Share

Bab. 3

Author: Lionel Lussy
last update Last Updated: 2025-03-16 15:39:37

Pak Will. Dengan gerakan cepat mendorong pintu itu, ia melangkah masuk dengan wajah penuh cemas. 

Dan memindai ruangan itu, tapi tidak melihat apapun atau siapa pun di sana selain Roura yang berdiri dengan napas memburu.

“Mana orangnya?!” tanya Pak Will mendesak.

Roura masih terengah-engah, langsung menunjuk ke samping, ke arah tempat Sion berdiri beberapa detik yang lalu. 

“Dia ada di sana!”

Pak Will menoleh ke arah yang ditunjuk, tetapi ruang itu kosong. Tidak ada siapa pun yang bisa ia lihat.

Roura juga segera menoleh ke arah yang sama, ia terkejut mendapati Sion sudah tidak ada di sana. Hanya udara kosong yang menyambut tatapannya.

Kini wajah Pak Wiil terlihat marah, ia menghela Nafas mencoba bersabar dengan sikap gadis ini.

“Roura? Apa kau sedang mencoba bercanda denganku? Karena ini sama sekali tidak lucu.”

“Tapi ... tapi tadi dia ada di sini!” jawab Roura panik, menunjuk ke ruang kosong itu lagi.

Pak Will menatapnya dengan tajam, menahan marahnya sekuat tenaga. Lalu pria ini memijat pelipisnya sendiri.

“Ya, Tuhan. Kau ini terlalu sering membantah dan sering bertingkah aneh. Jangan buat masalah lagi, Roura. Kalau kau tidak ingin bekerja, tinggal bilang. Aku akan mencari orang lain.”

Roura hanya terdiam, penuh dengan kebingungan, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya lagi. Karena Sion benar-benar menghilang. 

Roura sendiri sangat bingung, entah bagaimana, kehadirannya tadi terasa sangat nyata, tetapi sekarang tidak ada jejak yang bisa dibuktikan.

"Maafkan aku, pak Will!"

Wajah Roura penuh penyesalan, gadis ini hanya bisa menunduk dan tidak bisa membela diri lagi. Sementara Pak Will sekali lagi hanya bisa menggeleng kepala, tidak habis pikir dengan tingkah Roura.

“Sudahlah, sekarang cepat kembali bekerja.” 

Roura berdiri terdiam sejenak, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Dan Pak Will segera pergi meninggalkan Roura dalam kebingungannya sendiri

“Dasar gadis aneh.” 

Pak Will menggerutu sambil berjalan menjauh, dan Roura juga melangkah keluar dari kamar mandi, ia menghela napas panjang sebelum memulai pekerjaannya.

Hari ini terasa begitu melelahkan baginya, tubuh Roura serasa dirajam rasa letih. Namun, ia tetap menyunggingkan senyum kecil kepada beberapa pelanggan kafe yang datang. 

"Sudahlah, mungkin pria tadi hanya halusinasi ku saja." 

Ketika malam tiba, dengan langkah lelah Roura berjalan menuju halte bus. Saat sedang menunggu bus, ponselnya tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk terlihat, dengan setengah hati, ia membuka pesan dari ibu tirinya. 

"Roura, beli seekor bebek bakar untuk kakakmu. Awas jika kamu sampai lupa, maka jangan berharap bisa masuk rumah."

Pesan itu singkat, tetapi itu sebuah perintah yang harus dituruti. Roura mendesah panjang, menatap saldo di aplikasinya yang hanya cukup untuk membeli setengah ekor bebek. 

“Tentu saja, seperti biasa. Meminta macam-macam tapi tidak pernah memberikan uang,” ucap Roura.

Gadis ini berhenti di sebuah kios makanan untuk membeli setengah ekor bebek bakar. Ketika si penjual menyerahkan pesanannya, aroma lezat bebek bakar itu membuat perutnya yang kosong berbunyi pelan.

“Maaf, perutku. Tapi ini bukan untuk kita.” 

Roura kini sudah tiba di sebuah apartemen. Tempat yang sangat sederhana untuk ia tinggal bersama keluarganya, dengan biaya sewa yang paling murah di kota Mayro. Itupun Roura masih sering telat untuk membayar

Roura merogoh kantong celananya untuk mengambil kunci. Namun sebuah suara aneh terdengar dari arah pohon di dekatnya.

