Share

Bab 49

Penulis: Tama Fernandez
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-19 13:55:10

Kamar VIP itu jauh lebih nyaman dinding berwarna krem lembut, jendela besar yang menghadap taman rumah sakit, sofa panjang untuk keluarga, dan televisi kecil di sudut ruangan. Tapi kenyamanan fisik tidak mengurangi ketegangan yang mengisi setiap sudut ruang itu.

Kriiiet...

Pintu kamar terbuka. Keluarga besar Pak Arman mulai berdatangan—adik-adiknya, sepupu-sepupu, keponakan, bahkan beberapa rekan kerja yang mendengar kabar. Mereka membawa bunga, buah-buahan dalam keranjang, dan doa-doa tulus. Ruangan yang tadinya sunyi kini dipenuhi suara obrolan, tawa kecil yang dipaksakan, dan kehangatan yang terasa sedikit terlalu ramai.

Sheilla tidak pernah meninggalkan sisi Arman. Ia duduk di kursi samping ranjang dengan posisi yang sama selama berjam-jam—tangan memegang tangan suaminya, mata sesekali melirik monitor, memastikan semuanya baik-baik saja. Rambutnya diikat asal, wajahnya pucat tanpa riasan, mata sembab dari kurang tidur.

Arman menatap istrinya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 94

    Sore itu Gilbert duduk di kafe langganannya dekat kampus, laptop terbuka dengan beberapa file editing foto yang sedang ia kerjakan. Ia sengaja datang lebih awal untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum bertemu Kevin yang tadi pagi tiba-tiba mengajaknya ngopi.Ponselnya bergetar. Pesan dari Kevin:Gue udah sampai parkiran. Sebentar lagi masuk.Gilbert membalas dengan emoji jempol, lalu kembali fokus pada layar.Beberapa menit kemudian, pintu kafe terbuka. Kevin masuk dengan senyum lebar yang entah kenapa terlihat… mencurigakan. Dan di sampingnya, berjalan seorang perempuan muda yang jelas lebih muda dari mereka.Gilbert mengerutkan kening. Dia tidak ingat Kevin bilang akan membawa orang lain.“Bro! Sorry lama!”Kevin menghampirinya dengan antusias berlebihan, dan perempuan muda itu mengikuti dengan langkah sedikit gugup.Gilbert berdiri sopan, menutup laptop.“Tidak apa-apa. Gue juga baru sampai.”Lalu dia melirik ke perempuan yang berdiri di samping Kevin dengan canggung. Tingginya sekit

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 93

    Kampus Universitas Parahyangan di sore hari biasanya ramai dengan mahasiswa yang keluar masuk gedung fakultas. Gilbert baru saja selesai bertemu dengan Profesor Hendra untuk finalisasi tugas akhirnya. Ia berjalan menuju parkiran dengan tas ransel di punggung dan ponsel di tangan, tersenyum membaca pesan dari Sheilla.“Bro! Gilbert!”Suara familiar memanggilnya dari sisi kanan. Gilbert menoleh dan melihat Kevin berlari kecil menghampirinya dengan senyum lebar.Kevin Hartanto. Teman satu angkatan sekaligus teman dekat Seta. Tinggi, berpostur atletis, selalu memakai snapback dan hoodie meskipun cuaca panas.“Kevin! Lama nggak ketemu.”Gilbert tersenyum, berhenti dan menunggu Kevin sampai.“Iya! Lu ke mana aja, bro? Udah seminggu nggak kelihatan. Group chat juga lu jarang reply. Gue pikir lu menghilang dari muka bumi.”Nada Kevin bercanda, tapi jelas ada kekhawatiran di baliknya.Gilbert menggaruk tengkuk, mencari alasan yang masuk akal.“Sibuk di studio, Kev. Lagi banyak project. Client

