Share

Ch. 7 Sabrina

Penulis: Selfie Hurtness
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-07 16:07:28

“Sebentar, Dok–”

“Jadilah ibu susu untuk putri saya.”

Asha berkedip. Setelah uraian panjang lebar yang tidak baik untuk kewarasannya itu, akhirnya Asha mendapatkan inti ucapan Jonathan.

“Ibu susu?” tanya Asha, meyakinkan pendengarannya.

Jonathan mengangguk. "Saya butuh ASI kamu, Nona Asha. ASI seperti yang kamu sumbangkan untuk NICU," ujar Jonathan. “Bayi saya lahir prematur. Kurang bulan, kurang berat badan. Jadi sangat butuh ASI."

"Apakah … ASI ibunya tidak keluar, Dok?” tanya Asha hati-hati.

Jonathan tersenyum getir. “Tidak akan pernah keluar sampai kapan pun,” jawab pria itu pelan, membuat Asha kembali bingung. Apalagi, wanita itu lalu melihat sepasang mata Jonathan berkaca-kaca seperti tengah menahan tangis, sebelum kemudian menunduk.

"Istri saya kecelakaan,” jelas Jonathan kemudian, setelah diam selama beberapa saat. “Hanya bayi kami yang selamat.”

Jonathan mengangkat wajahnya, ia mendapati wajah itu tercengang dengan mulut terbuka yang segera ditutupi dengan tangan. Jonathan menghela napas panjang, berusaha tegar meskipun jujur ia tidak sekuat itu. 

"Jadi bagaimana, Nona Asha? Apakah kamu mau membantu saya?"

***

'... Kamu akan dapat fasilitas full dari saya. Tempat tinggal, makanan yang bergizi penuh, vitamin, perawatan kamu bahkan saya akan kasih kamu gaji tiap bulan.'

Segala macam penawaran yang diberikan Jonathan tadi masih terngiang di telinga Asha. Entah ini sebuah kebetulan atau tidak, di saat Asha sudah tidak punya sepeserpun uang dan tidak tahu harus tinggal di mana, lelaki itu datang memberinya penawaran yang cukup menjanjikan. Jangan lupa, semua biaya rumah sakit Asha, Jonathan yang akan membayarnya! 

Tugas Asha hanya menyusui bayi Jonathan yang masih harus dirawat intensif di NICU karena lahir prematur, menyusui bayi itu hingga lepas masa ASI. 

Sejenak Asha menghela napas panjang. Ia pikir hanya dia seorang yang nasibnya begitu buruk. Rupanya dokter itu juga sama. 

Jonathan harus kehilangan istri untuk selamanya. Meninggalkan dia bersama bayi mereka yang kondisinya begitu memprihatinkan. 

“Berat badannya masih sangat kurang, Nona Asha. Sudah disuntik pematangan paru dan lain sebagainya. Ia sangat butuh ASI mengingat kandungan ASI yang paling mudah dicerna untuk bayi prematur seperti itu. Untuk itu, saya sangat berharap kamu bisa membantu saya. Tolong anak saya.”

Asha masih ingat bagaimana Jonathan sekuat tenaga menahan tangis ketika memohon padanya tadi. Membuat air mata Asha ikut menitik seolah paham sekali bagaimana perasaan bapak satu anak itu. 

Bagaimana tidak? Asha juga baru saja kehilangan dan rasanya memang sesakit itu. Jonathan mungkin tengah dilanda rasa khawatir dan ketakutan setiap waktu, memikirkan bagaimana jika ia harus kehilangan bayinya juga ….

“Segala keperluan dan kebutuhan kamu saya tanggung, sampai nanti Sabrina berumur dua tahun, setiap bulan kamu akan dapat gaji diluar keperluan dan kebutuhan kamu.”

