tanya, darimana aku tau semuanya kan? Tentang tanggal pertunangan kalian? Aku tau banyak hal tentang kamu, Miranti."

Bagai ditusuk ribuan jarum, dan di iris-iris sembilu, terkoyak-koyak.

Hati ku terasa sangat sakit, sakit sekali.

Kembali, airmata membasahi pipi tanpa bisa kubendung. 

Aku menangis, menjerit.... 

Kutumpahkan semua rasa sakit hatiku lewat tangisan dan air mata. 

**

Dulu, ketika aku masih kecil, aku sering berkhayal bahwa aku adalah malaikat bersayap. 

Sayap yang akan membawaku terbang menembus cakrawala. 

Suatu hari, ingin sekali membuktikan kepada kakak-kakak ku bahwa aku benar-benar malaikat.

Dari atas balkon, kurentangkan kedua tanganku, dan dalam hitungan ketiga, tubuhku sudah meluncur kebawah. 

Sayap yang ku harapkan akan keluar saat aku melayang, tak kutemukan disana. 

Saat tersadar, aku telah tergolek diatas brankar dengan kepala dibalut perban, dan kaki yang terpasang gip. 

Kamu tau rasanya saat itu? Sakit, sakit sekali. 

Tapi ... tidak lebih sakit dari rasa yang aku rasakan saat ini. 

Hatiku benar-benar hancur. 

Belum lagi kucari jawaban atas semua yang terjadi, kini, satu kejutan muncul kembali. 

Zen, apa yang kamu sembunyikan dariku?

****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lysa_Yovita22
😭😭 nyesek.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status