Share

Ch. 5 Donor ASI

last update Last Updated: 2025-03-26 10:41:15

“Kamu sudah dapat calon donor ASI buat Sabrina?”

Pertanyaan sang mama tidak langsung mendapatkan jawaban dari Jonathan. 

Pikiran pria itu sedang ramai. Ada banyak hal-hal yang berkecamuk di kepalanya sekarang, bergantian dengan kepingan kabar buruk yang memporak-porandakan hidup Jonathan dalam waktu yang singkat. 

Salah satunya memang persoalan donor ASI untuk putrinya.

Bukan apa-apa, mencari donor ASI tidak semudah itu. Jonathan perlu memastikan calon pendonor memiliki anak yang usianya tidak jauh dari putri kecilnya, Sabrina. Selain itu dia harus melalui proses seleksi yang ketat. 

Jonathan tentu harus memastikan kesehatan calon pendonor ASI juga, makanan apa saja yang dia makan, dan banyak lagi. Belum kebersihan dan sterilisasi prosesi pumping dan pendistribusian ASIP sampai siap untuk dikonsumsi oleh Sabrina. 

Semua lebih rumit dibandingkan dengan proses menyusui secara langsung, otomatis membuatnya sakit kepala. 

Jonathan sendiri sudah berusaha keras mencari calon pendonor ASI, tapi belum kunjung menemukan yang pas.

Seandainya saja istrinya masih ada di sisi Jonathan, ia dan Sabrina tidak akan kesulitan seperti ini.

“Jo?”

“Masih dicari, Ma.” Akhirnya Jonathan memberikan jawaban. “Belum ketemu.”

“Mama juga akan cari-cari. Tapi kamu harus semangat ya. Demi anak kamu.” Reni, sang mama, kembali berucap. Menatap putranya dengan tatapan prihatin. 

Jonathan hanya mengangguk.

“Susunya bagaimana? Benar yang itu?” Reni kembali bertanya kemudian.

Mendengar itu, Jonathan  menarik paper bag yang dibawa wanita paruh baya itu. Dengan hati-hati, pria itu kemudian mengeluarkan sebuah susu dalam kemasan kotak warna putih, dengan tulisan cetak warna biru.

Itu bukan susu biasa, melainkan susu khusus untuk bayi prematur dan benar-benar hanya digunakan untuk kepentingan medis.

Ini adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh putrinya, Sabrina, sampai bayi mungil itu lulus dari NICU.

Akan lebih baik jika Sabrina mendapatkan ASI, tapi jika belum, susu inilah opsi terbaik.

“Benar, Ma,” sahut Jonathan. “Terima kasih banyak. Maaf jadinya merepotkan Mama. Lain kali minta tolong asisten aja, Ma."

Reni menghela napas, lalu mengusap punggung putranya dengan sikap keibuan.

"Kamu itu kayak sama siapa aja sih, Jo? Kamu itu anak Mama, Sabrina itu cucu mama, jadi ya udah kewajiban Mama untuk selalu ada buat kalian." Reni berucap. "Percayalah akan ada kebahagiaan yang diberikan oleh sang Pencipta untukmu dan Sabrina setelah semua ini berlalu, Jo. Doa mama tak pernah lepas untuk kalian."

"Amin, Ma," bisik Jonathan. Pria itu berusaha melepaskan bayangan istrinya yang masih menggelayuti hati dan pikirannya.

 ***

Jonathan melangkah menuju NICU, ia hanya mengangguk pelan ke arah para perawat dan koas yang kebetulan ada di nurse station. Mengunjungi Sabrina adalah agenda wajib Jonathan di sela-sela aktivitas pekerjaan. Sekadar menatap bayi dari balik kaca inkubator. 

"Tahu pasien Dokter Endah, kan? Sumpah, ya, aku gemes banget!"

Samar-samar obrolan itu terdengar oleh Jonathan. Namun, Jonathan tidak peduli, ia sibuk melepas sepatu dan melakukan beberapa prosedur sebelum melangkahkan kaki ke dalam. 