Bukan karena fasilitas-fasilitas itu Asha lantas setuju menerima tawaran Jonathan, melainkan karena Asha juga ingin merasakan bagaimana rasanya menimang bayi setelah bersusah-payah hamil selama sembilan bulan, meskipun itu bukan anak kandungnya, setidaknya Asha bisa mengobati kehilangan yang dia rasakan. 

"Nona Asha, ini saya bawakan perlengkapan pumping dan lain-lain. Kamu sudah makan? Atau pengen makan apa? Kamu ada alergi sesuatu?"

Entah kapan datangnya, Jonathan sudah muncul dengan cooler bag di tangan. Asha terkejut, ia tersebut sembari menggeleng perlahan. 

"Saya tidak ada alergi makanan sih, Dok. Aman kok. Ini juga belum lapar."

Jonathan menggeleng. "Sebentar lagi ada katering gizi mengirim makanan dan camilan buat kamu. Untuk dua tahun, tolong jaga makanan kamu,” ucap pria itu. “Akan saya pantau nanti. Ya?”

Asha kembali dibuat terkejut, namun ia hanya tersenyum sembari mengangguk pelan. 

Memang ini semua untuk putri kecil Jonathan, tapi tak urung, hal itu membuat Asha berpikir. Mengingat ketika ia hamil. Dimas pun tidak seperhatian ini padanya serta pada bayi yang dikandungnya.

Jika saja–

Ah, sudahlah. Mengingat itu hanya menambah sakit di hati Asha.

"Nanti begitu infus habis, sudah boleh dilepas. Kamu bisa ikut saya lihat Sabrina di NICU."

Fokus Asha kembali ke masa kini saat mendengar ucapan Jonathan. Mata Asha membulat, ia mendadak sangat antusias. 

"Bener, Dok? Nanti boleh saya gendong?"

“Tentu, kalau dia sudah bisa lepas dari alat bantu tapi. Untuk sekarang, ia masih harus dibantu dengan alat.”

Asha tertegun, mendengar jawaban Jonathan spontan kepalanya terangguk pelan sebagai tanda mengerti. Jonathan tidak banyak bicara lagi, ia melangkahkan kaki meninggalkan Asha, membuat Asha bergegas mengikuti langkah lelaki itu. 

Tidak ada percakapan yang terjadi, sampai kemudian mereka sampai di depan pintu ruangan itu. 

“Lepas dan ganti alas kakimu, cuci tangan bersih-bersih dan jangan lupa, gown yang disediakan di dalam lengkap dengan nurse cap dan masker harus kamu kenakan!” titah Jonathan tanpa menoleh. 

Asha melakukan perintah itu dengan baik, hingga kemudian mereka sampai di depan inkubator yang ada di paling ujung. 

"Perkenalkan ... ini Sabrina."

Asha melirik lelaki itu sekilas saat mendengar getar dalam suara maskulin Jonathan. Hanya sesaat, sebelum kemudian matanya fokus pada bayi kecil dalam inkubator. Di tubuh kecil itu tertempel beberapa alat medis, sebuah pemandangan yang makin membuat Asha yakin atas keputusannya untuk membantu Jonathan dengan menjadi ibu susu dari bayi malang ini. 

"Kemungkinan dia masih harus dalam perawatan intensif sampai mungkin satu bulan, bisa lebih, sampai intinya dia siap keluar dengan kondisi yang prima tentunya." jelas Jonathan tanpa Asha minta. 

"Saya akan lakukan tugas saya sebaik mungkin, Dokter," bisik Asha tanpa melepaskan pandangan dari inkubator.

Jonathan tersenyum, ia menoleh dan menatap Asha yang masih berdiri memandangi Sabrina di dalam sana. Wajah itu nampak sumringah, padahal bukan bayinya yang ada di dalam sana. Jonathan berharap, bahwa Asha bisa membantunya merawat Sabrina dengan baik, setidaknya sampai waktu dua tahun seperti perjanjian awal mereka. 

