Share

Part 5

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-04-10 11:05:52

Dia melotot dan mendekat.

 

"Jangan terlalu pede jadi orang. Nih kertas fansmu, jan nghayal aku cemburu melihat kertas tidak jelas ini." Astagfirullah, benar-benar nguji iman ini orang.

 

"Terima kasih tuan Reza. Pastikan kamu tidak terlihat cemburu. Cemburu itu berat, tuan." Aku langsung keluar tanpa permisi. Syukurlah, ini kertas kembali lagi. Mana belum sempat kusimpan nomornya dokter Gunawan. 

 

Miss Dora langsung mengejarku. Benar-benar bersama si Reza membuat tekanan darah semakin tinggi.

 

"Apa hubungan kalian sebenarnya?" tanya Miss Dora.

 

"Seperti halnya miss yang menjaga privasi tuannya. Saya pun demikian. Kalau penasaran tanya sama tuannya," ucapku sambil senyam senyum. Kali aja si Reza mau membuka diri. Dia santai jalan disamping kami seperti biasa dia selalu terlihat pamer.

 

Si Reza berjalan dengan asistennya. Persis seperti adegan di drama korea yang pemeran pangeran dijaga oleh pengawal. Sok cool sekali ini orang. Mau sekeren apa pun nyatanya dia hanya mampu memberi mas kawin seperangkat alat salat. Coba kek artis mas kawinnya berlian atau emas antam. Eh.

 

"Eh, nona sok manis. Jangan lupa skin care an sampai rumah. Kosmetik yang kubelikan kemarin masih ada kan?"

 

"Hm ...."

 

"Jangan lupa dipakai. Aku duluan ada kerjaan di kantor."

 

Idiih, sok cool kali itu orang. Benar-benar menganggu mood saja. Pantes kelakuan anaknya kek gitu, Daddy nya juga begitu orangnya. 

 

Sampai loby rumah sakit ternyata ada dokter Gunawan yang menunggu. Ah, entah mengapa kupu-kupu mulai berterbangan dihatiku. Meski gadis desa dan sebatang kara seperti omongan si Reza masih ada yang peduli juga.

 

Dia memberiku buket bunga. Ulala, jiwaku bertebangan besti nun jauh disana. Tapi, eits lagi-lagi pengacau datang.

 

"Terima kasih pak Dokter atas kepedulian anda terhadap nona manis ini." Ya sallam, mau di hih si Reza ini. 

 

"Iya sama-sama. Tapi bisakah yang mengambil buket ini dek Nina, Tuan Reza." Aku cukup terkejut dokter Gunawan berani dengan si Reza ini.

 

Dokter Gunawan mengambil buket itu dan menyerahkan kepadaku lagi.

 

"Terima kasih mas dokter. Kebaikan anda ini tidak akan pernah saya lupa," jawabku sambil tersenyum. Tidak peduli dengan tatapan si Reza. Puas rasanya melihat kelakuan tuan disebelah.

 

"Jangan lupa minum obatnya, semoga segera membaik."

 

"Baik, pak Dokter. Mari saya duluan ...." Ulala puas sekali rasanya ngerjain si Reza. Hahaha ....

 

Aku dan miss dora menunggu sopir yang sedang mengambil mobil ke parkiran. Namun, lagi-lagi pengacau datang.

 

Tiit ...

 

"Miss Dora, aku yang bawa Nina ke rumah. Miss Dora sama pak Jum saja."

 

"Baik, Tuan. Kalau begitu nona Nina masuk saja ke mobilnya tuan Reza." Ya sallam ini orang sebenarnya maunya apa sih.

 

"Hei ..! Nona sok manis. Masuk!" Ih, asli sebel ketulungan dengan si Reza ini.

 

Kuikuti maunya. Lumayan bisa menikmati Mobil keluaran terbarru si Reza. Eh, mikirin apalagi aku. Ini maunya si Reza agar aku naik, bukan mauku tentunya.

 

"Gak usah mandang aku kayak gitu nona sok manis. Nanti diabetesmu kambuh melihatku yang begitu manis ini." Astaghfirullah ini orang benar-benar buat tensi naik. 

 

Selama diperjalanan aku hanya diam. Sesekali kupandang buket bunga yang ada ditanganku. Bahagia itu ternyata sederhana cukup diperhatikan oleh orang yang kita sayang membuat hati berbunga-bunga. Tidak seperti yang disebelah bawaannya buat tensi naik. Masak hanya mandang wajahnya saja bikin diabetes. Ih.

 

"Nona sok manis nih pake biar tu wajah sedikit glowing." Dia memberiku serum B Erl. Benar-benar ini orang sempat-sempatnya berfikir untuk memberikan skin care.

