Share

Bab 5

Author: AliceLin
last update Last Updated: 2025-06-25 19:10:24

“Kamu bilang … dia … suamimu?”

Tatapan David Scarlet menusuk tajam ke arah putrinya dan gadis itu mengangguk dengan penuh percaya diri.

Pandangan David pun berpindah kepada pria bertubuh tinggi di samping Sherin. Sosok itu berdiri tenang, namun ada aura berbahaya yang sulit ia jelaskan dari pria tersebut. Ada ketegasan dari sorot matanya yang membuat David merasa terintimidasi.

Namun, pria paruh baya itu berusaha menekan perasaan tidak nyamannya tersebut dan berkata, “Jangan kamu kira Papa akan percaya begitu saja hanya karena kamu membawa sembarang orang untuk diakui sebagai suamimu!”

“Papamu benar,” timpal Penelope. “Walaupun kamu marah dengan Marco dan ingin membalasnya, tapi tidak harus asal memilih seperti ini.”

Paula ikut menimpali, menelusuri Arnold dari atas ke bawah dengan tatapan meremehkan. “Seleramu sekarang turun kelas, Kak?”

Sherin sudah menduga ayahnya akan menampik pengakuannya. Namun, ia tidak menyangka Penelope dan Paula akan menghina pria pilihannya. Ia pun membalas dengan sengit, “Siapa bilang turun kelas? Menurutku, dia jauh lebih tampan dan menggoda daripada bajingan Langdon itu.”

Seulas senyuman samar muncul di wajah Arnold saat mendengar pembelaan sekaligus pujian Sherin. Namun, ekspresinya berubah datar kembali saat gadis itu menoleh padanya.

Paula terlihat kesal. Meski enggan mengakuinya, ia tahu pria itu memang memikat. Bahkan seragam hotel yang dikenakan Arnold tak mampu menyamarkan wibawa dan kharismanya. Ada sesuatu yang membuat Paula terkesima … sekaligus merasa takut.

“Belum puas merebut tunanganku? Sekarang kamu tertarik juga sama suamiku?” sindir Sherin saat melihat tatapan Paula yang tak lepas dari Arnold.

Wajah Paula memerah, tetapi ia buru-buru menenangkan diri, lalu memasang ekspresi polos. “Kak Sherin, fitnahmu itu keterlaluan.”

“Oh, ya?” Sherin mencibir.

“Cukup, Sherin!” bentak David dengan geram. “Marco sudah menyuruh orang menyelidiki rekaman itu. Mereka bilang itu cuma hasil editan!”

“Benar,” timpal Penelope dengan nada menyudutkan. “Kalau keluarga Langdon tahu kamu terus menyebar fitnah, mau ditaruh di mana muka ayahmu?”

Sherin terdiam. Untuk sesaat, kata-kata mereka membungkamnya. Bukan karena ia percaya, melainkan karena terkejut dengan kelicikan mereka dalam menutupi kebenaran.

David melirik sinis ke arah Arnold. “Kamu dibayar berapa sama anak saya? Saya bayar dua kali lipat!”

Sherin menegang, takut Arnold akan tergiur. Namun, pria itu hanya tersenyum dingin. “Saya tidak yakin Anda mampu, Tuan Scarlet,” jawabnya dengan santai.

“Kurang ajar!” maki David, merasa diremehkan.

Sherin melangkah maju, berdiri di depan Arnold. “Mau Papa bayar berapa pun, itu tidak akan ubah fakta kalau dia adalah suamiku,” cetusnya dengan angkuh.

Tiba-tiba Penelope tertawa mengejek. “Tolonglah. Kamu pikir kami bodoh? Jelas-jelas kamu menyewanya untuk bersandiwara agar bisa mendapatkan galeri bobrok itu, bukan?” sindirnya.

Sherin mendelik tajam, tetapi ibu tirinya itu tidak menggubrisnya.

“Jual saja galeri bobrok itu, David,” hasut Penelope lebih lanjut.

Kedua tangan Sherin terkepal erat. Amarah di dalam dadanya terasa mendidih. Dengan suara penuh intimidasi, ia berkata, “Berani kamu menyentuh Clover. Aku tidak akan segan merobek bibir oplasmu itu, Tante Pene.”

Penelope membelalak. Tangannya refleks menutupi bibir.

“Kak Sherin keterlaluan,” seru Paula, tak terima ibunya disudutkan. “Padahal Mamaku cuma khawatir tentang keuangan keluarga ini. Lagian Clover selalu merugi. Mau sampai kapan kita mempertahankannya?”