"Oh ya, saya sudah sewa kamar perawatan VIP buat kamu.”

Asha terkesiap.

Kamar VIP … bukannya mahal sekali?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Made Suyanti
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 160 Bahagia (END)

    Asha tersenyum menahan tangis ketika Jonathan dan beberapa perawat membantu mendorong bednya keluar dari ruang operasi. Nata, papanya, segera bangkit dan memburu bed yang didorong itu. Tangan Nata segera meraih tangan Asha, menggenggam tangan itu erat-erat dengan air mata berderai.Asha melirik sekeliling, ada Sabrina yang nampak menahan tangis dalam gendongan Reni. Sementara yang lain ikut melangkah mengikuti kemana bed didorong. Tidak ada pertanyaan ataupun percakapan selama bed itu didorong keluar dari OK, semua diam menahan tangis sampai kemudian masuk ke dalam kamar inap Asha yang sudah dihias dengan bunga dan balon-balon bernuasa pink-putih. "Gimana, Sayang? Pengen makan apa?" tanya Nata begitu bed Asha sudah diposisikan. "Asha belum boleh makan, Pa. Masih nanti jam dua." jawab Jonathan setelah membentulkan selang infus Asha. "Begitu? Nanti bilang papa pengen makan apa, Sha. Apapun bakalan papa berikan, nggak ada pantangan, kan?" cecar Nata tak sabar. Asha hanya tersenyum

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 159 Bahagia

    "Nggak lihat adek?"Asha masih belum beranjak, ia merasakan sejak tadi ada benda aneh yang terasa menembus kulit. Tidak sakit, tapi pergerakan benda itu bisa Asha rasakan. "Terus kamu sama siapa?" tanya suara itu lirih. Asha tersenyum, pandangannya jelas tapi Asha merasa separuh tubuhnya seperti ada di tempat lain. Asha memejamkan mata, berusaha menyakinkan dirinya sendiri bahwa kini, setelah drama panjang dan menyakitkan dalam hidup Asha, ia bisa merengkuh darah dagingnya sendiri. "Kalau pengen bobo, bobo aja, Sayang. Aku tetep di sini, temenin kamu sampai dibawa keluar nanti." gumam Jonathan yang membuat Asha kembali membuka mata. "Nggak pengen liat adek?" kembali itu yang Asha tanyakan. Pasalnya, setelah bayi itu diperlihatkan dan ditaruh ke atas dada Asha tadi, Jonathan belum beranjak dari sisinya sama sekali. "Tadi udah liat, udah cium juga." jawab Jonathan sembari mengusap dahi Asha dengan lembut. "Lagipula dia udah aman sama perawat neonstusnya, sama kakek-neneknya mungki

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 158 Baby Lauching

    "Sini bangun, duduk dulu!" Jonathan sudah lengkap dengan setelan scrub, masker dan perlengkapan yang lain, berdiri di sisi meja operasi, membantu Asha bangun dan duduk di sana. "Seperti yang tadi dok Revi info ke kamu, habis ini kamu bakalan di anestesi sama beliau, duduk tegap, jangan tegang, gerak sedikitpun, oke?" ucap Jonathan yang hanya bisa Asha lihat sorot matanya itu. Asha menangguk pelan, ruangan ini cukup dingin dan dia hanya memakai selapis baju. Jonathan merentangkan kedua tengah, kode yang biasa dia beri kalau dia minta dipeluk. Kening Asha berkerut, ia hendak bertanya ketika Jonathan lebih dulu menariknya dengan lembut dan memeluknya. "Dok Rev udah ke sini, rileks aja, oke?" bisik Jonathan lirih. "Langsung ini, Dok?" tanya lelaki itu pada Jonathan. "Iya, langsung aja. Saya pengangin ini." Jonathan melirik Asha, ia tahu istrinya itu sedang takut. "Rileks, jangan takut, aku di sini, sama kamu, temenin kamu." bisiknya lagi. Asha mengangguk pasrah, terlebih ketika Jon

