Share

2. Sebuah Penawaran

last update Last Updated: 2024-06-04 12:57:48

Erland meninggalkan mereka saat seseorang membutuhkannya. Satu botol vodka sudah dia berikan kepada Javas. Pria berambut ikal itu juga sempat berpesan tentang Kavia yang biasanya tidak bisa menoleransi di gelas ketiga.

Sepeninggalnya Erland, Javas menuang vodka itu ke dalam sloki milik Kavia. "Kenal Erland di mana?" tanyanya sembari mendorong kembali sloki ke depan wanita itu.

"Dia teman kakakku. Kamu?"

"Erland teman satu kuliah dulu."

Kavia mengangguk dan mulai meneguk isi gelasnya lagi. Meski sedang sakit hati parah, dia tidak boleh mabuk atau jika Gyan—kakaknya—tahu dia bisa disidang di depan papi. Bisa-bisa papi menyuruhnya pulang ke rumah lagi.

"Jadi, lelaki itu mutusin kamu dan malah jalan sama sahabat kamu? Aku turut prihatin."

"Hei, nggak baik menguping pembicaraan orang."

Javas mengangkat bahu. "Kamu bicara sambil teriak. Telingaku masih normal anyway."

Wanita dengan rambut cokelat bergelombang itu mendecih. Dia agak malas dengan lelaki asing yang suka ikut campur urusan orang.

"Nggak heran kalau kamu gampar dia." Javas meraih minuman hasil karya Erland di depannya. Sebelum Kavia protes, dia mengimbuhi ucapannya lagi. "Aku baru keluar dari lift ketika tangan kamu mendarat di pipi lelaki dungu itu."

Mendengar itu Kavia berlagak tak peduli. "Memang dia pantas dapetin itu."

"So, apa yang akan kamu lakuin setelah ini?"

"Nggak tau. Mungkin liburan." Tatapan Kavia menerawang. Sakit di hatinya seperti berlapis-lapis. Dia tidak yakin apa liburan bisa membuatnya bangkit? Bohong kalau dia tidak galau. Dia galau parah sekarang, sampai rasanya ingin mati saja. Tapi, bukan Kavia kalau tidak pandai menyembunyikan segala lukanya.

"Aku punya penawaran menarik," ujar Javas. Pikiran itu seketika terlintas di benaknya saat melihat raut sedih yang sedang wanita itu sembunyikan. Javas tahu betul rasanya dikhianati seperti apa.

Kavia tersenyum mengejek. Dia tampak mengambil sesuatu dari dalam saku blazernya. Sebuah kotak persegi. "Semenarik apa sampai kamu nawarin itu?" tanya dia seraya mengeluarkan satu batang rokok dari kotak itu.

"Menarik karena tawaran ini bernilai besar."

Ujung rokok itu menyala saat api kecil dari pemantik membakarnya. Kavia mengisap ujung lain yang dia jejalkan ke mulutnya. Kepulan asap putih membumbung pelan saat napasnya berembus dari mulut. "Oh ya? Apa itu?" Mata biru Kavia menangkap seorang bartender yang mendorong asbak kecil ke arahnya.

"Aku sedang mencari perempuan yang mau bersedia menjadi istriku."

"Terus apa urusannya denganku?"

"Mungkin kamu berminat." Javas tersenyum penuh percaya diri.

Ini Kavia tidak salah dengar kan? Dia menyentil ujung rokok yang sudah menjadi abu ke asbak sebelum perhatiannya dia limpahkan pada pria di sampingnya itu.

"Ini aku harus bersyukur atau sedih sih? Aku baru aja diputus pacar, eh sekarang ada pria tampan nawarin aku jadi istrinya." Kavia menertawakan keadaannya yang benar-benar konyol. "Kenapa kamu nawarin itu ke aku? Lelaki kayak kamu nggak usah nyari juga perempuan-perempuan juga pada menyerahkan diri. Kecuali aku, off course."

"Mungkin kamu benar. Tapi mereka bukan jenis perempuan yang bisa diajak kerjasama. Menikahlah denganku. Akan kubuat mantan kamu menyesal sudah menyia-nyiakan wanita secantik kamu."

Ajakan Javas kali ini terdengar serius sampai Kavia perlu menatap lamat-lamat pria itu. Javas jenis pria yang tak cukup dipandang hanya sekali saja. Bahkan Kavia mengakui pria itu jauh lebih tampan dari Fabby, mantannya. Javas memiliki postur tubuh tinggi dengan otot dan urat yang bertonjolan di dada dan lengannya yang tertutup kemeja navy.

Dan dari printilan yang Javas kenakan, Kavia tahu pria itu mungkin punya pekerjaan bagus. Ambil contoh saja jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri pria itu. Itu Patek Philippe, Kavia tahu karena itu salah satu jam tangan koleksi papinya yang harganya gila-gilaan. Minimal direkturlah kalau aksesorisnya saja bisa semahal itu.

