Share

Part 6

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-04-11 12:37:41

"Siapa bilang aku sibuk nona sok manis? Brayen siapkan bola basketnya, Daddy akan melawan nona ini." Dia mengedipkan mata dan Brayen mengangkat dua jempolnya.

"Ok siap, Daddy." Si bocah semangat sekali mendukung Daddy nya. 

"Eh, tunggu dulu ...."

"Apalagi nona sok manis. Ha?" Dia mendekat. Kenapa lama-lama ini orang buat jantung rasanya mau copot.

"Tuan Reza tidak lihat kalau saya baru pulang dari rumah sakit. Butuh istirahat dulu, bagaimana kalau kita atur waktu." Aduh, kenapa juga aku bilang atur waktu.

"Kapan?" tanyanya. Jarak kami semakin dekat. Bisa habis oksigen ditubuhku dibuat.

"Satu minggu lagi. Bagaimana?"

"Baiklah ...." Dia makin mendekat dan secepat kilat aku masuk ke kamar. Benar-benar itu orang niat banget buat orang mati mendadak.

Eh, si bocah sama si Daddy nya malah tertawa melihat tingkahku. 

Sampai malam aku tidak keluar kamar. Lebih tepatnya mengatur strategi. Satu minggu kedepan aku harus lebih kerja keras agar bisa main basket dan menjadi juaranya.

****

Bangun pagi aku lebih fresh. Bermunajat kepada Rabb-ku menceritakan segala resah gelisah yang kurasa. Beberapa kali kupasrah dengan hidup yang kujalani saat ini. Namun, seketika semuanya pudar ketika mengingat bahwa aku adalah istrinya si Reza.

Ponselku berdering. Ada nama ibu di layar ponselku.

"Ibu ...."

"Nina ...."

"Assalamualaikum, Bu. Gimana kabar?"

"Alhamdulillah ibu sehat, bagaimana kabarmu." Inginku cerita sejujurnya, tapi tak mungkin nanti menjadi beban bagi ibu.

"Nina sehat, Bu. Nina kangen dengan ibu."

"Ibu juga, Nin. Baik-baik disana ya, ibu yakin kamu akan bahagia dengan nak Reza."

Suasana tiba-tiba hening. Bahagia? Semoga itu benar menimpaku. Aku menutup telpon dari ibu karena suara azan subuh berkumandang. Jika ibu saja yakin aku bahagia, mengapa aku tidak yakin. Tak terasa hari ini hari Kamis. Sebenarnya ingin berpuasa seperti yang sering kulakukan di desa, tapi aku baru saja sehat. Tidak mungkin memaksakan kehendak.

Setelah selesai mengadu kepada-Nya. Aku langsung membersihkan kamar dan menuju dapur. Pagi ini entah mengapa aku ingin membuatkan Reza secangkir kopi.

"Nona sedang apa, ini masih sangat pagi?" Tanya Miss Dora.

"Sedang buat kopi sekalian untuk tuan Reza."

"Nona tidak tahu kalau tuan Reza tidak suka minum kopi?" Maksudnya? Terus di rumah ibu kemarin bukannya dia begitu semangat minum kopi apa itu palsu?

"Oh, terus dia minum apa, Miss?" Dia nampak bingung karena aku tiba-tiba ingin membuatkan Reza minuman karena dua gelas sudah kusiapkan.

"Nona tidak salah pagi-pagi ...." Dia nampak curiga apa hubunganku dengan tuannya.

"Jangan mikir yang tidak-tidak, Miss. Ini hanya ungkapan terima kasih saja karena dia membantuku di rumah sakit kemarin."

"Itu hal biasa jika Tuan perhatian dan menjaga semua pekerjanya yang sedang sakit termasuk Nona juga yang ada di rumah ini." Tarik nafas, Nin. Aku ini istrinya, Miss. Bukan pembantunya.

"Iya, kenapa juga nona harus repot. Tuan Reza sudah ada asisten khusus di rumah ini. Namanya Miss Rania," ucap salah satu ART yang bertugas di dapur.

"Itu, Miss Rania." Miss Dora menunjuk gadis cantik yang setiap hari melayani Reza. Gaya sekali si Reza ini punya asisten khusus untuk melayani semua kebutuhannya.

"Miss, sarapan Tuan Reza apakah sudah ready. Jangan lupa makanannya harus fresh pagi ini." Hm, seketika aku mundur apalah daya aku yang hanya bisa membuat pisang goreng dan kopi sebagai cemilan pagi.

"Jangan lupa takarannya harus pas, karena Tuan akan berkunjung ke luar negeri Minggu depan untuk Mega proyeknya. Pastikan makanan yang dikonsumsi harus sehat dan bergizi." Ya sudahlah, memang aku ini hanya istri diatas kertas saja. 

Bisa dikatakan Reza ini orang kalangan atas yang semua kebutuhannya sudah ada yang membantu. Asisten di rumah dan di kantor bahkan berbeda. Lalu, untuk apa cari istri? Dan lucunya lagi istrinya dari Desa. Seketika aku insecure dengan si Reza.

