Share

Bab 5

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-21 02:41:03

“Apa yang membuatmu yakin kalau Cantika adalah wanita selingkuhan, Mirza?” Kak Melati bertanya dengan nada sedikit sinis. 

Apa mungkin Kak Melati juga punya pengalaman buruk dengan Cantika, atau mungkin ada hal lain yang membuat Kak Melati begitu tidak suka saat aku menyebut nama itu. 

“Aku menghubungkan waktu resign Cantika dengan waktu perginya Mas Mirza. Aku juga dengar, kalau bulan lalu Cantika menggelar pernikahan di luar kota dengan kekasihnya. Aku yakin, pria yang dimaksud kekasihnya Cantika, pasti Mas Mirza,” ucapku tertunduk.

“Kamu punya bukti?” Kak Rasyid kembali bertanya. 

Aku menggelengkan kepala dengan pelan. Aku tidak memiliki bukti apa-apa tentang perselingkuhan mereka. 

“Jangan menduga-duga, apalagi kamu tidak punya bukti, nanti jatuhnya fitnah, Dek,” ucap Kak Melati.

Kak Rasyid pun membenarkan perkataan istrinya itu. Kakakku itu meraih gelas berisikan air, lalu menegaknya hingga habis. 

“Letta, bukan Cantika perempuan yang jadi pelakor dalam rumah tanggamu,” ujar Kak Rasyid meletakkan kembali gelas di atas meja. 

Aku mengerutkan kening. Seyakin itu kakakku dengan ucapannya. Kalau bukan Cantika, lalu siapa? 

“Maksud Kakak apa? Kenapa Kakak yakin kalau Cantika bukan wanita simpanan Mas Mirza?” tanyaku.

“Karena Kakak tahu, siapa suami Cantika. Dan dia, masih kerabat dari kakak iparmu, Kak Mel.”

Pandanganku beralih melihat wanita berkaca mata itu. Kak Melati mengangguk pasti. Dia juga mengeluarkan ponsel miliknya, memperlihatkan gambar satu pasang pengantin. 

“Itu Cantika?” Aku bertanya saat mata tertuju pada ponsel Kak Melati. 

“Iya, Dek. Ini Cantika sama suaminya. Kakak sama Kak Rasyid memang tidak bisa hadir di pernikahannya. Kakak dapat foto ini dari postingan keluarganya di media sosial.” 

Lantas siapa yang menjadi selingkuhan Mas Mirza? Mataku tidak mungkin salah, itu memang foto Cantika. Aku masih sangat mengenal jelas wajahnya. 

“Suami Cantika memang bekerja di perusahan cabang milikmu. Dia menduduki jabatan yang sangat penting di sana. Manager keuangan. Kinerja dia bagus, Dirga namanya. Jarak perusahaan Kakak dan perusahaanmu memang jauh, tapi dunia bisnis selalu mengabarkan berita tentang perusahaan yang sedang merangkak naik, termasuk perusahaanmu yang selalu mengalami peningkatan,” ujar Kak Rasyid menjelaskan. 

Tidak aku pungkiri, kinerja Mas Mirza dalam memajukan perusahaan memang patut diapresiasi. Setiap tahunnya, perusahaan Papa semakin maju ditangannya. Laba semakin naik, karyawan yang semakin sejahtera. 

Aku menyandarkan punggungku pada kursi. Menghirup udara sebanyak mungkin. Otakku kembali bekerja mencari-cari siapa sekiranya yang menjadi duri dalam rumah tanggaku. 

“Jadi, Mirza sudah tidak pernah datang lagi ke kantor, selama satu bulan ini?” Setelah saling diam, Kak Rasyid kembali bertanya. 

“Iya, bahkan dia sudah mengundurkan diri dari perusahaan.”

“Mengundurkan diri? Kau tahu dia mengundurkan diri, tapi tidak bertanya alasannya? Lalu, kenapa kamu mengira dia pergi bekerja ke luar kota kalau dia mengundurkan diri, Aletta?” Kak Rasyid memajukan tubuhnya sedikit. Matanya kembali menatapku tajam. 

Aku semakin pusing dengan rentetan pertanyaannya. Aku memejamkan mata sejenak, lalu kembali membenarkan letak dudukku. 

“Aku tidak tahu dia mengundurkan diri, Kak. Aku juga baru tahu tadi dari Dion.”

“Apa katamu? Tidak tahu?” Kak Rasyid mengusap wajahnya dengan kasar. 

“Aletta, kamu itu ownernya. Pemilik perusahaan, mana mungkin kamu tidak tahu kalau ada salah satu direksi yang mengundurkan diri,” ujar Kak Rasyid. Wajahnya kembali menegang. 

Aku semakin tidak paham. Aku memang buta tentang bisnis, tidak mengerti tentang perusahaan. Mendengar kata-kata Kak Rasyid, malah membuatkan semakin pusing. 

