Share

Bab 6

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-07 21:26:59

“Mama ... seneng, deh kalau ada Papa. Aku mau main sama Papa, kayak Kak Naima tadi.”

Aku belai rambut panjang putriku. Memberi kenyamanan dan ketenangan ditengah kerinduan dia pada Papanya.

Melihat Naima yang bermain kuda-kudaan dengan Kak Rasyid tadi, membuat Thalita kembali merindukan sosok Papanya. Hampir setiap hari Thalita akan menghabiskan waktu dengan Mas Mirza.

Mas Mirza tidak hanya bisa memikat hatiku, tapi hati Thalita juga. Dia selalu punya cara agar kedua wanitanya nyaman di sisinya. Tidak jarang, aku dan Thalita sering berebut tempat untuk bisa dekat dengan Mas Mirza.

Namun, sayang sekarang hanya jadi angan saja. Jangankan kahadirannya, bayangannya pun enggan menyapa.

“Ma, Papa kapan pulang, sih? Thalita, ‘kan kangen,” ujar putriku lagi.

“Sabar, Sayang. Nanti kalau pekerjaan Papa sudah selesai, Papa pasti akan segera pulang,” kataku pada Thalita.

Setelah mendapatkan jawaban yang dia inginkan, akhirnya Thalita mau memejamkan matanya. Dia tidur dengan memeluk tubuhku.

Sampai kapan aku akan terus berbohong pada Thalita. Sedangkan kedatangan Mas Mirza tidak bisa aku pastikan kapan. Jangankan untuk datang, memberi kabar pun tak ada.

Ragaku lelah, hatiku pun sama. Rumah tanggaku diambang kehancuran, keberadaan Mas Mirza yang masih menjadi misteri, membuatku harus bekerja keras untuk mengungkap tabir rahasia yang dibuatnya.

Entah berapa jam aku tidur, saat bangun kurasakan kepalaku pusing. Kulihat Thalita masih terlelap menikmati mimpinya. Sejak Mas Mirza pergi, Thalita memang tidur denganku. Berbeda jika ada Papanya, dia akan tidur sendiri di kamarnya.

Aku berjalan ke kamar mandi, membasuh muka dan bersuci dengan air wudhu. Lalu kembali ke luar, membentangkan sejadah dan menunaikan kewajibanku shalat subuh. Aku memang bukan hamba yang taat beribadah. Sering aku lalai dalam melaksanakan shalat. Bahkan sering dengan sengaja aku meninggalkannya.

Mungkin karena kelalayanku ini, Allah menghukumku dengan hancurnya rumah tanggaku. Aku masih bersimpuh memohon ampun dan memohon untuk diberikan petunjuk atas masalah yang kini menimpaku.

“Papa!”

Teriakan Thalita membuatku kaget. Aku langsung menghampiri Thalita yang masih terbaring di kasur.

“Sayang, kenapa?” Aku mengelus kepalanya dan mencium pipinya.

“Tadi, aku mimpi Papa, Ma. Aku panggil, tapi Papa tidak nengok-nengok. Aku sedih, deh.” Mata Thalita berkaca-kaca saat mengatakan mimpinya.

Hatiku teriris, Thalita pasti sangat merindukan Papanya, sampai terbawa mimpi. Sesakit apapun nanti, aku tetap harus bisa menemukan Mas Mirza. Walaupun nantinya kita tidak akan bisa bersama lagi, tapi dia harus tetap menemui anaknya.

“Doakan saja agar Papa cepat pulang ya, Nak?” Thalita mengangguk dengan mengucek matanya.

*

“Kita akan ke rumah orang tuanya Mirza hari ini,” ucap Kak Rasyid saat kita sedang sarapan.

Kak Rasyid sengaja menginap di sini karena akan sangat melelahkan jika mereka pulang pergi. Apalagi keadaanku yang memang membutuhkan dukungan dari saudaraku ini.

Aku melirik pada Thalita yang sedang menikmati sarapannya. Untungnya dia tidak banyak bertanya kenapa Kak Rasyid sampai menyebut Papanya.

“Untuk apa, Kak?” tanyaku malas. Aku rasa sangat percuma karena mereka tidak akan memberi tahu tentang keberadaan Mas Mirza.