"Morning ...." Si Reza menyambut semua pelayannya. Kesambet kali bangun pagi-pagi. 

Seperti biasa dia dengan gaya coolnya keluar. Daripada melihat tingkah si Reza yang banyak gaya lebih baik aku ke taman belakang saja sambil melihat bagaimana keadaan ibu mertua saat ini.

"Mau kemana? Kenapa ada dua gelas kopi ditanganmu?" Tanyanya menghalangiku.

"Awalnya mau buatkan tuan kopi, tapi sepertinya saya salah besar,  ternyata tuan tidak suka dengan kopi. Jadi kopi ini saya kasih pak Jum saja," jawabku sambil mengedipkan mata. Tidak sabar melihat reaksinya. 

"Eh, tunggu. Sini kopinya, enak sekali pak Jum dibuatkan." Seperti biasa dia langsung mengambil satu gelas ditanganku. Dasar orang aneh. 

Rania dan Miss Dora salin berpandangan 

"Tuan ...." Ah, biarkan saja dengan mereka yang akan ceramah melihat tuannya minum kopi, lebih baik kunikmati secangkir kopi ini di taman belakang. Hidup sudah berat jangan makin berat hanya gara-gara secangkir kopi untuk tuan yang sok cool itu.

Rumah ini sungguh besar bak istana. Di belakang ada taman tempat bersantai ria. Ah, seketika aku berkhayal bisa duduk dengan ibu mertua, dimana kami bercerita ini itu sebagai seorang anak dan orang tua.

"Jadi wanita itu jangan sering minum kopi, tidak baik bagi kesehatan." Siapa lagi kalau bukan Tuan Reza yang terhormat punya suara.

Yah, mau gimana lagi desa kami yang berada di bawah kaki gunung dengan udara yang dingin membuat kami menyukai minuman yang satu ini. Rasanya hangat dan menyegarkan di pagi hari.

"Jangan lupa seminggu lagi kita bertanding, siapkan diri karena aku bisa mengalahkanmu," ucapnya sambil berlalu. Memang sudah menjadi kebiasaannya mungkin datang sesuka hati dan pergi begitu saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Mamak Bengkulu
Aku suka cerita ny menarik
goodnovel comment avatar
Sifa Herman
kayaknya ku suka deh
goodnovel comment avatar
Ervi Monika Simatupang
semangat semoga gak ada rintangan nih bocah-bocah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Dari Desa   Semuanya baik-baik saja 'kan?

    Semua sibuk menyiapkan makan malam, tentunya semua bahagia karena daddy sepertinya membuka kembali lembaran baru bersama abang Brayen. Saat ini yang terpenting daddy bahagia dan sehat seperti sedia kala lagi. Tentunya menjadi keluarga yang utuh kembali seperti dulu lagi.“Dek mikirin apa? ayo bantu bunda,” ajak bunda yang langsung menarik tanganku. Aku yakin bunda pasti mengetahui apa yang kurasakan. Mengapa ini sangat berat, padahal semua yang ada di pikiranku bisa jadi itu tidak benar.“Dek, jangan mikirin sesuatu yang belum terjadi, nikmati apa yang sedang terjadi tanpa membuatmu berpikir yang aneh-aneh.” Bunda memang sangat peka dengan apa yang menjadi pikiranku.“Berkaryalah sayang, buat sesuatu yang membuatmu tidak jenuh menunggu malam ini,” ujar bunda.“Iya, Bund. Jangan menata Monica begitu, aku malu.” Bunda hanya tertawa renyah menatapku.Aku menyiapkan menu favoritku, Minimal jika malu nanti malam, aku punya kesibukan menghabiskan puding buatanku. Iya, aku hanya bisa membuat

  • Pesona Istri Dari Desa   Aku takut kehilangan dirimu

    “Arvian pamit bund,” ucap Arvian yang menarik tangan abang Brayen untuk masuk ke mobil. Mereka begitu akrab satu sama lain. Saling merindukan satu sama lain. Aku iri, padahal aku ibunya.Mereka yang begitu akrab satu sama lain yang membuatku merasa menjadi ibu yang tidak sempurna. Apa selama ini aku salah mendidik Arvian, atau aku terlampau egois? Semua pertanyaan benar-benar menggangguku “Istirahatlah sayang, semua pasti akan baik-baik saja. Yakin itu,” bisik abang Brayen yang masih bertahan meski tangannya ditarik oleh Arvian. Ya Allah benar-benar dia selalu pintar membuat jantung ini berdetak lebih cepat.“Ayah cepet, sudah dibilang bukan muhrim masih saja pakai adegan sayang-sayang” teriak Arvian. Astagfirullah bikin malu saja adegan orang dewasa ini. Abang Brayen sempat-sempatnya mengedipkan mata. “I love you,” ucapnya.Aku segera masuk menemui bunda dan abang Shaka. Oksigen di tubuhku bisa habis dibuat tingkah abang Brayen dan Arvian. Mereka tak henti tertawa melihat tingkahku y