 

Kuambil lalu kugunakan. Mumpung gratis kenapa tidak. Kuusap perlahan serum kesukaanku ini. Benar-benar fresh dan serum ini sangat cocok di kulit wajahku. 

 

"Lumayan manis setelah pakai tu serum. O, ya, tu buket jangan dicium-cium terus tidak baik bagi kesehatan hidung. Beberapa orang malah alergi lho nona sok manis." Astagfirullah lagi ni orang. Resek banget ini orang, apa jangan-jangan sebenarnya dia cemburu ini orang?

 

***

Tak lama akhirnya sampai rumah. Seperti biasa semua menunggu tuan rumah ini. Semua memberikan senyuman terbaik untuk tuannya sementara denganku mereka malah tidak menoleh sedikit pun. Harta dan tahta memang segalanya, harusnya orang yang terluka yag disambut ini mah semua orang fokus menyambut bos sok gantengnya.

 

"Kenapa makin cakep saja, ya, tuan besar."

 

"Aku terpesona dengan ketampanannya. Udah kaya, perhatian juga dengan ibunya."

 

"Semoga dia tetap jomblo." Mereka saling sahut gosipin bosnya. Pengen banget menyiarkan ke mereka kalau aku ini istri sah bosnya.

 

Seperti biasa si Reza langsung menuju kamar. Sementara aku menuju kamar ibunya. Penasaran bagaimana kabarnya dua hari tidak bertemu. Namun, sayang pintunya tertutup. Menurut perawatnya dua hari ini dia tidak memberontak setelah dia memukul keningku sampai pingsan dan dijahit. Padahal aku ingin tahu bagaimana keadaannya. 

 

Tanpa basa basi aku langsung menuju kamar. Kamar yang kutempati ini memang sangat nyaman karena dekorasi dan fasilitas didalamnya sangat rapi dan lengkap, tapi entah mengapa semua terasa membosankan disini. Kulihat lagi buket bunga dan selembar kertas yang diberikan dokter Gunawan. Lumayan menambah amunisi dihatiku saat ini.

 

Kurebahkan diriku dikasur empuk ini. Namun, baru saja ingin memejamkan mata, suara anak kecil berteriak dan berlari-lari. Pasti bocah kecil anaknya si Reza yang sok keren itu.

 

"Brayen tunggu ...!" suara pengasuhnya berteriak sambil ngos-ngosan menngejar si bocah. 

 

"Kejar aku. Ye, ye, ye. Ayo kejaaar ...!" suara si Brayen semakin keras. Ya Ampun ada-ada saja yang menganggu.

 

"Ada apa ini, mbak?" tanyaku ke pengasuhnya.

 

"Seperti biasa Tuan kecil Brayen kalau makan harus berlari-lari dulu." ya ampun, aku mah ogah ngejar si bocah biar saja dia kelaparan.

 

Pengasuhnya disuruh push up, guling-guling di taman baru dia makan. Satu sendok makan satu kali pengasuhnya push up dan guling-guling. Ini yang salah entah siapa? Benar-benar dikerjain sama si bocah. 

 

"Kalau tidak dituruti dia akan mengamuk, dan kami pasti dipecat kerja. Setelah itu yayasan yang mengirim kami langsung kena denda dari tuan besar." Astaghfirullah, jadi itu masalahnya sampai mereka mau saja melakukan suruhan si bocah. 

 

Dan lebih mencengangkan ini adalah perawat yang ke-15 yang mengasuh Brayen. Luar biasa sekali si bocah ini.

 

"Hei, Bro. Ngapain? " tanyaku basa basi. Dia tidak menyahut justru semakin melancarkan aksinya mengerjai pengasuhnya.

 

"Bro, bisa manjat pohon itu nggak?" Dia menggeleng. 

 

"Belum jadi laki-laki ksatria kalau belum bisa manjat," ucapku yang membuat alisnya terangkat. 

 

Aku langsung melancarkan aksiku naik ke pohon mangga di belakang rumahnya.  Kupetik dua mangga yang mateng untuk pengasuhnya yang terlihat kelelahan.

 

"Ini untuk mbak, masuklah biar aku yang ngurus Brayen," ucapku kepada kedua pengasuhnya si bocah.

 

Mereka masuk dan aku langsung melancarkan aksiku juga. Jangan sampai kalah dengan bocah kecil ini.

 

"Bro, kami di desa udah biasa push up, guling-guling ditanah. Yang lebih ekstrim dari itu mah biasa, bro bagi kami. Brayen pernah main selodor gak?" tanyaku, dan dia langsung menggeleng.