“Sstt! Hei, Roura!” 

Roura mendongak ke atas, matanya melebar karena terkejut, ketika melihat Sion duduk santai di atas salah satu cabang pohon. Ia melambaikan tangan dengan senyum lebar.

“Kamu?"

"Bagaimana mungkin kamu ada di atas sana?" tanya Roura bingung.

Sion hanya tertawa kecil, cukup lucu melihat ekspresi gadis itu yang terlihat ketakutan. 

"Pohon ini cukup nyaman. Bahkan lebih baik daripada apartemen sempitmu itu. Kau harus coba untuk pindah ke sini!” 

Sion menjawab sambil melambaikan tangan seperti anak kecil yang menemukan mainan baru.

“Turunlah, dasar aneh. Tetangga akan menganggap kau gila, jika kau tidur di atas pohon," ejek Roura lagi.

Roura terus saja mengomel pada Sion, ia meminta agar Sion segera pergi dari sana, atau setidaknya tidak mengganggunya lagi.

Mendengar keributan di luar, ibu tiri Roura yang bernama Martha segera membuka pintu. Seperti biasanya, wajahnya tidak pernah tersenyum, hanya kemarahan dan rasa tidak suka, yang ia tunjukkan pada Roura.

Di depan pintu, bu Martha sudah menunggu dengan bertolak pinggang. Rambutnya yang pirang disanggul rapi, tetapi ekspresi wajahnya seperti badai yang siap menghantam.

“Mana bebek bakarnya?” tanya Bu Martha.

Roura menyerahkan bungkusan kertas itu pada bu Martha, lalu segera melangkah masuk ke dalam rumah.

Martha segera menaruh bungkusan itu di atas meja, tapi ia langsung marah-marah begitu melihat isinya.

“Ini cuma setengah ekor bebek! Aku memintamu membeli seekor penuh. Kau bahkan tidak bisa mendengar permintaan sederhana!”

“Uangku hanya cukup untuk membeli setengah ekor, bu.” jawab Roura.

“Jangan membantahku, Roura. Aku sudah cukup sabar menghadapi tingkah lakumu itu! Kau selalu saja bodoh.” 

Tiba-tiba ayah Roura muncul dari ruang tamu, wajahnya memerah marah mendengar keributan yang terjadi di ruang tengah mereka. 

Mata pak Mike melotot pada Roura, padahal gadis itu adalah anak kandungnya. Pak Mike segera membentak Roura dengan kasar, membuat gadis itu terkejut.

“Roura? Tidak bisakah kau bicara dengan lebih sopan kepada ibumu? Dia sudah mengurus rumah ini, dan kau malah membuatnya marah.”

Roura mengepalkan tangan, mencoba menahan emosi. Kenapa selalu dia yang bersalah di mata ayahnya. Keluarga ini selalu meremehkannya, tidak pernah menghargai usahanya, bahkan tidak pernah peduli dengan setiap kesulitan Roura.

“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Ayah. Jika bu Martha ingin aku membeli sesuatu, setidaknya dia bisa memberikan aku uang untuk itu.”

“Jangan berdebat denganku, Roura. Kamu harus belajar menghormati ibumu.” bentak Pak Mike.

Roura sangat kesal dengan sikap ayahnya, merasa terpojok. Ia menunduk dan hanya bisa berjalan menuju kamarnya tanpa sepatah kata lagi.

 Roura melempar tas kerjanya ke sudut kamar, menghempaskan diri ke kasur, dan mendesah panjang. 

"Sialan, lelah sekali hidupku ini. Semuanya aku tanggung sendiri. Ibu ... Kenapa kau pergi begitu cepat? Meninggalkan aku sendirian bersama ayah yang egois itu? Dia hanya menyayangi istri dan anak barunya. Sedangkan aku, hanya sampah baginya." 

Roura mengeluh penuh frustrasi. Ia mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan beban hari yang terasa berat.

Setelah beberapa saat menenangkan diri, Roura bangkit dan melangkah ke kamar mandi. Ia menyalakan keran air hangat, membiarkan uap memenuhi ruangan kecil itu. Air mengalir di tubuhnya, membantu mengusir rasa lelah yang melekat.

