Share

Pesona Istri Bayaran CEO Arogan
Pesona Istri Bayaran CEO Arogan
Author: Alia Zach

BAB 1 Petaka di Hari Jum'at

"Amanda, sebaiknya kamu selesaikan juga pekerjaan ini hari ini juga!"

Titah sang manajer bagaikan petir di telinga Amanda yang sedang bersiap-siap untuk pulang.

Jelas, dirinya merasa keberatan jika harus lembur lagi seperti kemarin. Terlebih, nanti malam, keluarga pria yang dijodohkannya akan datang. Bisa-bisa, ibunya mengamuk jika dia telat!

"Tapi, hari ini kan hari Jumat, Bu. Saya harus pulang cepat," ucapnya pada akhirnya, "Selain itu, saya juga--"

"Kamu kan single, siapa yang nungguin di weekend begini?" potong manajernya tak mau tahu, "lebih baik, gunakan waktumu untuk segera menyelesaikan pekerjaanmu. Hitung-hitung nanti kamu bisa segera saya promosikan kamu naik jabatan!"

Brak!

Tanpa basa-basi, manajer itu pun meninggalkan Amanda dengan tumpukan file di meja.

Adilkah ini?

Semenjak masuk di perusahaan ini, Amanda selalu menjadi tumbal di divisinya.

"Huh, ganti CEO rupanya nasibku tak berubah juga," ujarnya saat melihat deretan pekerjaan yang harus dia selesaikan hari ini.

Entah harus berapa lama lagi di sini sendirian.

Namun, tak ada gunanya meratapi nasib terus-menerus. Yang ada, akan memperpanjang waktu lembur.

Jadi, Amanda pun mulai mengerjakan pekerjaannya satu per satu meski matanya sudah lelah sejak pagi menghadapi layar komputer.

Tepat pukul 08.30, ia matikan lampu di kubikelnya dan berjalan menuju lift. 

Seperti dugaannya, tadi dia sempat diomeli oleh ibunya. Untung, Amanda bisa cepat mengelak.

Hanya saja, ketika Amanda berjalan, mendadak dia merasa ada seseorang yang berada di belakangnya.

Padahal, seharusnya hanya ada dia di sana!

Bulu kuduk Amanda seketika meremang. Dia pun mempercepat langkahnya dan memencet tombol di lift.

Tak berapa lama, lift-pun terbuka.

Namun, sebuah suara tiba-tiba mencegahnya untuk tidak menutup lift. "Tunggu!"

Amanda syok kala menemukan CEO baru di perusahaannya kini berdiri tegak di hadapannya.

“Si–silakan, Pak.”

"Thank you," ucapnya dingin, lalu berdiri di depan Amanda dan menutup lift.

Hanya saja, lift tiba-tiba berhenti dari lantai tujuh belas!

Brugh…!

Ctak!

Ada getaran dan guncangan hebat yang terasa. Seketika Amanda dan CEO itu berpegangan pada railing sisi kiri dan kanan lift.

"Ada apa ini?" CEO muda itu tampak terkejut.

Amanda sendiri hanya bisa menggeleng, panik.

"Tuhaan, aku tidak mau mati di sini!!" batinnya. Dia menekan tombol permintaan bantuan dan keadaan darurat. Namun, tak ada respon.

Amanda sontak mencoba membuka handphone-nya namun sayangnya tak ada sinyal.

Melihat itu, keduanya sama-sama terduduk lemas sekarang di dalam lift.

"Mister CEO, tolong lakukan sesuatu, kamu adalah pria. Seharusnya kamu punya ide untuk meloloskan diri dari keadaan ini," ucap Amanda yang pasrah karena segala usaha telah dia lakukan.

"Namaku Ronald, jangan panggil 'mister CEO'! Aku benci itu..." kata Ronald sambil meluruskan kakinya di lantai.

Entah karena AC di lift yang mati, keringat sudah mulai bercucuran di kening pria itu.

Tapi, mengapa Ronald juga tampak kesulitan bernapas?

"Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Amanda panik karena baru kali ini dia melihat ada orang yang mengalami sindrom seaneh itu di lift.

"Aku... haabb... ahhh..."

Ronald tampak tak mampu bicara dan seperti tercekik. 

Amanda sontak semakin ketakutan. Bagaimana jika CEO muda dan tampan itu mati di lift ini bersamanya?

Dia tak mau masuk di headline berita keesokan harinya!

