Share

3. Menggalau

last update Last Updated: 2024-06-04 12:58:43

Bunyi 'klik' tanda kunci apartemen berhasil dibuka dari luar tidak membuat Kavia lantas bangun dari rebahan. Terlalu malas buat sekedar menyeret langkah untuk tahu siapa yang datang. Kalau bukan Gyan, paling Dian. Hanya dua orang itu yang dia amanahi password apartemennya. Bahkan papi sama maminya tidak.

Kavia makin merapatkan selimut. Kantuk masih bergelayut. Sudah dua hari ini dia mendekam di apartemen. Sengaja minta cuti dari kerjaan. Tidak ada yang dia lakukan kecuali makan dan tidur. Mandi pun cuma sekali sehari saking magernya.

"Ya ampuunnn! Kaviaaa!"

Dengan cepat Kavia menyambar bantal untuk menutupi telinganya. Suara menggelegar yang bisa mengguncangkan gedung apartemen itu dia yakini berasal dari living room unitnya. Dan siapa lagi yang bisa teriak dengan kekuatan penuh seperti itu kalau bukan sahabatnya?

"Perawan kok rumahnya kumuh, jorok gini! Ini apartemen apa tempat sampah?!"

'malas, Di.' Kavia cuma menyahut dalam hati. Dia yakin sebentar lagi Dian akan kembali merepet seperti petasan imlek.

"Kebiasaan banget, kalau putus cinta pasti sebelas dua belas kayak orang sinting. Rumah nggak diurus, baju kotor nyampir di mana-mana, sampah bekas snack bertebaran. Sakit hati sih sakit hati, Vi. Tapi lo tetep kudu jaga kebersihan tempat lo. Lo mau tempat ini jadi sarang nyamuk. Mau lo kena DBD, terus koit? Lo belum nikah, Vi. Emang lo nggak penasaran rasanya surga dunia? Nggak pengin punya anak-anak yang lucu.... Bla bla bla.... "

Kavia berada di kamarnya, tapi dia masih bisa mendengar omelan Dian di living room sambil terkantuk-kantuk. Hal seperti itu sudah biasa sejak mereka tinggal satu atap ketika menempuh pendidikan di Kanada. Omelan itu akan berhenti tepat ketika unitnya rapi kembali. Jadi, selama nyerocos ngalur-ngidul itu Dian sambil beres-beres kekacauan yang Kavia buat.

"Bangun lo!"

Kavia mengerang ketika selimutnya ditarik paksa. Jika Dian sudah membangunkannya, artinya bersih-bersihnya sudah selesai.

"Bangun, Mandi sana!"

"Ih mau apa sih mandi," sahut Kavia ogah-ogahan.

"Ya mandi biar badan lo nggak bau. Dandan yang cantik terus nongkrong. Tepe-tepe sama cowok ganteng plus tajir. Gaet mereka. Tunjukin kalau lo bisa cepet move on!"

Rasanya Kavia ingin memaki orang yang tengah berkacak pinggang di depannya ini. Dipikir nyari cowok itu gampang?

"Lo itu cantik, Kavi. Modal lo gede, perawatan mahal. Ditinggal cowok brengsek aja galaunya dua hari dua malam." Dian menarik paksa tangan Kavia sampai wanita itu terbangun. "Liat diri lo. Udah kayak zombie. Sadar, Vi! Sadaaar!"

Astaga! Sumpah ini berisik banget. Dengan terpaksa Kavia membuka matanya setengah. Sekarang dia bisa melihat dengan jelas cewek manis berbadan gemoy itu tengah melotot padanya.

"Nih! Baca!" seru Dian sambil mengacungkan sebuah kartu.

"Apaan?" tanya Kavia malas.

"Ini undangan pertunangan Fabby sama Mak lampir."

"Apa?" Kali ini mata Kavia terbuka sempurna dan langsung merebut undangan dari tangan Dian. Dengan tak sabar dia membuka undangan tersebut dan segera membaca isinya.

Setelahnya, tubuh Kavia terasa lemas seketika. Luka di hatinya yang masih menganga lebar seolah sengaja disiram air garam. Seakan belum cukup pengkhianatan yang mereka lakukan, kini keduanya malah makin memperpuruk dirinya.

"Ayo! Vi! Sadar! Move on! Ngapain lo begini buat orang yang udah nggak peduli sama lo. Jangan sia-siain air mata lo. Jangan sia-siain kehidupan lo yang pasti jauh lebih berharga daripada mereka." Dian mengguncang-guncang bahu Kavia ketika wanita itu tampak terkulai lemas.

"Ya udahlah, Di. Biarin aja. Moga mereka bahagia," sahut Kavia lemah seperti orang kehilangan tenaga. Lalu menjatuhkan kembali tubuhnya ke atas tempat tidur.

"Lah biarin aja gimana? Ya lo bangun, gerak. Jangan kayak gini terus. Mereka nggak boleh bikin lo kayak gini."