Roura membungkus tubuhnya dengan handuk putih yang ia lilitkan dengan cepat. Rambutnya masih basah, meneteskan air ke lantai.

Tapi saat ia melangkah keluar dari kamar mandi.

"Aaah!" 

Roura tiba-tiba menjerit, langkahnya terhenti mendadak, ketika ia melihat sesuatu yang tak seharusnya ada di dalam kamarnya. 

Mata Roura melotot tidak percaya, jantungnya berdebar kencang, saat melihat seorang pria tengah duduk di tepi ranjangnya, mata pria itu menatap Roura yang hanya mengenakan handuk. "Bagaimana kau bisa masuk? Aku sudah mengunci pintu." 

Roura membentak marah, saat melihat Sion malah berbaring dengan santai, pria itu tersenyum lebar tanpa merasa berdosa.

"Ssstt! Berhentilah berteriak! Atau ayahmu akan marah lagi!" ucap Sion santai.

Roura bicara marah, sekaligus ketakutan. "Tapi bagaimana kamu bisa masuk ke kamarku? Apa orang tuaku sudah menjualku padamu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Hantu CEO   Bab 49

    Marco terbelalak, tubuhnya sedikit mundur tanpa sadar. "Apa maksudmu, Sion?" Sion tersenyum tipis, ekspresinya tetap tenang. Ia mengangkat sebuah flash disk berwarna hitam metalik dan menunjukkannya pada Marco.“Di sinilah semua jawabannya, Marco. Semua rahasia yang selama ini disembunyikan darimu, dariku, dari seluruh Robin Group.”Andrew langsung menatap flashdisk itu, wajahnya tampak pucat. Tangannya mengepal, seolah Sion sedang memegang sebuah bom waktu yang bisa menghancurkannya kapan saja. "Sion... Jangan gegabah. Apa pun yang ada di dalam flashdisk itu belum tentu bnear, mungkin itu hanya kesalahpahaman," ucap Andrew berusaha mengontrol situasi, tapi getaran dalam suaranya tidak bisa disembunyikan.Sion tertawa kecil. "Kesalahpahaman? Oh, Paman... Kau selalu pandai berbicara. Sayangnya, kali ini giliran aku yang berbicara—dan aku punya bukti."Sion melangkah maju dan menekan tombol di smartwatch-nya, mengaktifkan proyeksi hologram ke arah dinding ruangan. Cahaya biru berkedi

  • Pesona Hantu CEO   Bab 48

    Bab. 48Sion juga berpura-pura senang melihat kedatangan Andrew. Ia langsung memeluk Andrew dengan erat, seolah-olah dua kerabat yang telah lama terpisah dan kini akhirnya bertemu kembali."Oh, Sion! Aku sangat bahagia melihatmu! Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu lagi!" seru Andrew dengan suara penuh emosi.Sion tertawa kecil mendengar ucapan itu. Dia menepuk punggung pamannya dengan santai. "Benarkah kau bahagia, Paman? Tapi kenapa tubuhmu begitu dingin? Apakah kau sedang takut akan sesuatu?"Andrew merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Tubuhnya menegang, dan untuk sepersekian detik, matanya membulat penuh kewaspadaan. Di dalam hatinya, dia berbicara pada dirinya sendiri: 'Apakah Sion mengingat sesuatu saat dia menjadi arwah? Apakah benar kata Maxwell kalau arwah Elisa menyelamatkannya waktu itu? Jika dia ingat… habislah aku!'Sion memperhatikan ekspresi Andrew yang mulai berubah. Dia tersenyum lebih lebar dan menepuk pundak pamannya lagi. "Hei, Paman, apa yang sedang ka