"Pantas aja tawaran itu bernilai besar." Lagi-lagi Kavia tertawa.

"Kita bisa buat kesepakatan kalau kamu tertarik. Satu tahun, aku cuma butuh satu tahun."

Bagaimana ya? Kavia itu cantik, tapi bukan jenis cantik wanita kebanyakan yang sering Javas lihat. Ada sesuatu yang berbeda yang membuatnya tertarik, entah itu apa. Dan sekilas melihat saja, Javas bisa tahu wanita itu juga cerdas. Bentuk tubuhnya sangat enak dipandang. Satu lagi yang menarik dari wanita itu yang baru Javas sadari beberapa saat lalu. Kavia memiliki mata biru yang Javas yakin bukan dihasilkan dari softlens. Itu biru asli.

"Menikah dengan kesepakatan kayak gitu sama aja kamu mempermainkan lembaga pernikahan."

"Kamu nggak tanya benefit apa yang bisa kamu dapat kalau jadi istriku?"

Kavia menengadah seraya membuang napas, tapi kemudian membiarkan Javas membeberkan keuntungan yang dia tawarkan.

"Aku akan menjamin kehidupan mewah selama kamu menjadi istriku tanpa perlu kerja keras. Mobil, rumah, belanja sesuka hati, liburan keliling dunia, dan juga saham perusahaan."

Anjir! Kavia menatap Javas tak percaya. Pria itu tidak lagi membual kan?

"Kalau kamu mau, asistenku akan mengurusnya segera," tambah Javas lagi. Membuat Kavia yakin bahwa Javas bukanlah pria sembarangan.

Siapa Javas sebenarnya? Direktur BUMN? Anak seorang pejabat? Atau founder start up? Atau memang Kavia yang terlalu meremehkan?

Bukannya apa, Javas tampak seumuran dengan Fabby. Dan di usianya saat ini Fabby hanya menempati posisi manajer di salah satu perusahaan bergengsi. Itu saja sudah pencapaian yang luar biasa.

Lalu siapa Javas yang berani menawarkan benefit seroyal itu? Pikiran Kavia mungkin terlalu sempit jika menjadikan Fabby sebagai tolak ukur pencapaian seorang lelaki yang kebetulan seumuran dengan mantannya itu. Tapi jujur, Kavia tidak tertarik dengan penawaran itu. Dia bisa mendapatkan itu semua dari papinya tanpa perlu menjerumuskan diri menikah dengan pria asing yang baru dikenalnya.

"Sori, tapi aku nggak tertarik." Kavia kembali menyesap rokoknya.

"Seenggaknya pikirkan reaksi mantan kamu nanti. Dia pasti nggak nyangka kamu bisa dapat pengganti secepat itu. Tunjukkan padanya, kalau dia nggak ada apa-apanya buat hidup kamu."

"Tapi nggak dengan nikah juga. Bisa aja kan kamu pura-pura jadi pacar baruku?"

Javas menggeleng. "Sayangnya yang aku butuhin di sini status pernikahan."

"Ya udah kamu ajak aja sana pacar kamu. Kenapa kamu ngajakin aku? Bahkan kita belum kenal lebih dari satu jam." Kavia berdecak. "Orang gila mana yang baru bertemu langsung ngajak nikah?"

Pria bermata cokelat itu tertawa. "Memang agak konyol sih. Tapi aku beneran bingung."

"Jangan sembarangan ngajak nikah orang, Bung. Gimana kalau aku cuma mau manfaatin keadaan?"

"It's ok. Tujuan kita memang saling memanfaatkan." Javas meminta sticky note dan sebuah bolpoin dari bartender. Dia lalu menuliskan sesuatu di sana. "Hubungi aku di nomor ini kalau kamu berubah pikiran." Dia menyobek satu lembar kertas kecil itu lalu menyerahkannya kepada Kavia.

Untuk menghargai usaha dan traktiran pria itu, Kavia menerimanya. Dan memasukkan carik kertas itu ke dalam saku blazer. "Thanks buat traktirannya. Aku mau balik." Dia mematikan rokoknya yang tinggal setengah lalu beranjak turun dari stool.

"Mau aku antar?"

"No, Thanks."

Dari posisinya Javas terus memandangi punggung wanita itu yang makin menjauh. Sudut bibirnya terangkat. Aneh rasanya bisa langsung tertarik pada wanita yang baru dia lihat. Javas bukan jenis pria yang gampang klik pada pertemuan pertama. Kalau saja tidak begitu, mungkin dia sudah berhasil mengencani puluhan wanita yang kakeknya pilihkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Bundanya Ichaekaaksay
lanjut lagi,,
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Makin seru nih ......
goodnovel comment avatar
Ainu Mahfudho
hai thorr aku mampir baca kisah kavia adik mas gyan...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Terlanjur Sayang

    Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Perkara Rumah

    Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Face and body care

    Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status