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua pasti ada jalan keluar

    "Bunda maafin Arvian, ya," ucap Arvian yang langsung memelukku. Arvian tidak salah. Ini murni kesalahan orang dewasa seperti kami yang egois."Arvian tidak salah, Nak. Beri waktu opa, ya untuk bisa bersama ayah lagi.""Semuanya baik-baik saja 'kan, Bun?" aku hanya membalas dengan anggukan. Meski aku pun tidak berani berharap semuanya kembali seperti dulu lagi. "Semuanya baik-baik saja, Nak. Opa sehat itu yang penting." Aku memeluk Arvian, air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya turun tanpa diminta. Dalam hatiku ini semua salahku yang begitu egois. "Ayah jemput Arvian gak bun?" tanya Arvian."Arvian tidak mau menginap?" "Arvian kangen ayah, sejak opa di rumah sakit Arvian hanya ketemu satu kali." Rasanya menyesakkan sekali mendengarnya. Arvian lebih merindukan ayahnya. luka yang kurasa sulit untuk sembuh. Bagi anak seperti Arvian memiliki keluarga utuh adalah anugerah. Walau dia tidak kekurangan kasih sayang, tapi nalurinya ingin seperti anak pada umumnya. Disayang dan dimanja.

  • Pesona Istri Dari Desa   Berdamailah dengan masa lalu, Bang!

    Reza dibolehkan pulang, Brayen hanya bisa mencuri pandang dari jauh. Namun, lucunya mereka seperti saling merindukan. Itu terlihat dari Reza yang diam-diam ikut juga mencarinya."Ayo, Bang. Sopirnya sudah menunggu," kata Nina-istrinya.Reza hanya menjawab dengan anggukan kepala. Nina menyadari, tapi dia tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang menahan gengsi. Laki-laki terkadang tidak bercerita, tetapi ketika sudah di puncak rasa, dia akan cepat membuka diri. "Daddy kenapa, Bund?" tanya Shaka yang melihat Reza lebih banyak diam."Biasa orang gengsian gitu." "Masalah abang?" tanya Shaka lagi, Nina hanya mengangguk."Susah memang dua laki-laki ini, tuh lihat abang Brayen di pojokan juga natap daddy," tunjuk Shaka. Seketika Nina tidak bisa menahan tawanya."Pantes mereka disatukan, kelakuannya sama," jawab Nina."Kalian kenapa senyum-senyum tidak jelas?" tanya Reza penasaran. Aneh melihat istrinya tertawa renyah bersama putra sulungnya."Itu, Dad. Abang Brayen melambaikan tangan ke k

  • Pesona Istri Dari Desa   Harus Menerima Kenyataan

    Brayen langsung menemui semua dokter agar Reza di cek menyeluruh. Sebelumnya Reza sudah di observasi dan sudah di cek kesehatannya. Keadaannya semakin membaik. Namun, Brayen belum puas karena khawatir dengan kesehatan di dalam tubuh ayah angkatnya itu."Abang kenapa?" tanya Monica sepertinya ikut terlihat panik. Sekilas Monica mendengar pembicaraan abang angkatnya itu."Abang khawatir daddy kenapa-napa?""Maksudnya?""Daddy makan tidak sepertinya biasanya."Monica ikut berpikir keras karena kemarin Reza juga meminta Monica membawa kopi kesukaannya."Daddy kemarin juga memintaku membelikannya kopi Americano kesukaannya ketika masih muda." "Apa daddy terminal lucidity?" tanya Monica yang terdengar panik."Abang percaya semuanya atas izin Allah, tetapi tidak ada salahnya kita tes ulang semua kesehatan daddy," sambung Brayen.Monica hanya mengangguk tanda setuju dengan ungkapan Brayen. Beberapa dokter dipanggil untuk mengecek kesehatan Reza. Brayen meminta khusus karena merasa ini sangat

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua baik-baik saja, kan?

    Reza terus tersenyum melihat tingkah Brayen, mereka seperti cinta lama bersemi kembali. Tanpa harus berucap pun mereka saling merindukan. Hanya saja mereka malu untuk mengutarakan. Bisa dikatakan mereka sebenarnya memiliki sifat yang hampir mirip.“Bukan Brayen yang nakal, tapi Daddy. Apa daddy ingin menyiksa Brayen lebih lama lagi?” tanya Brayen kepada Reza yang masih memalingkan wajahnya. Sementara Nina dan Shaka mundur teratur, memberikan ruang waktu kepada Brayen dan Reza. Monica menatap sebentar kepada Brayen mantan suaminya itu. Tatapan harapan agar semuanya baik-baik saja. Brayen spontan memegang tangan Monica dengan lembut.“Semuanya pasti baik-baik saja sayang,” bisiknya. Ucapan lembut dari Brayen membuat Monica bergetar. Hati yang semula layu tumbuh bermekaran lagi. Cinta memang luar biasa membuat hati dan pikiran tak menentu. Monica pamit keluar ikut memberikan ruang waktu Reza dan Brayen agar mereka leluasa untuk bercerita. “Dad, kita baikan yuk, kita jalan-jalan lagi s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status