“Aku memang tidak tahu, karena Mas Mirza memang tidak pernah memberi tahuku, Kak,” kataku dengan mengusap wajah. 

“Bodoh. Kalau ada direktur yang resign itu harus atas persetujuanmu, ada tanda tanganmu. Tidak akan dia bisa keluar dari perusahaan tanpa adanya persetujuan darimu, Aletta Azzahra!” geram Kak Rasyid. 

“Kak, tenang,” ujar Kak Melati. 

Aku mencerna ucapan kakakku. Apa iya begitu, lantas kenapa Mas Mirza bisa dengan mudah keluar tanpa persetujuanku? 

“Apa Mirza ada meminta tanda tanganmu sebelum dia pergi?” Kak Melati yang bertanya. 

“Emm, iya ada. Dia bilang untuk surat ijin saja.”

“Nah, bisa jadi memang saat itu dia mendapatkan persetujuan dari Aletta, Kak.” Lagi, Kak Melati berucap. 

Kak Rasyid manggut-manggut dengan kemungkinan yang dikatakan istrinya. Aku hanya diam melihat ekspresi kedua orang itu. 

“Tapi ... apa Mirza tidak menyalahgunakan tanda tangan Aletta ya, Kak. Misalkan, mengalihkan perusahaan menjadi atas namanya gitu?”

Parnyataan Kak Melati membuatku dan Kak Rasyid tersentak. Kami saling pandang satu sama lain. Rasanya jantungku berdetak semakin cepat. Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Kalau Mas Mirza selingkuh, bisa saja dia juga melakukan hal itu untuk membiayai hidupnya dengan istri barunya. 

“Iya, itu bisa juga terjadi. Tidak mungkin dia pergi dengan hanya tangan kosong. Apalagi dia yang bermain gila dengan wanita lain yang pastinya akan membutuhkan hartanya Aletta.” 

Aku semakin khawatir dengan ucapan kakakku. Bagaimana jika itu memang terjadi? Aku akan kehilangan semuanya. 

“Terus aku harus apa, Kak?” tanyaku khawatir. 

“Diamlah! Ini juga karena kebodohanmu, dan kebucinanmu. Segalanya kau percayakan pada suamimu. Lihat, kau akan kehilangan semuanya!”

Kak Rasyid bangkit dari duduknya. Dia menyambar kunci mobil dan pergi ke luar rumah. Kak Melati mengikuti suaminya dengan sedikit berlari.

Aku hanya duduk diam, mengacak rambut dengan kasar. Sungguh, ini di luar pemikiranku. Suami yang aku sangkakan baik dan jujur, dia begitu tega melakukan banyak kebohongan untuk mendapatkan hartaku. 

Kak Melati kembali dan duduk di dekatku. 

“Kakak mau ke mana, Kak Mel?”

“Tenanglah, Al. Kak Rasyid akan pergi ke kantormu. Biarkan dia membantu menyelesaikan masalahmu ini,” ujar Kak Melati. 

“Kak, aku bodoh ya, Kak?” tanyaku dengan wajah sendu. 

“Tidak, Aletta. Kamu hanya terlalu percaya sama suamimu. Emh, di mana kamu menyimpan surat-surat berharga? Kita lihat, apa masih utuh semuanya atau ada barang berhargamu yang berkurang.”

Tanpa berpikir lagi, aku langsung mengajak Kak Melati ke kamarku. Memeriksa barang berharga yang aku simpan di dalam brankas.

“Periksa semuanya dengan benar, Letta. Apa surat kepemilikan perusahaan ada di sana atau tidak?” Kak Melati mengingatkan.

Aku memeriksa semua surat-surat berharga milikku. Ada. Semuanya masih lengkap dan tidak pernah berubah dari tempatnya. Perhiasan milikku dan warisan dari almarhum Mama pun masih utuh semua. 

“Gimana, Al?” 

Aku melihat Kak Melati dengan mata yang mengembun. Aku benar-benar tidak mengerti dengan semuanya. Tidak ada yang Mas Mirza ambil dariku. Di pergi tanpa membawa sedikit pun hartaku. 

“Kenapa, Al. Ada yang hilangkah?” Kak Melati kembali bertanya. 

Aku menggeleng, dengan mata menatap kosong. 

Kak Melati menghampiriku. Dia mengambil berkas satu persatu dan membacanya. Lalu menyimpannya kembali.

“Ini aneh, dia mengkhianatimu tapi tidak membawa hartamu.” 

Kami sama-sama terdiam. Sibuk dengan pemikiran masing-masing hingga dering ponsel Kak Melati berbunyi membuyarkan lamunan. 

“Assalamualaikum, Kak.”

“....”

“Oh, syukurlah. Di sini juga aman, tidak ada yang hilang.”

“....” 