“Jangan tanya untuk apa, Kakak yang akan bicara pada mereka. Seenaknya saja memulangkanmu hanya dengan lewat pesan. Apa putra mereka menikahimu, dulu lewat online? Tidak bukan? Keluarga terhormat, berpendidikan, tapi tidak punya adab,” pungkas Kak Rasyid.

Aku tidak lagi berani bicara. Watak Kak Rasyid memang keras, seperti Papa. Dia akan sangat kristis untuk hal yang tidak dia mengerti. Mencari tahu, sampai dia mendapatkan jawabannya.

“Ingat, Yah, jangan pakai emosi. Masalah tidak akan selesai dengan urat. Yang ada, malah akan nambah masalah,” ujar Kak Melati.

“Iya, Sayang. Tak akan.” Kak Rasyid menjawab dengan lembut perkataan istrinya.

Dulu, aku juga sangat harmonis seperti mereka. Bahkan Mas Mirza sangat romantis. Namun, semua hanya sandiwara saja. Kebaikan dan kelembutan Mas Mirza ternyata hanya sementara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
mudah2an Mirza inget dgn snsk Talits kasian .klo laki2 itu sampe lupa dgn anak bir dia kena ajab dn karma nya ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 2

    Setelah melewati drama yang panjang, kita pun berangkat ke acara yang sangat penting bagi kita. Ya, hari ini adalah peresmian dibukanya, rumah sakit yang Reza bangun dari nol. Berawal dari sebuah klinik, kini Reza bisa mewujudkan impiannya. Memiliki dan membangun rumah sakit atas nama dirinya sendiri.Tujuh tahun menjalani rumah tangga dengan Reza, aku merasa hidupku begitu sempurna. Memiliki suami yang baik dan bertanggung jawab, juga memiliki banyak anak.Dari pernikahan keduaku ini, aku sudah memiliki dua putra kembar, yang lahir lima tahun yang lalu. Dan saat ini, aku juga tengah mengandung sembilan bulan. Kehamilan kedua dari pernikahanku dengan Reza.“Razi, Riza, kok diam saja dari tadi. Marah sama, Mama, ya?” tanyaku pada kedua putra kembarku.“Tidak, biasa saja,” ujar mereka bersamaan.“Kok, pada cemberut, kenapa?” tanyaku lagi.Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.“Mama, mereka itu lagi marahan,” ujar Thalita yang duduk di belakang bersama mereka.“Kok, b

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 1

    “Aduh, sakit, Mas. Pelan-pelan, dong.”“Ini juga udah pelan, Sayang. Kamu tahan dikit, ya?”“Mas-nya jangan buru-buru.”“Iya, ini juga nyantai, kok. Sekarang kok, jadi susah masuknya, ya, Al? Perasaan, waktu yang pertama enggak sesusah ini, deh.”“Apa karena sekarang aku gendutan, terus lubangnya jadi mengecil, ya Mas? Aw, sakit.”“Bisa jadi, Al. Kita udahan aja, ya, gak tega aku liat kamu meringis kesakitan kayak gitu, Al.”“Tapi, aku pengen, Mas. Ayo, coba lagi. Kamu masukinnya yang bener, dong. Jangan salah-salah mulu.”“Iya, ini juga bener. Kita coba lagi, ya?”“Aduuh, sakit!”“Aduh, Al. Aku nyerah, aku gak bisa lanjutin!”Mas Reza mengangkat kedua tangannya, setelah sebelumnya menyimpan sebelah anting berlian milikku di meja rias.Kulihat dari pantulan cermin, dia mengusap keningnya yang berkeringat, lalu memutar pinggang ke kanan dan ke kiri. Mungkin pegal, dari tadi dia membungkukkan badan.Aku merengut, melihat diri di pantulan cermin. Sungguh menyedihkan, sebelah antingku tid

