Share

Bab 4

Author: Lionel Lussy
last update Last Updated: 2025-03-16 15:40:27

Roura segera mengambil kain sembarangan, untuk menutup tubuhnya lebih rapat. Ia melirik ke sekeliling kamar, mencoba mencari alasan masuk akal mengapa Sion bisa masuk ke dalam kamarnya.

Sion tertawa terbahak, melihat Roura yang ketakutan sambil menutup seluruh tubuhnya. Seolah Sion adalah penjahat yang akan merenggut kesucinnya.

"Hey, ayolah  ... Aku hanya ingin tidur di sini," jawab Sion tanpa rasa bersalah.

"Kurang ajar, kau tidak bisa sembarangan tidur di kamar ku! Apalagi kau lihat aku dalam keadaan seperti ini!"

Roura marah lagi, sementara Sion hanya mengangkat alis, sambil tertawa lagi. Pria ini berjalan mendekat ke arah Roura, membuat gadis itu agak ketakutan. 

Apalagi tubuh tegap Sion terlihat sangat kuat, pasti ia bisa menarik kain yang melilit tubuh Roura dengan mudah. 

"Tolong jangan tatap aku seperti itu, tuan!" pinta Roura.

"Seperti apa maksudmu, Roura? Aku hanya melihat seorang manusia yang habis mandi dan terlihat marah."

Roura berjalan mundur, sementara Sion terus berjalan mendekat ke arahnya. Sampai akhirnya gadis ini terpojok di dinding. Ia tidak bisa pergi lagi saat Sion mengurungnya dengan dua tangan.

"Keluar dari sini sekarang juga! Atau aku akan memanggil polisi!"

Sion tertawa kecil, mendengar ancaman Roura, ia malah semakin mendekatkan wajahnya, hingga bibir mereka nyaris bersentuhan.

"Oyah? Apa kamu bisa melakukan itu?" 

Suara berat Sion membuat Roura semakin ketakutan. Dalam pikiran gadis ini, ibu dan ayahnya mungkin sudah menjualnya pada Sion. 

Kini ia merasa dipaksa untuk melayani pria ini. Air mata Roura mulai jatuh karena ketakutan, membuat Sion menghentikan sikap jahilnya.

"Kau menangis? Hey, aku hanya bercanda," ucap Sion.

Roura membuka matanya, ia melihat Sion sudah menjauh dari tubuhnya. Dengan segera gadis ini mengusap air mata yang masih tersisa di pipi. Membuat Sion sedikit merasa bersalah.

"Baiklah, baiklah. Aku akan keluar untuk sekarang. Kau jangan menangis lagi, ok!" 

Sion berjalan melewati Roura, melambaikan tangan sejenak, dan menghilang begitu saja, seperti bayangan yang larut dalam malam.

Roura kembali terkejut dengan cara Sion menghilang, sampai ia memukul pipinya sendiri untuk memastikan ini bukan mimpi.

"Apa aku mulai gila? Bagaimana mungkin dia menghilang begitu saja? Oh Ya Tuhan, ada apa denganku?"

Setelah memastikan Sion sudah tidak ada di sana, akhirnya  Roura melemparkan handuk ke atas kasur dan buru-buru mengenakan pakaian.

Roura duduk di atas kasurnya, napasnya terengah-engah setelah kejadian yang mengacaukan pikirannya. 

Tangan yang lelah seolah tak mampu lagi menanggung beban, tapi ia melihat beberapa lembar kertas di atas meja. Kertas-kertas itu, adalah tumpukan surat tagihan listrik, dan apartemen. Membuat gadis ini menghela nafas dengan berat.

“Seperti biasa, ini adalah surat cinta untuk kita malam ini, Roura.” 

Gadis ini memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri, sebelum akhirnya meraih lembaran berikutnya. 

Tiba-tiba matanya melebar. Saat melihat sebuah foto lama, terlipat rapi di antara surat-surat itu. Foto dirinya bersama ibunya, keduanya tersenyum ceria. Mata Roura mulai kabur oleh air mata yang tidak bisa lagi ia tahan.

Tangannya gemetar, dan tanpa bisa dibendung lagi, tangisnya pun pecah. Semua rasa lelah, frustasi, dan beban hidup yang selama ini ia pendam seakan mengalir begitu saja. 

Ia menangis seperti tidak ada lagi harapan, seolah dunia ini terlalu keras baginya. "Ibu! Kenapa kau tidak membawaku pergi saja dari sini? Aku lelah, bu. Aku merindukan mu."