"Bertahanlah!" pekik perempuan itu panik.

Tangan Amanda terus-menerus menekan tombol permintaan tolong di dekat pintu lift.

"Ayo! Siapapun kalian yang ada di sana dan mendengarku, CEO kalian dalam bahaya. Cepatlah datang dan membantu kami!" teriaknya seperti orang kesetanan.

Terlebih, melihat kondisi Ronald sekarang semakin parah.

"Pak Ronald, tenang ada saya. Saya akan mencari bantuan. Jika kita tidak mendapatkan bantuan," hibur Amanda. 

Ada kelegaan di wajah Ronald, sampai mendengar ucapan lanjutan bawahannya itu.

"Kalau tidak ada yang menolong, berarti kita akan mati bersama!" kata Amanda setelah menunggu pasrah pada keadaan. Bisa saja para penolong mereka tak akan pernah datang.

"Aku... aku..." Ronald memperlihatkan ekspresi lebih panik dari sebelumnya.

Amanda sama sekali tak membuat keadaan lebih baik.

Tak tahu mendapatkan bisikan dari mana, Amanda tiba-tiba meletakkan kepala Ronald di atas pangkuannya.

Kurang nyaman, tapi ya.. sudahlah. Ini emergency!

"Bertahanlah. Ini belum saatnya kita mati di sini, Pak. Saya belum menikah dan hari ini seharusnya saya pulang untuk dipertemukan dengan lelaki yang akan meminangku," ucap Amanda curcol.

Hanya saja, tangisnya mulai pecah.

Ronald yang sedang kesakitan itu bahkan dapat merasakannya.

BRAK!

Tiba-tiba saja ada suara dari luar.

Ada hentakan kerasa yang memekakkan telinga.

Amanda berharap itu adalah tim rescue yang akan menyelamatkan mereka berdua. Dia sangat ingin segera bisa keluar dan pulang ke rumah.

Kira-kira sepuluh menit kemudian, pintu pun mulai terbuka.

"Apa kalian tidak apa-apa?" Salah satu petugas berompi oranye datang menghampiri keduanya.

Disusul yang lain. Anehnya, mereka mengambil foto Ronald dan Amanda yang dalam posisi lumayan rancu....?!

Tapi, saat ini Amanda tak mempedulikannya.

"Pak.. Pak.." Amanda menjerit. "Tolong... Boss kita sedang dalam bahaya."

Mendengar itu, salah satu dari mereka pun mengangkat tubuh boss Amanda dengan hati-hati. "Tenang, kita bawa ke lobby dulu."

Untungnya, lima menit kemudian mobil ambulance sudah disiapkan.

Amanda menghela napas lega, sampai salah satu petugas medis tiba-tiba berkata, "Mbaknya juga harus ikut."

"Lho, saya mau pulang, Pak?"

"Pulang bagaimana? Lalu siapa nanti yang bertanggung jawab sebagai keluarga pasien?" ujar petugas lainnya.

Di tengah kebimbangan saat melihat tubuh lelaki itu terbujur lemah tak berdaya, naluri kemanusiaan Amanda bangkit.

Entah bagaimana dengan keselamatan perjodohannya. Hanya Tuhan yang tahu. Yang jelas, untuk saat ini, dia harus mendahulukan keselamatan sang atasan.

Bukankah bila jodoh, tentu tak akan ke mana?

Siapa tahu dengan memudahkan urusan orang lain, Tuhan akan mudahkan urusan baginya, kan?

Menghela napas, Amanda pun mengangguk. "Baik. Saya ikut!" ucapnya setuju.

Segera, mereka pun menuju rumah sakit.

Hanya saja, di tengah perjalanan, salah satu tim medis yang duduk di dekat Amanda memberinya kejutan lagi!

"Apa kalian tadi melakukan hubungan intim di dalam lift saat sebelum terjadinya insiden?" tanyanya, curiga.

"Mengapa Anda bertanya hal seperti itu?"

"Ini keadaan emergency. Sepertinya pasien tadi kekurangan oksigen dan sedikit kelelahan. Jadi, kamu perlu tahu apa yang terjadi sebelumnya," ucapnya mempertegas maksud pertanyaannya tadi.

Mendengar itu, Amanda jelas semakin emosi. "Asal Anda tahu, dia adalah bos saya. Kami tidak sedekat itu dan dia bukan tipe saya!"

Sayangnya, tatapan tak percaya dapat dirasakan Amanda dari petugas medis lain. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status