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 65

    Ruangan yang tadinya gelap gulita, kini menjadi terang menderang. Semua orang bersorak menyambut kedatanganku. Aku diam mematung, tidak percaya dengan semua ini. Thalita putriku, dia baik-baik saja dengan memakai gaun berwarna merah muda, dia terlihat sangat cantik dan anggun.Aku menutup mulutku dengan air mata yang sudah berjatuhan. Mereka mengerjaiku? Mereka menipuku dengan kabar penculikan Thalita?“Masuk, dong. Masa diam saja di sana,” ujar orang yang tak asing untukku.Aku melihat satu persatu wajah mereka. Ternyata semuanya ada di sini. Mama dan Papa, Kak Rasyid beserta keluarga istrinya pun turut hadir. Dan juga Dion dia ada di sini.Astaga, aku benar-benar telah mereka tipu.Reza menggiringku untuk semakin mendekati mereka. Aku masih diam, tidak bisa aku berkata-kata.“Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tujuh adikku tersayang,” ucap Kak Rasyid dengan memeluk dan mencium pucuk kepalaku.Aku membalas pelukannya dan menangis di sana. Aku bingung harus berbuat apa. Aku terkeju

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 64

    Dengan diawali kata bismillah, Reza mulai melajukan mobil meninggalkan kediamanku. Tidak ada percakapan antara aku dan Reza. Aku sibuk dengan pikiranku yang terus teringat Thalita. Rasa was-was dan takut akan keselamatan putriku terus membayangiku. Dalam hati aku pun merasa senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan dia.Reza mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan ibu kota di malam hari.“Kita mampir ke klinik dulu, ya, Al?” ucap Reza membuatku menatapnya.“Untuk apa?”“Sebentar saja, aku hanya ingin memberitahu para perawat di sana, kalau aku akan pergi dan tidak akan bisa masuk kerja besok,” ujarnya lannsung berbelok ke arah klinik.Aku berdecak sebal. Sebenarnya aku tidak mau karena akan mengulur waktu untuk aku bertemu Thalita. Entah kenapa, Reza sangat santai dan seperti yang tidak mengkhawatirkan keadaan Thalita.Aku tidak bicara lagi, aku diam sampai dia kembali ke dalam mobil. Saat hendak akan melajukan mobil, tiba-tiba kaca mobil diketuk seseorang dari

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 63

    “Jangan melihatku seperti itu, aku hanya asal bicara,” ujar Reza mengerti isi hatiku.Aku pun mulai menyuapkan sedikit nasi ke dalam mulut. Dengan susah payah aku mengunyah hingga menelannya. Rasanya nasi yang aku makan terasa keras dan mengganjal di tenggorokanku.“Apa kalian punya musuh sebelumnya? Atau adakah yang kalian curigai sebagai penculik Thalita?” tanya Mama. Aku yang hendak menyuapkan nasi lagi, menghentikan tanganku di udara.Seketika ingatanku mengarah pada seseorang yang punya masalah denganku. Lita, apakah mungkin dokter itu yang menculik anakku?“Mungkinkah Lita yang menculik Thalita, Za?” tanyaku pada Reza.Reza mnggeleng cepat.“Itu tidak mungkin, Lita tidak akan melakukan hal senekad ini, Al. Lagipula, jika dia yang menculik Thalita, dia tidak akan meminta imbalan uang, tapi ... mungkin yang lain,” ujar Reza membuatku emosi.Bagaimana mungkin dia seyakin itu kalau bukan Lita yang menculik Thalita, sedangkan dia juga tahu kita sempat terlibat percekcokkan.“Aku yaki

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 62

    Sekarang, kami semua tengah berkumpul di ruang makan. Tidak sedikit pun makanan yang masuk ke dalam perutku. Bagaimana aku bisa makan, kalau putriku saja tidak aku ketahui rimbanya.“Al, dimakan, jangan didiamkan begitu makanannya,” ujar Papa mengingatkan.“Kita juga kehilangan Thalita, bukan Cuma kamu saja. Kamu harus makan agar kamu tidak sakit dan dengan cepat kita akan menemukan anakmu,” ucap Mama.Aku bergeming, bukan karena tidak mendengar teguran mereka, tapi aku tidak memiliki selera makan. Jangankan untuk makan, ingin bernapas lega pun aku tidak bisa jika belum mendapat kepastian tentang Thalita.Dering ponsel milik Reza berbunyi, aku mengangkat kepala berharap Thalita yang menghubungi kita.“Halo,” ucap Reza.Volume ponsel di loadspeaker oleh Reza agar kami bisa mendengar siapa yang menelpon.“Papa.” Aku mengambil ponsel dari tangan Reza.“Sayang, anak Mama, kamu di mana, Nak? Kamu sudah makan belum, Sayang?” tanyaku dengan berurai air mata.“Sudah, Ma. Thalita makan sama ay

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status