"Amit-amit, aku berdoa semoga nggak nemu tuh lakik model begitu. Mana ibunya spek dajjal!" 

“Beliau yang mukulin pasien sampai pendarahan lagi, kan? Duh, mertua kasar,” lanjut suara lain yang seketika membuat Jonathan yang tadinya hendak bangkit dari kursi, mengurungkan niat. 

Kenapa Jonathan seperti tidak asing dengan apa yang mereka bicarakan? 

"Iya! Aduh, amit-amit! Kalo aku jadi dia, aku balas pukul itu lakik sekalian ibunya. Halal! Mana dikatain dikatain kere lah, gembel lah, sama mereka berdua."

“Duh, sudah begini, nanti masih mau balik tinggal serumah sama manusia-manusia model begitu?”

“Nggak! Ini entah untung atau buntung, tapi pasien udah nggak bakal balik sama suaminya.” Jeda sejenak. “Soalnya dia ditalak!”

 "APA!?" sahut riuh suara itu. 

Jonathan yang tanpa sadar mendengarkan langsung tersentak. Pria itu seperti baru ingat kembali apa tujuannya datang kemari. 

Tanpa menunggu para perempuan itu menyelesaikan obrolan mereka, Jonathan bangkit dan melangkah ke dalam NICU. Berusaha tidak memikirkan apakah pasien yang dibicarakan oleh para perawat tersebut adalah orang yang sama dengan wanita yang ia tolong tempo hari. 

"Ah untung sekali kamu datang, Jo!"

Suara itu mengejutkan Jonathan, alisnya berkerut, ia hendak menyerahkan susu untuk persediaan Sabrina ketika sahabat sejawatnya, Ferdi, yang merupakan seorang dokter anak tampak begitu lega melihat kedatangan Jonathan. 

Dengan segera Jonathan meletakkan paper bag di atas meja, lalu menatap Ferdi dengan serius. Dokter anak di hadapannya itu adalah sosok yang bertanggungjawab atas perawatan Sabrina. 

Tiba-tiba ada ketakutan dalam hati Jonathan. 

"Ada apa? Putriku baik-baik saja, kan, Fer?" tanya Jonathan dengan raut wajah khawatir. 

Ferdi tersenyum, kepalanya terangguk cepat sebagai jawaban. “Tenang, putrimu baik-vaik saja,” jawabnya. Pria itu kemudian menarik sebuah kotak biru yang juga ada di atas meja, membuat Jonathan segera fokus cooler box di hadapannya. "Kamu butuh donor ASI buat Sabrina, kan? Nggak perlu susah nyari, Tuhan kirim sendiri langsung buat kamu sama Bina."

Kotak itu disodorkan pada Jonathan, membuat pria itu segera membuka kotak dan tertegun sesaat di tempatnya berdiri. 

Tangan Jonathan segera meraih satu kantong ASI dari sana. Isinya tidak banyak, tidak sampai 100 mili, namun warna dari cairan itu yang benar-benar membuat Jona tertegun. 

Cairan itu berwarna kuning hampir mendekati warna keju! Sebuah pertanda bahwa ini adalah ASI yang keluar pertama kali setelah seorang wanita melahirkan.

"Ini?" gumam Jonathan, kehilangan kata-kata. Pria tampan itu menatap Ferdi dengan tatapan tidak percaya. 

Ferdi mengangguk. “Bayinya meninggal, Jo,” ucap Ferdi, sekaligus menjawab semua rasa penasaran Jonathan. 

Jonathan mengangguk. 

Pandangannya kemudian kembali jatuh pada kantong ASI di tangan. 

"Dia tidak punya riwayat penyakit berat, bukan perokok, pecandu dan lain-lain,” tutur Ferdi kemudian. “Pemeriksaan sehat secara jasmani. Hasil screening-nya bagus. Mungkin kamu bisa temui dia untuk meminta tolong jadi pendonor ASI buat Sabrina."