Roura memeluk foto itu, membayangkan tubuh hangat ibunya masih berada di sini. Khayalan itu mampu membuat bibir Roura tersenyum kecil, walaupun dekapan ini tidak nyata. Tapi  membayangkan wajah ibunya, itu sudah cukup untuk membuat gadis ini jauh lebih baik.

"Ibumu wanita yang cantik yah?" 

Suara itu datang begitu saja, terdengar lembut, namun penuh dengan penilaian yang aneh.

Roura menoleh dengan cepat, terkejut lagi saat melihat Sion tepat berada di belakangnya. Dengan wajahnya yang penuh ketenangan, pria itu tersenyum kecil.

"Kau!" 

Roura terkejut, matanya melebar penuh kebingungan dan kemarahan. Gadis ini kembali melihat ke arah pintu, tapi pintu kamarnya masih tertutup rapat. Jendela dan celah lainnya juga tidak terdengar terbuka.

"Bagaimana bisa kau masih di kamarku? Tadi kamu sembunyi dimana?" tanya Roura curiga.

Sion hanya mengangkat bahu, tampak tak terpengaruh dengan kemarahan Roura. 

"Aku tidak sembunyi, tadi aku pergi. Seperti ini." 

Tanpa peringatan, Sion menghilang begitu saja dari hadapan Roura. Tak ada suara langkah kaki, hanya keheningan yang menggantung di udara. 

Dan beberapa detik kemudian, suara Sion kembali terdengar, kali ini datang dari arah samping Roura, membuat Roura waspada. 

"Wah, tagihan listriknya murah sekali ya?"

Sion mengangkat kertas-kertas tagihan itu dengan santai, sambil kembali muncul di samping meja Roura.

Roura terperanjat, tubuhnya kaku seketika. Kini ia bisa melihat Sion datang dan pergi bagai angin, ini tidak masuk akal.

"Bagaimana kamu melakukan  itu? Apa kau bukan manusia? Kau ini  ... Hantu?" tebak Roura.

Sion tertawa kecil, tanpa mengindahkan pertanyaan Roura. Kini pria itu berjalan mengelilingi Roura dengan santai, menembus meja dan dinding seperti kabut yang tak tersentuh

"Kau bisa menganggap aku begitu, kalau itu membuatmu merasa lebih baik," kata Sion. 

"Tapi siapa kau?" Roura bertanya.

Sion hanya tersenyum, tanpa memberikan jawaban Ia kemudian menoleh ke arah televisi yang mendadak hidup dengan sendirinya, menampilkan gambar-gambar yang langsung menarik perhatian Roura.

Di layar kaca, sebuah berita muncul dengan latar belakang asap tebal yang mengepul, memperlihatkan gedung tinggi yang terbakar. Pembawa acara yang berpakaian rapi muncul dengan ekspresi serius di layar, suaranya tenang namun penuh penekanan.

(Kebakaran besar melanda gedung pusat Robin Group. Perusahaan yang dikenal sebagai salah satu perusahaan raksasa di dunia investasi, kini terancam goyah.  Pasar saham global kemungkinan akan mengalami gejolak hebat. Tapi yang lebih mengejutkan, CEO Robin Group, Sion Alexander Robin, dilaporkan hilang dalam peristiwa ini.)

Layar televisi menampilkan foto Sion dengan tegas. Roura mundur satu langkah, perasaan bingung semakin menguasai dirinya. Ketika televisi kembali mati begitu saja, udara terasa semakin senyap.

"Ya, itu namaku." Sion menjawab.

Roura jelas terkejut tidak percaya, bagaimana mungkin seorang CEO besar, yang merupakan orang penting di kota Mayro. Kini berdiri di kamarnya seorang diri, tanpa pengawalan sedikitpun.

"Tidak, kau tidak mungkin Tuan Sion? CEO Robin Group itu?" ucap Roura masih tidak percaya.

"Apakah kau buta? Kau tidak lihat foto besar dalam berita tadi? Itu aku." Sion menjawab lagi.

Roura menatap pria itu sejenak, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja ia terima. Memang sangat mirip, atau mungkin sama.

"Jadi  ...  Kau sudah mati? Lalu sekarang kau adalah hantu gentayangan?" tanya Roura.

Sion mengangkat bahu, tampak seolah tak peduli dengan ekspresi Roura yang ketakutan. 

"Entahlah. Tapi kalau aku sudah mati, kenapa aku tidak berada di alam baka? Kenapa aku masih berada di dunia ini, hal itulah yang membuat aku bingung," ucap Sion.

Roura tertawa kecil, meski tertinggal sedikit rasa takut dalam hatinya. Tapi kalau diperhatikan, hantu di depannya ini tidak menyeramkan sama sekali. Ia cukup tampan walaupun sangat menyebalkan.