"Emang gue mesti gimana? Sabotase acara mereka?"

"Ya enggak juga. Seenggaknya tunjukin ke mereka kalau lo baik-baik aja. Lo harus datang ke pesta pertunangan mereka."

Kavia menyatukan dua alis, menatap sahabatnya. "Lo mau lihat gue pingsan di sana?"

Seakan lelah menghadapi sahabatnya yang galau, Dian menepuk jidatnya sendiri. "Lo ke sana jangan sendirian atau sama gue. Bawa gebetan atau pacar baru."

"Masalahnya nyari di mana gebetan dan pacar baru itu?"

"Ya siapa kek lo bawa. Temen Gyan kan banyak bawa kek salah satunya." Tiba-tiba mata Dian berbinar. "Ah! Gue jadi ingat si ganteng Marsel. Lo bawa dia aja! Ganteng tajir, Fabby mah lewaat."

"Dih, ogah! Gue nggak mau berurusan sama si penjahat kelamin itu."

"Tapi dia cowok yang masuk akal. Yang lebih segala-galanya dari Fabby."

Kavia menggeleng tegas. Bahkan Gyan melarang dirinya berdekatan dengan anak konglomerat dari keluarga Wiratama itu, saking bejadnya. Dua sahabat itu meluruhkan bahu seraya mengembuskan napas berat.

"Gue di sini aja. Biarin mereka bahagia," ucap Kavia pasrah kendati sakit di hatinya terasa makin dalam.

Dian menepuk tangan Kavia pelan. Dia prihatin dengan sahabat satu-satunya itu. "Sabar ya."

"Sebentar!"

Tiba-tiba Kavia teringat sesuatu. Dengan cepat dia melompat dari tempat tidur dan bergerak ke keranjang cucian kotor. Membuat Dian bingung melihat tingkahnya. Pasalnya Kavia saat ini malah mengaduk-ngaduk isi keranjang yang belum sempat dia bawa ke laundry.

"Ketemu!" teriaknya kemudian.

Dian sampai mengernyit melihatnya. "Apaan?"

Senyum Kavia terulas lebar sembari menunjukkan secarik sticky note pada Dian. "Mungkin ini jawaban."

Dengan cepat Dian merebut sticky note tersebut. "Nomor siapa?"

"Nomor cowok ganteng," ujar Kavia sembari mengingat pertemuannya dengan pria bernama Javas dua hari lalu di kafe Erland. "Namanya Javas."

"Serius? Siapa dia?"

Itu masalahnya. Kavia tidak tahu apa-apa tentang pria itu selain rupanya yang tampan dan penawarannya yang cukup ajaib.

"Gue nggak tau. Gue ketemu tanpa sengaja di kafe Erland di malam Fabby mutusin gue."

"Ganteng mana sama Fabby?"

"Kalau ngomongin fisik, cakep cowok itu sih. Cuma..."

"Kok ada cumanya?"

Mengalirlah cerita pertemuannya dengan pria bernama Javas itu tanpa Kavia tutupi sama sekali termasuk penawarannya.

"Aneh juga ya?" komen Dian setelah Kavia selesai cerita. "Kalau dia seganteng itu dan tajir melintir kenapa dia kayak orang putus asa nyari istri? Random banget minta lo jadi istrinya padahal baru pertama ketemu."

"Itu juga yang gue pikirkan. Lagian gila nggak sih kalau gue tiba-tiba nikah sama orang yang baru pertama gue kenal?"

"Dia nggak gay kan?"

Pertanyaan Dian membuat Kavia baru sadar akan hal itu. Benar juga. Siapa tahu ajakan menikah pria itu untuk menutupi orientasi seksnya yang menyimpang. Astaga, sayang sekali orang setampan Javas gay.

"Gue nggak tau. Menurut lo apa gue perlu hubungi dia?"

Wanita dengan postur gemoy di depan Kavia tampak berpikir. "Nggak ada salahnya dicoba. Siapa tahu dia jawabannya."

Keduanya saling melempar pandang sebelum tersenyum dan segera merapat untuk menghubungi nomor itu. Dengan hati-hati Kavia mengetik angka di layar ponselnya lantas menarik napas panjang sebelum menekan tombol calling.

Tersambung!

Dengan hati berdebar keduanya menunggu panggilan itu diangkat. Hanya dua kali nafa dering lalu....

"Halo... Dengan siapa saya bicara?"

Suara empuk itu mengudara melalui saluran ponsel milik Kavia. Dian sampai menutup mulutnya agar tidak teriak mendengar suara berat nan empuk itu.

"Halo, aku Kavia. Malam itu kita bertemu di kafe Erland."

Jeda. Pria di seberang sana tidak bersuara lagi. Mungkinkah dia tak ingat? Namun....

"Oh... Ya, kamu. Jadi? Kamu berubah pikiran untuk menerima tawaranku?"

Eh?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bundanya Ichaekaaksay
sabar Java's,,ini baru mau d mulai,,wkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status