“Baiklah, waalaikumsalam.” 

Panggilan berakhir, Kak Melati menyimpan kembali ponselnya. 

“Apa yang dikatakan Kak Rasyid, Kak?” tanyaku. 

“Tidak ada kejanggalan yang mengarah pada kecurangan Mirza pada perusahaan. Semuanya sangat terkendali.” 

Hening. Tidak ada lagi percakapan antara aku dan Kak Melati. Melihatku yang hanya diam, Kak Melati membereskan kembali surat-surat berhargaku dan menyimpannya di sisi ranjang. Lalu dia keluar untuk melihat putrinya yang sedang bermain dengan Thalita dan Niar. 

Seperginya Kak Melati, bayanganku kembali pada sosok Mas Mirza. Setelah dia pergi, mentalakku karena wanita lain, kenapa tidak membuatku jadi membencinya. Kenapa justru aku malah semakin merindukannya. Apalagi, saat aku tahu dia pergi tanpa membawa sedikit pun barang berhargaku. Itu membuatku jadi teringat akan ucapannya waktu itu. 

“Mas, kerja mulu, ih. Mentang-mentang sudah jadi direktur, kayaknya perusahaan lebih penting sekarang, yah?” kataku dengan cemberut. 

Seketika dia menyimpan laptop yang sedari tadi berada di pangkuannya. Menggantinya dengan tubuhku yang dia tarik hingga terduduk di pangkuannya.

“Tidak ada yang lebih berharga bagiku, selain kamu. Aku tidak butuh semua hartamu, aku hanya menginginkanmu selalu ada untuk aku dalam keadaan apa pun.”

Mas Mirza memeluk pinggang rampingku. Mencium perutku yang mulai membuncit, karena pada saat itu aku tengah hamil muda. Dekapan hangatnya selalu mampu membuatku enggan beranjak. Seperti saat ini, aku sangat merindukan pelukan hangatnya. 

“Mas Mirza ....”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Isabella
di sini dulu aku ngumpat Mirza ternyata dia sakit
goodnovel comment avatar
Shendy Augustine
memang bodoh..terlalu bodoh..
goodnovel comment avatar
Deti Nurdiati
terlalu bucin al
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 2

    Setelah melewati drama yang panjang, kita pun berangkat ke acara yang sangat penting bagi kita. Ya, hari ini adalah peresmian dibukanya, rumah sakit yang Reza bangun dari nol. Berawal dari sebuah klinik, kini Reza bisa mewujudkan impiannya. Memiliki dan membangun rumah sakit atas nama dirinya sendiri.Tujuh tahun menjalani rumah tangga dengan Reza, aku merasa hidupku begitu sempurna. Memiliki suami yang baik dan bertanggung jawab, juga memiliki banyak anak.Dari pernikahan keduaku ini, aku sudah memiliki dua putra kembar, yang lahir lima tahun yang lalu. Dan saat ini, aku juga tengah mengandung sembilan bulan. Kehamilan kedua dari pernikahanku dengan Reza.“Razi, Riza, kok diam saja dari tadi. Marah sama, Mama, ya?” tanyaku pada kedua putra kembarku.“Tidak, biasa saja,” ujar mereka bersamaan.“Kok, pada cemberut, kenapa?” tanyaku lagi.Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.“Mama, mereka itu lagi marahan,” ujar Thalita yang duduk di belakang bersama mereka.“Kok, b

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 1

    “Aduh, sakit, Mas. Pelan-pelan, dong.”“Ini juga udah pelan, Sayang. Kamu tahan dikit, ya?”“Mas-nya jangan buru-buru.”“Iya, ini juga nyantai, kok. Sekarang kok, jadi susah masuknya, ya, Al? Perasaan, waktu yang pertama enggak sesusah ini, deh.”“Apa karena sekarang aku gendutan, terus lubangnya jadi mengecil, ya Mas? Aw, sakit.”“Bisa jadi, Al. Kita udahan aja, ya, gak tega aku liat kamu meringis kesakitan kayak gitu, Al.”“Tapi, aku pengen, Mas. Ayo, coba lagi. Kamu masukinnya yang bener, dong. Jangan salah-salah mulu.”“Iya, ini juga bener. Kita coba lagi, ya?”“Aduuh, sakit!”“Aduh, Al. Aku nyerah, aku gak bisa lanjutin!”Mas Reza mengangkat kedua tangannya, setelah sebelumnya menyimpan sebelah anting berlian milikku di meja rias.Kulihat dari pantulan cermin, dia mengusap keningnya yang berkeringat, lalu memutar pinggang ke kanan dan ke kiri. Mungkin pegal, dari tadi dia membungkukkan badan.Aku merengut, melihat diri di pantulan cermin. Sungguh menyedihkan, sebelah antingku tid

