Share

Pertemuan Kembali

Geva seperti sebelumnya terjatuh tertidur di rumah Santi, ketika dia membuka matanya, dia telah disajikan dengan makanan yang enak. Santi menatapnya dengan lembut. 

“Maafkan  aku karena membuat mbak lagi-lagi memasak seperti ini.” Geva mengusap tengkuknya dengan malu. 

Dia tidak nyaman dan takut sekali sudah berbuat sesuatu yang tidak sopan pada Santi. 

“Aku pernah mengatakannya padamu kalau kau adalah tamuku.” 

Geva diam saja datang pikiran yang masih tidak nyaman. Dia sudah banyak menerima kebaikan seperti ini dari orang yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya. Hal ini bisa membuatnya tampak seperti orang yang tidak tahu diri karena tidak bisa membalas kebaikan yang diberikan oleh Santi. 

“Untuk sekarang Lebih baik kau tinggal di sini saja,” ucap Santi sambil meletakan telur di piringnya dan piring Lala. 

“Tapi, Mbak, aku tidak bisa tinggal di sini karena kita akan menyusahkan, Mbak. Apalagi suami Mbak sebentar lagi kembali.” Geva menunduk, jika harus ada wanita lain di rumah seorang wanita lainnya, itu pasti sangatlah tidak nyaman dia telah merasakannya baru-baru ini walaupun dia tidak akan merebut suami milik Santi.

"Nanti kita pikirkan itu. Suamiku minggu ini tidak balik dia akan kembali ke rumah dua minggu lagi karena ada urusan dalam pekerjaannya.”  Santi menatap Geva tegas, dia tidak ingin kalau Geva hidup dengan tidak nyaman.

Jika dia tidak bisa memberikan bantuan apapun, dia merasa kalau kita akan sangat berbahaya bagi Geva nantinya. Perutnya yang sudah membesar juga sangat tidak nyaman sekali, Santi berniat membantunya dan akan mencari cara agar Geva bisa bertahan. 

“Mbak, Aku tidak tahu bagaimana caranya membalas budi sekarang. Suatu saat aku akan membalas budi ini, Mbak.” 

Santi tersenyum lebar. “Baiklah.  Kalau begitu Kau harus hidup dengan baik agar bisa membalas budi pada diriku, Gev.” 

Geva langsung menganggukan kepalanya dengan semangat, tidak bisa memakan makanannya lebih baik walaupun rasa sakit di dadanya masih begitu terasa. Pernikahan yang berakhir dengan cepat, dia tidak pernah menduga hal seperti ini. 

Dalam ketidakadilan dia mencoba untuk bertahan Tapi tetap saja Dia dibuang dengan cara yang sangat menyakitkan. Bahkan anak di dalam kandungannya saja tidak diakui oleh ayahnya sendiri yang membuat Geva merasa benar-benar sakit hati dengan perlakuan mereka. 

Diam-diam Santi melihat Geva mengusap perutnya, dia merasakan kekhawatiran dan kesedihan pada diri Geva. 

“Jangan keluar dari rumah ini. Kalau kau membutuhkan makanan, lihat saja ke dalam lemari dan juga kulkas. Aku meletakkannya di sana.” Santi diam sejenak, dia menarik napasnya dan kemudian bicara lagi. “kau baik-baiklah di sini aku mah jangan keluar minta memperlihatkan dirimu pada mereka, mereka bisa membuat keadaan dirimu menjadi lebih buruk, Gev.”

Santi yang ingin berangkat kerja itu berulang kali mengatakan hal demikian pada Geva. Dia sangat tahu kalau tetangganya itu seringkali menyebarkan gosip tidak benar. Mengatakan kalau Geva selama ini hidup seperti Ratu, dengan barang-barang mewah dan menghabiskan gaji anaknya. 

Padahal semua orang mengetahui kalau Geva saja menggunakan baju koyak yang ditambal. Mereka yang melihat sendiri kalau perlakuan keluarga Damas sangat buruk pada Geva. 

“Baik, Mbak. Tenang saja aku akan bersembunyi di sini dengan sangat baik.” Geva tersenyum cerah. Dia tidak ingin membuat khawatir Santi yang telah membantunya dalam banyak hal. 

Setelah Santi pergi dari rumah, Geva menghembuskan nafas dari mulutnya, dia memperhatikan rumah ini dan terlihat sangat rapi sekali. 

“Apa yang harus aku lakukan jika serapi ini?” Geva kebingungan dengan hal yang bisa dia lakukan untuk membalas budi, setidaknya dia ingin meringankan pekerjaan Santi di rumah. 

Geva melihat berjalan-jalan di sekeliling rumah dan akhirnya dia menemukan apa yang harus dia lakukan yaitu mencuci pakaian. 