“Itu karena kalian tidak becus mengelolanya,” balas Sherin dengan sinis. “Dan jangan pikir aku tidak tahu bagaimana kalian jual satu per satu aset Mamaku secara diam-diam!”

Penelope dan Paula terdiam dan saling berpandangan. Terselip ketakutan di mata keduanya.

“Clover adalah jerih payah Mama. Dan sekarang, aku sudah memenuhi syarat untuk mengambil hak kelola,” lanjut Sherin.

“Mana buktinya?” tantang Penelope.

Tanpa ragu, Sherin memperlihatkan sertifikat pernikahannya yang sejak tadi dibawanya. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengambil Clover!” tegasnya.

David pun menyambar lembaran dokumen tersebut. Penelope dan Paula mendekat, ikut melongok untuk memastikan kebenaran atas ucapan Sherin.

“Ar-Arnold … Windsor?” gumam Penelope saat membaca nama pria di dalam sertifikat tersebut.

Tatapan David tertuju pada Arnold, lalu dengan penuh keraguan, ia bertanya, “Kamu … bukan Windsor yang itu, kan?”

Arnold tetap diam.

“Tidak mungkin …,” bisik Penelope kepada David. “Ini pasti hanya kebetulan, Sayang.”

“Apa sih maksud kalian?” tanya Paula bingung.

“Namanya … mirip dengan pewaris utama keluarga Windsor,” jawab Penelope seraya berdeham pelan.

“Apa?” Paula terperangah. “Maksud Mama … Windsor yang sering masuk dalam sepuluh daftar keluarga terkaya itu?”

Penelope mengangguk dengan enggan. Sebelumnya mereka sering mendengar David membicarakan tokoh tersebut akhir-akhir ini.

Dari kabar yang beredar, Arnold Windsor baru kembali setelah sukses membangun kerajaan bisnisnya di luar negeri. Pria itu kembali untuk meresmikan perusahaan barunya dan mencari mitra bisnis di dalam negeri.

David sempat berencana mendekati Windsor Grup melalui keluarga Langdon. Keluarga Langdon dan Windsor sendiri masih memiliki hubungan kerabat. Itulah alasan David sangat mendukung pernikahan Sherin dengan Marco. Namun, sekarang semua rencana itu runtuh seketika.

Ruangan mendadak menjadi sunyi. Semua mata kini tertuju pada Arnold, termasuk Sherin.

Dia ... pewaris keluarga Windsor?’ batin Sherin, terguncang.

“Mana mungkin!” seru Paula, memutuskan keheningan di antara mereka.

“Jelas-jelas dia hanya pegawai hotel rendahan yang dibayar Kak Sherin untuk mengelabui kita. Jangan terkecoh!” tukas gadis itu.

Sherin berdecak. Meski kesal, tetapi sebagian hatinya sepakat dengan penilaian adik tirinya terhadap status Arnold tersebut. Rasanya terlalu mustahil kalau pria ini adalah Arnold Windsor yang mereka maksud sebelumnya.

Namun, sikap diam Arnold yang tidak memberikan penyangkalan ataupun pembenaran menimbulkan pertanyaan besar di dalam kepalanya.

“Aku rasa Paula ada benarnya,” sahut Penelope. “Tak mungkin Tuan Muda Windsor mau menikahi gadis seperti dia,” lanjutnya dengan nada mengejek.

Sherin tertawa hambar. Ia menarik kembali dokumen dari tangan ayahnya dan berkata, “Aku tidak peduli dia Arnold Windsor yang kalian maksud atau bukan. Yang jelas, kami suami istri. Dan sesuai syarat, hak kelola Clover sekarang milikku.”

“Tidak semudah itu, Sherin,” timpal David.

Mata Sherin membulat. “Pa─!”

“Papa akan serahkan Clover. Asalkan kamu menghentikan sandiwara konyolmu ini dan minta maaf kepada Marco,” potong David dengan nada tak terbantahkan. “Menikahlah dengannya. Jangan rusak peluang bisnis Papa!”

Arnold mengernyit dan menatap David dengan sorot mata tak bersahabat. Sebelum pria itu sempat mengatakan apa pun, Sherin telah mendahuluinya.

“Jelas-jelas Marco sudah berselingkuh dengan Paula, Pa!” seru Sherin dengan emosi yang meluap. Guratan kekecewaan yang mendalam menghiasi wajahnya.

“Sudah cukup, Pa. Aku tidak akan pernah melakukannya,” imbuh gadis itu seraya berbalik badan, hendak pergi dari hadapan ayahnya tersebut.