  • Pesona Hantu CEO   Bab 47

    Bab 47Kini Sion berdiri di depan sebuah pintu baja berwarna hitam dengan panel digital bercahaya biru di sampingnya. Ini adalah ruang arsip digital Robin Group, salah satu tempat paling aman di gedung ini, dirancang untuk menyimpan semua data penting perusahaan dengan keamanan tingkat tinggi.Di samping pintu, sebuah layar pemindai sidik jari dan retina menyala, hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu—termasuk dirinya, sang CEO utama Robin Group. Selain itu, sistem ini juga memiliki penguncian biometrik ganda yang memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang bisa masuk.Beep!Sion menempelkan jarinya pada pemindai, dan layar segera memindai identitasnya."Identitas terverifikasi. Selamat datang kembali, Tuan Sion," suara otomatis terdengar, diiringi bunyi klik yang menandakan kunci terbuka.Pintu geser otomatis terbuka perlahan. Cahaya redup dari dalam ruangan langsung terlihat keluar, mengungkapkan interior futuristik dengan desain modern.Begitu melangkah masuk, Sion d

  • Pesona Hantu CEO   Bab 46

    Bab. 47Sion melangkah menuju lift dengan ekspresi tenang. Begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas, langkahnya yang tegap dan penuh percaya diri menarik perhatian banyak orang di sana. Para staf yang melihatnya membelalakkan mata, beberapa bahkan menutup mulut mereka karena terkejut. Bisik-bisik mulai terdengar di sepanjang koridor."Itu… itu Tuan Sion, bukan?""Tapi… bukankah dia sudah mati?""Kau benar, rapat dewan direksi kemarin menyetujui bahwa dia sudah mati... Tapi...""Tidak mungkin! Apa kita sedang bermimpi?" Suasana di lantai eksekutif tiba-tiba menjadi tegang dan dipenuhi bisik-bisik.Namun Sion tetap tenang dan melanjutkan langkah menuju ruangan CEO.Di ujung koridor, seorang pria dengan setelan rapi berdiri membeku. Marco. Dia menyipitkan mata, memastikan bahwa sosok yang berjalan mendekat itu bukan sekadar ilusi. Detik berikutnya, kedua matanya melebar dalam keterkejuta

  • Pesona Hantu CEO   Bab 45

    Bab 45Dalam Perjalanan Menuju Kantor Cabang Robin GroupSion mengendarai mobilnya dengan tenang, namun pikirannya terus melayang. Seharusnya dia langsung menuju kantor cabang Robin Group, tetapi entah kenapa, nalurinya membawanya untuk melewati kota Mayro terlebih dahulu. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang membuatnya ingin singgah sejenak.Sesampainya di kota Mayro, ia membelokkan mobilnya ke sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota. Kedai itu tampak sederhana, dengan papan kayu tua yang bertuliskan “Mayro Brew” di atas pintunya. Sion turun dari mobil, membuka pintu kaca kedai, dan masuk ke dalam.Begitu melangkah masuk, aroma kopi yang khas langsung menyergap hidungnya. Matanya segera mencari-cari seseorang di balik meja kasir. Namun, yang ia temukan hanyalah seorang pria tua dengan seragam kedai yang lusuh.“Selamat siang, Tuan. Apa Anda ingin memesan segelas kopi?” suara pria itu ramah. Ia menyapa pelanggan dengan baik.

  • Pesona Hantu CEO   Bab 44

    Bab. 44Di sisi lain...Andrew sedang mengadakan rapat penting dengan beberapa pengacara untuk membahas kelangsungan Robin Group. Ruangan itu dipenuhi atmosfer yang tegang. Beberapa dokumen tersusun rapi di meja panjang, dan semua orang yang hadir tampak serius mendengarkan setiap kata dari Andrew.Tiba-tiba, di luar ruangan, suara langkah cepat terdengar mendekat. Marco, dengan ekspresi penuh curiga, melangkah mendekati sekretaris pribadi Andrew."Ron, aku dengar dari petugas keamanan di depan. Apakah benar Ayah sedang mengadakan rapat dengan beberapa pengacara Robin Group?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.Ron mengangguk pelan, "Benar, Tuan Marco."Marco terdiam, pikirannya mulai dipenuhi pertanyaan. Kenapa tiba-tiba ada pertemuan ini? Yang lebih aneh, kenapa dia—putra Andrew sendiri—tidak diberitahu apa pun tentang rapat ini?"Tapi kenapa? Kenapa aku tidak dilibatkan dalam rapat ini?" tanya Marco.Ron menunduk sedikit, seolah mencari kata-kata yang tepat. Namun, keheningannya ju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status