Kalimat itu membuat Jonathan mengangkat wajah, mengalihkan pandangannya dari kantong ASI ke sejawatnya dari bagian anak itu. 

"Dia ada di mana, Fer? Siapa namanya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ulum
baru baca udh bikin mewek.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 150 Nambah!

    "Lain kali nggak boleh ah ngomong gitu sama abang, Yang."Asha menoleh, ia menatap Jonathan yang nampak tengah memandanginya dengan sorot mata serius. Asha tersenyum, seketika kantuknya hilang! "Takutnya kesinggung bang Danan, aku jadi nggak enak, kan?""Kenapa nggak enak segala? Aku sama dia dari dulu begitu, kok. Jangan kaget begitu!" kilah Asha yang membuat Jonathan meraih dan menggenggam erat tangan sang istri. "Ya tapi tetep nggak enak, Yang. Mukanya langsung berubah gitu tadi." bagaimana pun, Jonathan yang merasa sungkan. "Iya deh. Nggak lagi kalo gitu." Asha menyerah, entah mengapa rasanya untuk saat ini ia enggan berdebat panjang lebar dengan Jonathan. Mendengar itu, Jonathan tersenyum, ia makin erat menggenggam tangan Asha, sementara Asha, ia terlempar pada momen saat Danan membisiki telinganya tadi. 'Mau tahu orang yang nggak cuma pinter menasihati orang doang?''Arah jam tiga dari tempat kamu berdiri, gendong anak, nenteng koper. Udah tahu siapa dia, kan?''Sebagai lak

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 149 Safe Flight

    "Kak Jo pulang?"Danan mengangguk, ia segera memakai seat belt dan membawa mobil milik papanya. "Kalian buru-buru amat sih? Nggak pengen jalan-jalan dulu? Baru sehari doang!" protes Danan yang segera membawa mobil itu pergi. "Ada meeting penting, Bang. Beneran nggak bisa diwakilin." Jonathan dengan segera menjawab, yang langsung direspon dengan senyum getir oleh Danan. "Ya aku paham sih, Jo. Sering ngalamin juga." sahutnya santai. Jonathan tidak menjawab, ia hanya tertawa kecil, menatap sekeliling dari kaca mobil. Sementara Asha, matanya sudah lengket, ia sedari tadi terus menguap, mencoba menyuarakan apa yang dia rasa tanpa harus berbicara. "Hadiah kalian gimana? Mau kemana?" kejar Danan nampak penasaran. Jonathan menoleh ke belakang, melihat Asha yang sudah dalam kondisi setengah sadar, membuat ia tersenyum dan kembali fokus ke depan. "Pokoknya aku ngikut yang di belakang, Bang. Dia mau kemana aku ngikut aja nanti. Abang bahas sama dia aja, ya?"Danan mengangguk pasrah. Ia su

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 148 Cemara

    "Kalian serius mau balik sekarang?"Diana memburu langkah Asha, nampak wajahnya masih menyiratkan keterkejutan. Asha hanya mengangguk pelan, ia menurunkan Sabrina, membiarkan bayi itu melangkah ke sana kemari selagi ia merapikan koper."Kamu itu, kayak rumah mamamu cuma naik motor tiga puluh menit sampai aja!" omel Diana gemas. "Tunda, balik lusa aja!" titah Diana yang langsung membuat Asha menoleh. "Maa ... mas Jo ada meeting penting yang nggak bisa diwakilkan. Dia kudu ada besok siang." jawab Asha dengan wajah mencebik. "Yaudah suruh Jo pulang sendiri aja! Kalian nanti pulangnya." usul Diana yang langsung membuat Asha terkekeh. "Mana mau dia, Ma!" ucap Asha singkat. "Berangkat sepaket, pulang juga kudu sepaket."Diana mendengus, namun ia tidak membantah, ia malah menghampiri Sabrina, mengawasi bayi yang lagi senang-senangnya melangkah ke sana lemari. "Kalian punya hutang papa empat cucu perempuan, Sha. Jangan lama-lama, takut uring-uringan papamu nanti."Gerak tangan Asha terhen