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 65

    Ruangan yang tadinya gelap gulita, kini menjadi terang menderang. Semua orang bersorak menyambut kedatanganku. Aku diam mematung, tidak percaya dengan semua ini. Thalita putriku, dia baik-baik saja dengan memakai gaun berwarna merah muda, dia terlihat sangat cantik dan anggun.Aku menutup mulutku dengan air mata yang sudah berjatuhan. Mereka mengerjaiku? Mereka menipuku dengan kabar penculikan Thalita?“Masuk, dong. Masa diam saja di sana,” ujar orang yang tak asing untukku.Aku melihat satu persatu wajah mereka. Ternyata semuanya ada di sini. Mama dan Papa, Kak Rasyid beserta keluarga istrinya pun turut hadir. Dan juga Dion dia ada di sini.Astaga, aku benar-benar telah mereka tipu.Reza menggiringku untuk semakin mendekati mereka. Aku masih diam, tidak bisa aku berkata-kata.“Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tujuh adikku tersayang,” ucap Kak Rasyid dengan memeluk dan mencium pucuk kepalaku.Aku membalas pelukannya dan menangis di sana. Aku bingung harus berbuat apa. Aku terkeju

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 64

    Dengan diawali kata bismillah, Reza mulai melajukan mobil meninggalkan kediamanku. Tidak ada percakapan antara aku dan Reza. Aku sibuk dengan pikiranku yang terus teringat Thalita. Rasa was-was dan takut akan keselamatan putriku terus membayangiku. Dalam hati aku pun merasa senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan dia.Reza mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan ibu kota di malam hari.“Kita mampir ke klinik dulu, ya, Al?” ucap Reza membuatku menatapnya.“Untuk apa?”“Sebentar saja, aku hanya ingin memberitahu para perawat di sana, kalau aku akan pergi dan tidak akan bisa masuk kerja besok,” ujarnya lannsung berbelok ke arah klinik.Aku berdecak sebal. Sebenarnya aku tidak mau karena akan mengulur waktu untuk aku bertemu Thalita. Entah kenapa, Reza sangat santai dan seperti yang tidak mengkhawatirkan keadaan Thalita.Aku tidak bicara lagi, aku diam sampai dia kembali ke dalam mobil. Saat hendak akan melajukan mobil, tiba-tiba kaca mobil diketuk seseorang dari

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 63

    “Jangan melihatku seperti itu, aku hanya asal bicara,” ujar Reza mengerti isi hatiku.Aku pun mulai menyuapkan sedikit nasi ke dalam mulut. Dengan susah payah aku mengunyah hingga menelannya. Rasanya nasi yang aku makan terasa keras dan mengganjal di tenggorokanku.“Apa kalian punya musuh sebelumnya? Atau adakah yang kalian curigai sebagai penculik Thalita?” tanya Mama. Aku yang hendak menyuapkan nasi lagi, menghentikan tanganku di udara.Seketika ingatanku mengarah pada seseorang yang punya masalah denganku. Lita, apakah mungkin dokter itu yang menculik anakku?“Mungkinkah Lita yang menculik Thalita, Za?” tanyaku pada Reza.Reza mnggeleng cepat.“Itu tidak mungkin, Lita tidak akan melakukan hal senekad ini, Al. Lagipula, jika dia yang menculik Thalita, dia tidak akan meminta imbalan uang, tapi ... mungkin yang lain,” ujar Reza membuatku emosi.Bagaimana mungkin dia seyakin itu kalau bukan Lita yang menculik Thalita, sedangkan dia juga tahu kita sempat terlibat percekcokkan.“Aku yaki

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 62

    Sekarang, kami semua tengah berkumpul di ruang makan. Tidak sedikit pun makanan yang masuk ke dalam perutku. Bagaimana aku bisa makan, kalau putriku saja tidak aku ketahui rimbanya.“Al, dimakan, jangan didiamkan begitu makanannya,” ujar Papa mengingatkan.“Kita juga kehilangan Thalita, bukan Cuma kamu saja. Kamu harus makan agar kamu tidak sakit dan dengan cepat kita akan menemukan anakmu,” ucap Mama.Aku bergeming, bukan karena tidak mendengar teguran mereka, tapi aku tidak memiliki selera makan. Jangankan untuk makan, ingin bernapas lega pun aku tidak bisa jika belum mendapat kepastian tentang Thalita.Dering ponsel milik Reza berbunyi, aku mengangkat kepala berharap Thalita yang menghubungi kita.“Halo,” ucap Reza.Volume ponsel di loadspeaker oleh Reza agar kami bisa mendengar siapa yang menelpon.“Papa.” Aku mengambil ponsel dari tangan Reza.“Sayang, anak Mama, kamu di mana, Nak? Kamu sudah makan belum, Sayang?” tanyaku dengan berurai air mata.“Sudah, Ma. Thalita makan sama ay

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status