"Mungkin karena kejahatanmu, alam baka tidak menerima kamu di sana. Membiarkan kamu terlunta-lunta di dunia," kata Roura.

Itu kalimat mengejek, membuat Sion memutar matanya dengan malas. 

"Ya terserah. Kalau kau mau menganggapku arwah penasaran, aku tidak akan menghentikanmu."

Roura menelan ludah, untuk meredam ketakutannya. Lalu gadis ini menunjuk ke arah pintu keluar.

"Kalau begitu, silakan keluar. Jangan ganggu aku lagi! Nikmati petualanganmu sebagai hantu jalanan yang menyebalkan."

Sion menatap pintu, lalu kembali menoleh ke Roura sambil menggeleng kepala, sikapnya seperti anak kecil yang menolak saat disuruh tidur. 

"Tidak! Aku tidak mau pergi dari sini," jawab Sion.

"Apa maksudmu 'tidak'? Kau harus pergi! Ini kamarku, dan aku tidak punya waktu untuk berteman dengan hantu."

Pria ini mendesah pelan, mendekati Roura seperti merengek pada ibunya. Sion meraih tangan Roura, karena hanya satu-satunya tubuh Roura yang bisa ia sentuh.

“Oh ayolah, Roura! Jangan jahat begitu kepada hantu malang ini, tolong bantulah aku,” pinta Sion.

“Pergi! Aku tidak ingin membantu hantu! Kau tau? Hidupku saja sudah sulit, jadi aku tidak ingin menambah masalah dengan mencampuri masalah mu!" Roura bicara dengan tegas.

Sion malah duduk dengan santai, bersandar pada nakas dengan senyuman yang aneh. Seolah tidak ada masalah apapun di sini.

"Kalau begitu aku tidak akan pergi. Aku akan terus mengganggumu, sampai orang-orang mengira kau ini sudah gila. Bagaimana pilihanmu?" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Hantu CEO   Bab 49

    Marco terbelalak, tubuhnya sedikit mundur tanpa sadar. "Apa maksudmu, Sion?" Sion tersenyum tipis, ekspresinya tetap tenang. Ia mengangkat sebuah flash disk berwarna hitam metalik dan menunjukkannya pada Marco.“Di sinilah semua jawabannya, Marco. Semua rahasia yang selama ini disembunyikan darimu, dariku, dari seluruh Robin Group.”Andrew langsung menatap flashdisk itu, wajahnya tampak pucat. Tangannya mengepal, seolah Sion sedang memegang sebuah bom waktu yang bisa menghancurkannya kapan saja. "Sion... Jangan gegabah. Apa pun yang ada di dalam flashdisk itu belum tentu bnear, mungkin itu hanya kesalahpahaman," ucap Andrew berusaha mengontrol situasi, tapi getaran dalam suaranya tidak bisa disembunyikan.Sion tertawa kecil. "Kesalahpahaman? Oh, Paman... Kau selalu pandai berbicara. Sayangnya, kali ini giliran aku yang berbicara—dan aku punya bukti."Sion melangkah maju dan menekan tombol di smartwatch-nya, mengaktifkan proyeksi hologram ke arah dinding ruangan. Cahaya biru berkedi

  • Pesona Hantu CEO   Bab 48

    Bab. 48Sion juga berpura-pura senang melihat kedatangan Andrew. Ia langsung memeluk Andrew dengan erat, seolah-olah dua kerabat yang telah lama terpisah dan kini akhirnya bertemu kembali."Oh, Sion! Aku sangat bahagia melihatmu! Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu lagi!" seru Andrew dengan suara penuh emosi.Sion tertawa kecil mendengar ucapan itu. Dia menepuk punggung pamannya dengan santai. "Benarkah kau bahagia, Paman? Tapi kenapa tubuhmu begitu dingin? Apakah kau sedang takut akan sesuatu?"Andrew merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Tubuhnya menegang, dan untuk sepersekian detik, matanya membulat penuh kewaspadaan. Di dalam hatinya, dia berbicara pada dirinya sendiri: 'Apakah Sion mengingat sesuatu saat dia menjadi arwah? Apakah benar kata Maxwell kalau arwah Elisa menyelamatkannya waktu itu? Jika dia ingat… habislah aku!'Sion memperhatikan ekspresi Andrew yang mulai berubah. Dia tersenyum lebih lebar dan menepuk pundak pamannya lagi. "Hei, Paman, apa yang sedang ka