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 147 Asa

    "Halo!"Joana tersenyum, ia segera bangkit menyambut adik iparnya itu. Joana merentangkan tangan, menyambut Asha dalam pelukannya. "Kenapa repot-repot segala sih, Sha?"Asha segera menggeleng cepat, "Tidak ada yang repot."Joana terkesan, ia beralih pada lelaki yang kini resmi menjadi bagian keluarganya juga."Duduk dulu, Jo!" sapa Joana sedikit kikuk, ia belum terlalu mengenal lelaki ini. Beruntung mereka datang bersama Danan, jadinya Joana bisa fokus menemani Asha mengobrol. Bisa dia lihat Asha sudah duduk di samping ranjang Abra, ia nampak menggoda keponakannya itu, membuat wajah Abra berubah cerah dengan tawa lepas. "Sabrina mana, Sha?" tanya Joana yang kini berdiri di sebelah kursi Asha. "Dijagain mama, Kak. Itulah kenapa kita cuma datang berdua. Nanti gantian papa sama mama ke sini kalo kami balik." jawab Asha beralih menatap Joana. "Kamu ada bayi, malah repot-repot sampai sini sih? Abra baik-baik aja, Sha. Do'ain cepet pulang, pulih dan--""Dan bisa main bola lagi, Tante!"

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 146 Obrolan Dewasa

    "Ada apa, Bang?"Jonathan melirik Danan, mereka duduk di kursi yang ada di pinggir kolam renang. Danan tidak langsung menjawab ia malah menghela napas panjang sembari merogoh saku. "Abang sambil merokok boleh, kan?" izinnya setelah bungkus rokok beserta korek sudah ada di atas meja. Jonathan mengangguk pelan, membuat Danan segera mengambil dan menyulut sebatang rokok. "Kamu beneran nggak merokok, Jo?" tanya Danan setelah menghembuskan asap rokok ke udara. "Dulu sekali pernah, Bang. Waktu SMP kali, ya? Sekarang udah nggak lagi." jawab Jonathan jujur. "Baguslah, Jo. Do'akan abangmu ini bisa berhenti juga." ucap Danan dengan senyum kecut. Jonathan tidak menanggapi, ia tahu ada hal yang lebih penting dari pembahasan soal rokok yang hendak Danan bicarakan padanya. Ia diam menantikan Danan bicara, entah mengapa, Jonathan yakin ini ada hubungannya dengan perubahan mimik wajah Danan saat di mobil tadi dan ... Jonathan menghela napas panjang, apakah ini ada hubungannya dengan adik iparny

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 145 Sambutan Hangat

    "Minta bikinin rumah sakit buat hadiah, Mas! Mayan nih punya rumah sakit sendiri."Seketika Danan membelalakkan mata, ia menatap Asha dari kaca mobil, nampak wajah itu tengah nyengir lebar dengan muka yang sangat menyebalkan.Sementara Danan membelalak, Jonathan malah terkikik di jok tempatnya duduk. Jauh di lubuk hati terdalamnya, ia setuju dengan usul istrinya. Siapa yang tidak ingin punya rumah sakit sendiri? Perihal saham di rumah sakit itu, biar papanya yang urus yang penting Jonathan punya rumah sakitnya sendiri. "Dikira bikin rumah sakit cukup satu-dua M apa? Kamu mau ngegorok leher abangmu sendiri?" gerutu Danan dengan wajah masam. Tawa Asha pecah, namun masih dia kondisikan agar bayi dalam gendongannya tidak terganggu atau bahkan sampai terbangun. Muka masam Danan berhiaskan senyum kecut sekarang, ia melirik Jonathan, hanya sekilas karena fokusnya kembali ke jalanan. "Setuju nih sama usul istrimu? Bunuh aja abangmu ini, Jo!" kelakar Danan yang membuat suasana dalam mobil t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status