 

"Itu permainan seru, Bro. Tapi harus banyak pemainnya. Bagaimana kalau kita main sepak bola saja?"

 

"Memang Miss Nina bisa?" tanyanya. Lumayan dia menyahutku.

 

"Bisa lah, sama daddy mu aja aku tidak takut melawannya main sepak bola. Apalagi sama kamu tuan ganteng." Aku mengacak rambutnya dan dia tidak marah berarti lumayan ada kemajuan.

 

"Wah, benarkah? Kalau main basket bagaimana, Miss?" tanyanya lagi.

 

"Itu, mah sangat gampang bagiku, Brayen," sahutku. Padahal kelemahanku selama ini adalah main basket.

 

"Wow keren, Miss. Daddy adalah salah satu pemain terbaik di kota ini, Miss. Jika Miss bisa mengalahkan Daddy main basket aku akan mengikuti semua maumu, Miss." Mati aku. Bagaimana ini. Basket adalah kelemahanku.

 

"Daddy mu sibuk, lebih baik Brayen saja yang main denganku." Kalau sama anak kecil pasti menang kan? Jangan sampai aku main dengan Daddy nya bisa malu-maluin nantinya.

 

"Siapa bilang aku sibuk nona sok manis? Brayen siapkan bola basketnya, Daddy akan melawan nona ini." Dia mengedipkan mata dan Brayen mengangkat dua jempolnya.

 

Mati, aku!

Pen rasanya langsung ditelan bumi, gaes.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
............senjata makan tuan tuh semangat nin.........
goodnovel comment avatar
Darmi Ajah
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Sareta Ahmad
cerita yang bagus lanjut lg
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua baik-baik saja, kan?

    Reza terus tersenyum melihat tingkah Brayen, mereka seperti cinta lama bersemi kembali. Tanpa harus berucap pun mereka saling merindukan. Hanya saja mereka malu untuk mengutarakan. Bisa dikatakan mereka sebenarnya memiliki sifat yang hampir mirip.“Bukan Brayen yang nakal, tapi Daddy. Apa daddy ingin menyiksa Brayen lebih lama lagi?” tanya Brayen kepada Reza yang masih memalingkan wajahnya. Sementara Nina dan Shaka mundur teratur, memberikan ruang waktu kepada Brayen dan Reza. Monica menatap sebentar kepada Brayen mantan suaminya itu. Tatapan harapan agar semuanya baik-baik saja. Brayen spontan memegang tangan Monica dengan lembut.“Semuanya pasti baik-baik saja sayang,” bisiknya. Ucapan lembut dari Brayen membuat Monica bergetar. Hati yang semula layu tumbuh bermekaran lagi. Cinta memang luar biasa membuat hati dan pikiran tak menentu. Monica pamit keluar ikut memberikan ruang waktu Reza dan Brayen agar mereka leluasa untuk bercerita. “Dad, kita baikan yuk, kita jalan-jalan lagi s

  • Pesona Istri Dari Desa   Kesempatan Kedua

    “Daddy ….” Bayen menitikkan air mata di samping Reza yang terbaring lemah, kenangan masa lalu keluarga bahagia seperti kaset yang berputar. Brayen terus menitikkan air mata“Maafkan Brayen, Dad ….” Terdengar serak, Brayen tidak bisa tidak membendung air mata yang keluar.“Abang … kita semalam masih bisa bercerita tentang anak-anak kita, kenapa abang hanya tidur saja sekarang.” Ya Allah sesak rasanya melihat Nina menangis disamping Reza.“Abang pasti bercanda ‘kan? seperti dulu waktu kita baru bersama di awal pernikahan kita.” Shaka memeluk bundanya, menenangkan agar Nina tidak bersedih.Reza baru saja balik dari kritisnya, jantungnya ternyata serius dan harus melakukan penanganan yang lebih intensif. Brayen memeluk Nina."Maafkan Brayen, Bund. Jika ada kesempatan kedua aku ingin menjadi anak yang baik bagi daddy " Pecah tangis mereka di ruangan, Shaka yang sedari tadi hanya diam, terus mengeluarkan air mata.“Dad ….” Monica yang baru sadar ikut mencium tangan Reza.“Monica belum jadi

  • Pesona Istri Dari Desa   Reza Parah?