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   bab 92

    Apartemen Sheilla dipenuhi aroma masakan Italia yang harum. Sheilla sibuk di dapur menyiapkan makan malam, sementara Gilbert membantu menata meja dengan teliti. Hari ini adalah hari penting. Rania akan datang untuk secara resmi bertemu Gilbert.“Kamu gugup?”Sheilla bertanya sambil mengaduk saus pasta.Gilbert yang sedang melipat serbet dengan rapi menghentikan gerakannya sejenak.“Sedikit. Rania sahabat terbaikmu. Pendapat dia penting.”Sheilla tersenyum, berjalan mendekat dan mengecup pipi Gilbert lembut.“Dia bakal suka kamu. Aku yakin.”“Aku harap.”Gilbert menarik napas dalam, melanjutkan pekerjaannya.Tepat pukul tujuh malam, bel apartemen berbunyi. Gilbert refleks menegakkan postur dan merapikan kemejanya yang sebenarnya sudah sangat rapi.Sheilla membuka pintu. Rania berdiri di sana dengan dress hitam yang stylish, heels merah, dan senyum lebar yang sedikit intimidating.“Halo sayang!”Rania memeluk Sheilla, lalu matanya langsung mencari Gilbert yang berdiri di ruang makan.“D

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   bab 91

    Ketukan pintu apartemen Sheilla terdengar dengan pola yang familiar. Tiga ketukan cepat, jeda, dua ketukan lagi. Kode yang hanya digunakan satu orang.Rania.Sheilla membuka pintu, dan di sana berdiri sahabatnya sejak kuliah. Rania Kusuma. Tiga puluh empat tahun. Rambut sebahu dengan highlight karamel. Mengenakan blazer pink fuchsia di atas jeans hitam dan heels. Kacamata hitam besar bertengger di atas kepala. Membawa dua cup coffee dan paper bag yang jelas berisi pastry."Halo sayang! Gue bawa ammunition. Coffee dan croissant. Karena dari suara lo di telepon tadi pagi, kayaknya kita butuh serious girl talk."Rania langsung masuk tanpa menunggu undangan, kebiasaan yang sudah berlangsung bertahun-tahun.Sheilla menutup pintu, tersenyum melihat energi Rania yang selalu infectious."Thanks, Ran. Kamu emang yang terbaik."Mereka duduk di sofa, Rania mendistribusikan coffee dan croissant sebelum menatap Sheilla dengan tatapan investigatif."Oke. Spill. Lo bilang ada big news. Dan dari tone

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 90

    Gedung firma hukum Prasetya & Associates berdiri megah di kawasan bisnis pusat kota Bandung. Sheilla berdiri di depan pintu kaca besar, tas tangan di genggamannya berisi map tebal penuh bukti-bukti yang sudah dia kumpulkan dengan teliti. Napasnya ditarik dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantung yang berdebar keras.Ini adalah langkah besar. Langkah yang akan mengubah hidupnya selamanya.Tapi dia siap. Sangat siap.Sheilla mendorong pintu, melangkah masuk ke lobby yang elegan dengan lantai marmer mengkilap dan resepsionis yang tersenyum profesional.“Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”Resepsionis muda itu bertanya dengan ramah.“Saya ada janji dengan Pak Carlos Prasetya. Jam sepuluh. Atas nama Sheilla Hartanto.”“Sebentar, Bu.”Resepsionis mengecek jadwal di komputer, lalu mengangguk.“Silakan naik ke lantai lima, ruangan lima nol dua. Pak Carlos sudah menunggu.”“Terima kasih.”Sheilla berjalan ke lift dengan langkah yang lebih mantap dari yang dia rasakan. Dalam lift, dia

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 89

    Cahaya matahari pagi menyusup melalui celah gorden apartemen Sheilla yang kini terasa berbeda. Lebih hidup. Lebih hangat. Lebih seperti rumah.Gilbert berdiri di dapur hanya dengan mengenakan celana training, dada telanjangnya menampilkan otot-otot terdefinisi hasil latihan gym yang konsisten. Ia sedang membalik telur dadar di wajan dengan gerakan yang sudah terbiasa, aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara.Ini sudah minggu ketiga Gilbert praktis tinggal di sini. Pakaiannya menggantung di lemari Sheilla. Sikat giginya ada di kamar mandi. Sepatu-sepatunya berjejer rapi di rak sepatu. Semua tanda bahwa dia bukan lagi sekadar tamu, tapi penghuni.Gilbert tidak mendengar suara langkah kecil yang mendekat dari belakang. Baru ketika dua tangan melingkar di pinggangnya, menariknya ke pelukan hangat, ia tersenyum.Selamat pagi, sayang.Suara Sheilla pelan, masih serak baru bangun tidur, bibirnya menyentuh punggung telanjang Gilbert dengan lembut.Pagi.Gilbert meletakkan spatula, tangann

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status