  • Pesona Hantu CEO   Bab 47

    Bab 47Kini Sion berdiri di depan sebuah pintu baja berwarna hitam dengan panel digital bercahaya biru di sampingnya. Ini adalah ruang arsip digital Robin Group, salah satu tempat paling aman di gedung ini, dirancang untuk menyimpan semua data penting perusahaan dengan keamanan tingkat tinggi.Di samping pintu, sebuah layar pemindai sidik jari dan retina menyala, hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu—termasuk dirinya, sang CEO utama Robin Group. Selain itu, sistem ini juga memiliki penguncian biometrik ganda yang memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang bisa masuk.Beep!Sion menempelkan jarinya pada pemindai, dan layar segera memindai identitasnya."Identitas terverifikasi. Selamat datang kembali, Tuan Sion," suara otomatis terdengar, diiringi bunyi klik yang menandakan kunci terbuka.Pintu geser otomatis terbuka perlahan. Cahaya redup dari dalam ruangan langsung terlihat keluar, mengungkapkan interior futuristik dengan desain modern.Begitu melangkah masuk, Sion d

  • Pesona Hantu CEO   Bab 46

    Bab. 47Sion melangkah menuju lift dengan ekspresi tenang. Begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas, langkahnya yang tegap dan penuh percaya diri menarik perhatian banyak orang di sana. Para staf yang melihatnya membelalakkan mata, beberapa bahkan menutup mulut mereka karena terkejut. Bisik-bisik mulai terdengar di sepanjang koridor."Itu… itu Tuan Sion, bukan?""Tapi… bukankah dia sudah mati?""Kau benar, rapat dewan direksi kemarin menyetujui bahwa dia sudah mati... Tapi...""Tidak mungkin! Apa kita sedang bermimpi?" Suasana di lantai eksekutif tiba-tiba menjadi tegang dan dipenuhi bisik-bisik.Namun Sion tetap tenang dan melanjutkan langkah menuju ruangan CEO.Di ujung koridor, seorang pria dengan setelan rapi berdiri membeku. Marco. Dia menyipitkan mata, memastikan bahwa sosok yang berjalan mendekat itu bukan sekadar ilusi. Detik berikutnya, kedua matanya melebar dalam keterkejuta

  • Pesona Hantu CEO   Bab 45

    Bab 45Dalam Perjalanan Menuju Kantor Cabang Robin GroupSion mengendarai mobilnya dengan tenang, namun pikirannya terus melayang. Seharusnya dia langsung menuju kantor cabang Robin Group, tetapi entah kenapa, nalurinya membawanya untuk melewati kota Mayro terlebih dahulu. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang membuatnya ingin singgah sejenak.Sesampainya di kota Mayro, ia membelokkan mobilnya ke sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota. Kedai itu tampak sederhana, dengan papan kayu tua yang bertuliskan “Mayro Brew” di atas pintunya. Sion turun dari mobil, membuka pintu kaca kedai, dan masuk ke dalam.Begitu melangkah masuk, aroma kopi yang khas langsung menyergap hidungnya. Matanya segera mencari-cari seseorang di balik meja kasir. Namun, yang ia temukan hanyalah seorang pria tua dengan seragam kedai yang lusuh.“Selamat siang, Tuan. Apa Anda ingin memesan segelas kopi?” suara pria itu ramah. Ia menyapa pelanggan dengan baik.

  • Pesona Hantu CEO   Bab 44

    Bab. 44Di sisi lain...Andrew sedang mengadakan rapat penting dengan beberapa pengacara untuk membahas kelangsungan Robin Group. Ruangan itu dipenuhi atmosfer yang tegang. Beberapa dokumen tersusun rapi di meja panjang, dan semua orang yang hadir tampak serius mendengarkan setiap kata dari Andrew.Tiba-tiba, di luar ruangan, suara langkah cepat terdengar mendekat. Marco, dengan ekspresi penuh curiga, melangkah mendekati sekretaris pribadi Andrew."Ron, aku dengar dari petugas keamanan di depan. Apakah benar Ayah sedang mengadakan rapat dengan beberapa pengacara Robin Group?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.Ron mengangguk pelan, "Benar, Tuan Marco."Marco terdiam, pikirannya mulai dipenuhi pertanyaan. Kenapa tiba-tiba ada pertemuan ini? Yang lebih aneh, kenapa dia—putra Andrew sendiri—tidak diberitahu apa pun tentang rapat ini?"Tapi kenapa? Kenapa aku tidak dilibatkan dalam rapat ini?" tanya Marco.Ron menunduk sedikit, seolah mencari kata-kata yang tepat. Namun, keheningannya ju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status