    Reza dilarikan ke rumah sakit karena ternyata Reza lemas dan mengalami sesak nafas. Kemungkinan yang terjadi karena Reza sempat emosi dan kepikiran Monica sehingga jantungnya kumat."Daddy kenapa, Bund.""Tiba-tiba lemas, padahal paginya daddy segar sekali.""Nafasnya naik turun, ya Allah bunda takut daddymu kenapa-kenapa." Nina menangis dipelukan Shaka. Monica yang mengira hanya chek up biasa ikut panik ketika dikabari abangnya jika Reza masuk ICU. Reza sampai tidak sadarkan diri menambah deretan kepanikan keluarganya."Bukannya tadi bunda bilang hanya chek up saja.""Iya, ternyata daddy lemas untung segera dilarikan ke rumah sakit.""Ya Allah Monica kira tidak separah ini." Terdengar suara serak Monica yang menangis mendengar Reza tidak sadarkan diri."Abang Brayen sudah menuju ke sana.""Iya, Dek. Kamu cepat ke sini," ucap Shaka yang meminta Monica langsung ke rumah sakit. Sementara Brayen shock melihat keadaan Reza, bayangan bersama ketika kecil membuat hati Brayen terenyuh dadd

  • Pesona Istri Dari Desa   Mencari Restu

    Misiku kali ini bukan lagi untuk bersatu dengan abang Brayen, tapi memikirkan bagaimana agar abang Brayen bersama daddy seperti dulu lagi. Terkadang kita dipaksa kuat oleh keadaan dan dibuat ikhlas oleh kenyataan, jadi pandai-pandailah menjaga perasaan kita sendiri, karena disaat kita terpuruk, susah dan sedih tidak semua orang akan peduli. “Ikuti saja kata bunda, Dek. Sejauh mana kamu melangkah jika dia jodohmu pasti dia akan kembali mengejarmu.”“Iya, Bang.”“Abang yakin kamu bisa melewatinya, Dek. Demi daddy,” kata abang Shaka.“Makasih, Bang. Demi kalian semua.”Segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya. sakitnya daddy pasti jalan agar abang Brayen dan daddy bersatu kembali. Aku juga harus sadar jika usia daddy tidak muda lagi. Aku mau daddy di hari tuanya bahagia tanpa beban."Belajar untuk tidak terlalu berharap kepada siapapun kecuali Allah, karena harapan yang berlebihan kepada manusia hanya akan menyakiti perasaanmu sendiri," ucap ababg Shaka memberi nasehat. "Saatnya kamu le

  • Pesona Istri Dari Desa   Biarkan Dia Berjuang

    Reza kembali kumat, ternyata selama ini Reza ada riwayat jantung sehingga harus dikontrol minum obat setiap hari. Nina pun sadar semakin hari usia mereka sudah tidak muda lagi sehingga gampang sekali terkena penyakit.“Kasitahu anak-anak, Bang, kalau jantungmu sedang tidak baik-baik saja,” kata Nina pada Reza yang terbaring. Nina sadar semenjak Monica gagal menikah lagi, suaminya–Reza sering sakit-sakitan. Dia merasa gagal sebagai orang tua.“Bang, coba diubah pola pikirnya bahwa tidak semua keinginan kita selalu sejalan.”“Iya, Sayang. Daddy baik-baik saja, Bund.”“Baik-baik bagaimana, kata dokter abang harus berobat intensif.” “Tenang saja, Bund. Semua pasti baik-baik saja,” kata Reza. Jauh dari lubuk hatinya sebenarnya dia menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Shaka sudah bahagia dengan Gendhis. Sementara Monica masih dilema.“Apa abang memikirkan Monica?” tanya Nina. Dia penasaran akhir-akhir ini suaminya lebih pendiam.“Jangan dipendam, salah satu sumber penyakit adalah

  • Pesona Istri Dari Desa   Mahir Membuat Luka

    Aku duduk ikut bergabung bersama daddy dan abang Brayen. Walau jujur tanganku gemetar melihat reaksi daddy, sementara abang Brayen tetap santai. “Monica yang memintaku dad, untuk datang menemui daddy. Dia memang tidak sabaran,” katanya begitu renyah. Astagfirullah itu orang benar-benar enteng berucap. Aku langsung melotot tak percaya, eh dia justru senyum-senyum tidak jelas melihatku.“Tanpa diminta pun aku akan tetap menemui daddy,” sambungnya lagi.“Aku tidak bisa hidup tanpa Monica dan Arvian, Dad.”“Paling kamu cuma modus anak nakal!” daddy langsung to the point. Aku kira abang Brayen akan marah ternyata dia tertawa melihat reaksi daddy. Dia memang orang yang sulit untuk ditebak.“Aku serius, Dad. Monica dan Arvian adalah hidupku. Rasanya hari-hari begitu sulit tanpa mereka.” Aku hanya menunduk ketika abang Brayen berucap demikian. Sepertinya kupu-kupu mulai berterbangan. Rasanya malu sekali, apalagi lirikan matanya yang membuat wajah ini tersipu malu.“Luka yang kamu buat begitu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status