David, yang sudah kehilangan kendali, tidak membiarkan Sherin pergi begitu saja. Ia mencengkeram lengannya dengan kasar hingga gadis itu menoleh dan meringis kesakitan. Namun, sebelum ia sempat menarik putrinya lebih jauh, sebuah tangan kokoh menahan pergerakannya.

Arnold. 

Aura dingin dan tekanan mengintimidasi yang dipancarkan pria itu membuat ruangan seketika membeku.

“Berani-beraninya kamu ikut campur!” bentak David, murka. “Kamu pikir kamu siapa, hah! Dasar bajingan─Akh!”

Rintihan kecil meluncur dari bibir David. Cengkeraman Arnold semakin erat hingga cekalan David pada tangan Sherin pun terlepas. 

Semua orang terkesiap. Ketegangan mengunci seluruh ruangan. Tidak satu kata pun keluar dari mulut Arnold. Namun, ada kilatan ancaman dingin dari sorot matanya yang membuat siapa pun diam tak berkutik.

Sherin juga terpaku. Meskipun ia sangat bersyukur dengan perlindungan pria itu, tetapi anehnya, ada rasa takut yang menghimpit dadanya.

Aura berbahaya yang mendominasi dari sosok suami dadakannya itu, seakan menyiratkan bahwa pria itu memiliki kemampuan untuk melenyapkan siapa pun dalam satu tarikan napasnya!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Koirul
keren ... Arnold sang penguasa . pingin bogem Penelope
goodnovel comment avatar
kyrunaa24
ibutiri ...saudara tiri...bjiirrr papa lemah serakah pasti bisa dikendalikan wanita2 iblis tiri
goodnovel comment avatar
LuckyStar
eleh si bapak itu marko kan selingkuh sama paula kenapa gak kamu nikahkan saja sama paula kan dia juga anak kamu, g usah maksa sherin
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 145

    “Gila?” Alih-alih merasa tersinggung dengan kata itu, Ryan malah terkekeh geli. “Mungkin kamu benar," desisnya seraya mengulas seringai kecil di bibirnya. "Sayangnya, di dunia ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan kegilaanku selain … pertumpahan darah." Suara Ryan terdengar lebih dingin dan menekan. Namun, Arnold masih bergeming. Ia hanya menghela napas panjang, memutar gelas kristalnya dengan santai. Siapa pun yang mendengar ucapan Ryan mungkin akan mengira pria itu benar-benar kehilangan kewarasannya. Akan tetapi, Arnold yang sudah mengenalnya cukup lama, tidak sedikit pun terkejut mendengar pernyataan itu. Arnold sudah terlalu sering menyaksikan sisi tergelap Ryan. Bukan karena pria itu haus darah, melainkan karena ada kepuasan aneh yang Ryan rasakan setiap kali melihat pertumpahan darah di sekitarnya—seolah kekerasan membuatnya merasa lebih hidup. Padahal Arnold sempat percaya, setelah bertahun-tahun terapi, Ryan sudah bisa mengendalikan emosinya. Namun, melihat sorot

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 144

    "Kamu sudah temukan mata-mata itu?" selidik Arnold tanpa basa-basi.Ryan tersenyum miring. “Mantan hostess yang terbunuh waktu itu adalah salah satunya. Dia adalah kaki tangan mereka,” jawab Ryan atas informasi yang ia temukan.Sudut bibir Arnold ikut terangkat naik, tetapi ia tidak berkomentar apa pun."Gadis itu adalah perantara transaksi Benard Murray dengan Shadow Eagle. Karena Bernard tertangkap, gadis itu akhirnya dibungkam untuk menutupi jejak," lanjut Ryan.Arnold masih terdiam. Hanya ada ketenangan dingin di wajahnya, sementara pikirannya bergerak cepat, menyusun potongan teka-teki yang berserakan di pikirannya. Awalnya, dari informasi yang ia dapatkan dari Sophia, Arnold sempat tidak memahami mengapa Clara sampai harus dibunuh sekeji itu, bahkan tubuhnya dimutilasi agar dapat menyamarkan jejaknya.Namun, sekarang, dengan informasi tambahan yang diberikan Ryan, potongan puzzle yang membingungkannya mulai terhubung.“Hanya itu?” Arnold mengangkat satu alisnya, suaranya terden