Geva dengan cepat mengambil pakaian dan mencucinya, dia tidak ingin Snati yang kelelahan pekerja mencuci pakaian sendirian. Satu jam kemudian setelah dia menyelesaikan mencuci pakaiannya, dia baru menyadari sesuatu yang tertinggal di meja tamu. 

“Lho, ini dokumen Mbak Santi tertinggal?” Geva mengambilnya, lalu membaca dokumen tersebut yang bertuliskan proyek mall. 

Geva merasa tidak nyaman membacanya, dia takut kalau berkas ini adalah berkas yang sangat penting sekali apalagi dia melihat Santi pada malam itu sibuk membaca dokumen ini. 

“Aku harus segera mengantarkannya. Mbak Santi bisa dalam bahaya jika ini sangatlah penting.” 

Geva bersiap-siap untuk pergi, dia mendapatkan banyak sekali baju hamil bekas milik Santi. Jauh lebih bagus dibandingkan baju yang selama ini dia pakai. 

Dia merapikan berulang kali agar tidak membuat Santi malu. Setelah selesai, Geva menggunakan kendaraan umum berangkat ke kantor Geva, sudah lama sekali dia tidak pergi seperti ini sehingga jantungnya terasa tidak tenang. Selalu berdebar dan dia gelisah seakan semua orang sedang menatapnya. 

Setelah tiga puluh menit berlalu, akhirnya dia tiba di halte bis selanjutnya, dan berjalan untuk mencapai salah satu gedung tinggi di sini. 

White.Crop, setelah melihat itu di salah satu gedung yang dia tujuh di akhirnya berjalan masuk ke dalam gedung tersebut dan menuju ke pusat informasi. 

“Maaf bisa panggilan, Bu Santi?” ucap Geva sambil tersenyum. Wanita itu menatap Geva untuk beberapa detik baru dia bicara. 

“Ada urusan apa bertemu dengan Bu Santi?” tanyanya agak sinis. 

“Dokumennya tertinggal. Jangan lupa katakan kalau Geva kemari.” Geva sudah sering mendapatkan tatapan mata menghina jadi dia tidak ingin memikirkan tentang tatapan seorang wanita di depannya ini. 

Untungnya wanita tersebut mau memberitahu pada Santi tentang apa yang terjadi. 

“Geva!” Santi  buru-buru mendatanginya, dia melihat Geva dan menghembuskan napas. 

“Maaf aku menyusahkanmu, aku benar-benar melupakan membawa dokumen ini, hampir saja rapat segera dimulai dan aku dalam masalah.” Santi menarik napasnya sejenak, dia memegang tangan Geva. 

“Tidak apa, Mbak. Aku yang sangat merepotkan Mbak selama ini.” 

Santi menggelengkan kepalanya. Dia telah menganggap Geva adalah adiknya sendiri. Dia ingin kalau Geva hidup dengan bahagia tak bisa melalui keadaan ini dengan baik. Ketika dia menunjukkan kepeduliannya pada Geva, dia benar-benar melakukan hal itu. 

Dia sungguh peduli pada Geva. 

Tanpa mereka menyadari kalau interaksi mereka berdua di lobi perusahaan mendapatkan perhatian dari seseorang yang baru saja masuk.

Axton berhenti sejenak, dia memperhatikan mereka dengan tatapan mata yang bahkan tidak berkedip. 

Bruk!

Asistennya yang sejak tadi sangat serius membaca dokumen menabrak punggungnya, wajahnya menjadi pucat karena tahu dia pasti akan mati sebentar lagi. 

“Siapa dia?” tanya Axton pada Egar, membuat Egar kebingungan. 

Melihat sorot mata Axton, akhirnya dia memahaminya. “Itu Santi dari bagian asisten pembantu, Tuan Axton.” 

“Wanita di sebelahnya?” tanyanya lagi. Tatapan matanya tidak lepas dari Geva yang sedang bicara dengan Santi.

“Eh ....” Egar kebingungan menjawabnya. “Mungkin kenalannya, Tuan Axton.” 

“Memangnya aku tahu segalanya?” keluh Egar di dalam hatinya. 

"Cari tahu tentang wanita itu dan panggil Santi ke ruanganku." Axton kemudian berjalan meninggalkan tempat itu seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya. 

Di dalam hatinya dia ingat sekali pertemuan mereka. Dia selalu ingat wajahnya, tapi tidak dengan namanya. Wanita yang seperti malaikat baginya, ini adalah saatnya dia membalas apa yang dia dapatkan 8 tahun lalu. 

Senyum kecil muncul di wajahnya yang dingin, membuat orang-orang yang melihatnya terpesona.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status