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 157 Detik-detik

    "Mas aku takut!" desis Asha begitu mereka masuk ke dalam mobil. Jonatan batal memakai sabuknya, ia memilih untuk mengusap puncak kepala Asha dan menciumnya dengan lembut. "Kamu lupa kalau punya aku, Sayang?" bisik Jonatan lirih, dengan sangat mesra. "Kalau bisa dipindah, aku pengen sakit selama hamil dan melahirkan nanti, dipindah aja ke aku.""Tapi mana bisa, Mas!" protes Asha dengan mimik takut dan gemas yang membaur menjadi satu. "Nah oleh karena itu, aku janji kan sama kamu kalo aku nggak bakalan biarin kamu sendirisn?" Asha tersenyum, sorot mata itu begitu teduh dan lembut, membuai Asha sampai semua rasa takutnya hilang. "Nggak lupa kan karena tidak dapat ACC operasi kamu harus rela kehilangan Bintang dulu. Jadi sekarang aku ACC, jadi jangan takut, oke?" tangan Jonatan meremas-remas tangan Asha dengan lembut, membuat mata Asha memerah lalu mengangguk perlahan. "Sekarang kita pulang dulu, kabari mama dan yang lain-lain. Kamu istirahat aja, sisanya aku yang urus."Ketakutan y

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 156 Tanda Tanya

    "Nah, kan? Aku bilang juga apa? Malu-malu dia, Pa!"Mereka sudah keluar dari ruang praktek dokter Jeremi yang ada di rumah. Memang ada dokter kandungan buka di hari Minggu? Kalau bulan Jonathan yang minta, belum tentu dokter kandungan itu mau diganggu hari liburnya. Dan sama seperti yang diminta oleh Jonathan, jawaban dokter itu 11-12 mirip dengan jawaban Asha ketika ditanya perihal gender bayi yang ada di perutnya. "Kok bisa, ya?" desis Nata heran. Untung saja papa dan mama Asha bukan dokter, jadi meskipun ikut masuk dan liat layar monitor, mereka tidak bisa membaca hasil yang ada di sana tak peduli mesin USG canggih sekalipun.Untungnya lagi, janin Asha seperti pro dengan bapak-ibunya, kakinya dengan jelas terlihat dilayar menutupi area kelamin, membuat kakek-nenek yang jauh-jauh datang sedikit kecewa. "Kira-kira yang bikin selalu ketutupan itu apa sih, Jo?" tanya Nata pada Jonathan yang tengah menyetir si sebelahnya. "Banyak hal sih, Pa. Yang jelas posisi dan gerakan janin juga

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 155 Tamu Tiba-tiba

    "Seriusan ini kalian periksa belum kelihatan?"Asha tentu langsung melotot, ia menatap mamanya yang mendadak sekali muncul bersama papa Asha di depan rumah tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Asha buru-buru menelan makanannya, meneguk minuman yang ada di gelas dan menjawab pertanyaan itu. "Mama sama papa jauh-jauh ke sini, nyebrang pulau tanpa ngasih kabar dulu cuma buat nanyain itu?" sungguh Asha begitu terkejut. "Siapa suruh ditanya nggak pernah mau jawab?" kini Nata bersuara, ia menatap Asha yang tengah menikmati kudapan di halaman belakang rumahnya m"Masalahnya tiap dibawa USG ketutupan mulu, Pa. Posisinya nggak pas jadi nggak bisa kelihatan!" sebuah jawaban template yang sudah Jonathan briefing kan padanya jika ada yang menanyakan jenis kelamin janin mereka. Nata nampak menghela napas panjang, bisa Asha liat papanya itu begitu ingin punya cucu perempuan. Sementara Diana, ia terus menatap perut Asha yang sudah menyembul, nampak memperhatikan perut itu dengan saksama selama be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status