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 143

    “Tuan … Fang?”Oliver terperangah, menatap sosok yang tidak lain adalah ketua Black Fang, Ryan Fang.Kepalan tangannya yang tadi hampir melayang seketika melonggar. Cengkeramannya pada kerah Ryan pun langsung dilepas. “Kenapa Anda—”“Memangnya aneh kalau aku muncul di sini?” potong Ryan santai, seolah ia sedang masuk ke mobil miliknya sendiri tadi.“Ma-maafkan saya, Tuan Fang,” gumam Oliver dengan suara terdengar gugup.Perlahan ia menunduk dengan wajah bersalah, menyadari tindakan tidak sopannya kepada pria itu. “Tadi saya pikir Anda bagian dari komplotan pembunuh bayaran yang kemarin.”“Wah, tega sekali kamu, Oliver.” Ryan berdecak malas sambil merapikan kerahnya sendiri. “Memangnya wajah tampanku ini seperti pembunuh apa?”Oliver buru-buru menggeleng. “Bukan begitu, Tuan Fang. Tapi─”“Yang salah itu kamu sendiri,” potong Arnold, melirik sahabatnya dengan tajam, lalu kembali mengalihkan pandangannya lurus ke depan. “Siapa suruh kamu menyelinap seperti pencuri, Ryan?”Ryan mendengus p

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 142

    Tiga hari kemudian. Berkat perawatan intensif dan pengawasan yang ketat dari para tim medis profesional, kondisi Arnold pulih jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Ia sudah bisa kembali berjalan normal dan menjalankan aktivitas seperti biasa. Kemarin Arnold sudah diperbolehkan pulang. Dan, hari ini, sepulang dari kantor, ia ingin pergi menjenguk istri kecilnya yang masih dirawat di rumah sakit.“Letakkan saja laporannya di mejaku. Besok baru saya tinjau,” ucap Arnold tanpa menoleh.Jari-jarinya masih mengetuk layar ponsel ketika Oliver masuk membawa setumpuk berkas yang harus ditandatangani. Oliver meletakkan dokumen-dokumen tersebut dengan rapi, lalu mengamati atasannya yang telah beranjak dari kursi dan menyambar mantel panjangnya."Anda sudah mau pulang, Tuan Muda?" tanya Oliver, merasa sedikit lega. Ia sempat khawatir atasannya itu akan memaksakan diri bekerja hingga larut.Arnold hanya mengangguk sambil mengenakan mantelnya. "Memang seharusnya Anda pulang beristirahat, T

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 141

    “Tidak ada apa-apa. Semalam Sherin ingin menyelamatkanku dari kebakaran itu, tapi malah dia yang ….”Arnold sengaja menggantungkan kalimatnya, membiarkan ibunya menafsirkan sendiri maksudnya. Ia terpaksa membohongi ibunya, bukan karena tidak percaya, tetapi tidak ingin menambah kekhawatiran ibunya.Apalagi masalah penyerangan itu masih belum menemukan titik terang. Ia tidak ingin melibatkan ibunya ke dalam bahaya bersamanya.“Kamu ini …,” Beatrice mendesah panjang, menatap putranya tajam namun penuh kecewa, “sebagai suami, bukannya melindunginya dengan baik, kamu malah membuat dia yang harus melindungi kamu.”Arnold terdiam. Tidak ada bantahan yang bisa ia ucapkan, karena perkataan itu benar adanya. Ia sudah gagal menjadi seorang suami.Tatapan sendu Beatrice kembali tertuju kepada Sherin. “Gadis bodoh yang malang, cepatlah sadar dan pukullah anak sialan ini karena sudah membuatmu menjadi seperti ini,” gumamnya lirih.“Ma, sebenarnya aku ini anak kandungmu atau bukan?” keluh Arnold, be

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 140

    “Jadi waktu Mama tahu kalau menantu Mama akan datang ke acara gala amal J-Charity, Mama langsung meminta undangan dari salah satu kenalan Mama,” lanjut Beatrice, nada suaranya terdengar santai seakan tidak merasa bersalah sedikit pun. Rahang Arnold mengatup rapat. Ia tidak tahu harus mulai berkomentar dari mana. Yang jelas, Arnold benar-benar tidak menduga ibunya ada di sana sejak awal. "Tapi, bagaimana Mama bisa tahu aku yang mana?" selidik Arnold, masih meragukan pengakuan ibunya. Padahal ia sudah menyamar sebaik mungkin, memakai topeng agar tidak dikenali oleh orang dekatnya. Bahkan, ia berhasil mengecoh Sherin meskipun sebelumnya gadis itu sempat mencurigainya. "Apa ...," Pandangan Arnold kembali bergeser kepada Oliver, lalu dengan suara dipenuhi curiga, ia melanjutkan, "apa dia yang memberitahu Mama?" Oliver sontak menggeleng. Sebelum ia sempat membuka mulut, Beatrice telah menyambar lebih dulu. “Jangan salahkan Oliver. Mama tidak butuh bantuan siapa pun untuk mengenali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status