Seorang wanita cantik merasa begitu muak dan sesak berada di bawah tekanan kedua orang tuanya. Setiap bertemu, dirinya selalu ditanyai perihal pernikahan dan perjodohan.
Namun semua pria yang ia temui tidak ada yang mengena di hatinya. Tidak ada seorang pun yang membuat hatinya tergerak. “Persetan dengan pria!” kesalnya. Merasa frustasi, wanita cantik itu membuka lemari dan mencari gaun malam nya yang seksi dan begitu indah dengan kilauan payet memperlihatkan kemewahan gaun tersebut.
Dia mengambil ponselnya dan menghubungi satu – satunya sahabat yang bisa membantunya menghilangkan stress malam ini. Begitu panggilan tersambung, terdengar sapaan dari seberang sana. “Ya Agnes? Ada apa?”
“Pokoknya malam ini kamu harus hibur aku! Aku mau minum banyak malam ini di klub!” seru Agnes kepada sahabatnya itu.
“What?! Seorang Agnes Quinza Eloise mau pergi ke klub?” timpal Rosa tidak percaya mendengar pemintaan sahabatnya itu.
“Yes, aku serius Rosa, kita ketemu satu jam lagi di klub AIR,”
“Hahaha!! Ok girl! See you there!” balas Rosa semangat.
Setelah selesai telponan, Agnes memoles make up tipis di wajahnya yang begitu cantik dan sensual. “Hmm, sempurna Agnes !” gumamnya bangga seraya memasang anting di telinganya.
Wanita cantik itu melangkah dengan anggun di dalam rumahnya yang seperti kastil kerajaan. Para pelayan berlalu lalang membersihkan segala macam perabotan agar terus berkilauan.
Agnes melajukan kendaraannya menuju klub AIR, yang ia ketahui dari Rosa, sahabatnya. Tidak cukup dua puluh menit perjalanan, wanita cantik itu tiba. “Ternyata jauh lebih cepat dari yang aku pikir,” gumamnya sambil mematikan mesin mobil mewahnya.
Agnes mangatur nafasnya. Di tarik dan di hembuskan beberapa kali. Dia merasa cukup tegang karena ini adalah pertama kali ia menginjakkan kaki di sebuah klub.
“Hahh… Huuhhh… Hhhhaaahh… huhhhh! Ok! You can do it Agnes!” gumamnya memberi semangat kepada dirinya sendiri. Menghilangkan rasa groginya datang ke tempat keramaian seperti ini.
Agnes membuka pintu, menurunkan kakinya menyentuh aspal dengan heels-nya. Brak! Suara pintu mobil yang terdengar begitu lembut.
“Let’s go!” Agnes melangkahkan kakinya dengan pasti masuk ke dalam klub. Tepat di depan pintu masuk, dua bodyguard yang berjaga meminta izin untuk melihat identity pengunjung.
Agnes kemudian membuka clutch yang ada di tangannya, mengeluarkan sebuah kartu VIP yang selama ini tidak pernah ia gunakan. Kartu VIP yang hanya di berikan kepada seseorang yang memiliki Black Card.
Kedua bodyguard itu saling menatap dan mengangguk. Kemudian menyambut Agnes, “Silahkan Nona,” ucap mereka memberikan jalan kepada Agnes.
“Thank you!” sahut Agnes dan melangkah masuk dengan anggun.
Begitu Agnes masuk semakin dalam, ia terpesona dengan suasana hiruk pikuk yang di sajikan. Bau menyengat rokok, parfum dan minuman bercampur menjadi satu. Kemudian pandangannya sedikit terganggu dengan seorang pria yang berada di sudut klub. “Ck! Dasar playboy! Menggunakan wajah untuk memanfaatkan wanita,” decaknya malas. Kemudian dia memilih untuk duduk di depan bartender sambil menunggu Rosa.
“Vodka, please.” Ucap Agnes pada sang bartender.
“Alright, miss…” Sang bartender pun dengan sigap menyediakan pesanan untuk Agnes.
Agnes segera meneguk Vodka yang ada di depannya. Wanita itu sedikit mengernyit begitu merasakan sensasi minuman tersebut di dalam mulutnya.
Bartender kembali menambahkan minuman Agnes setiap Agnes meminta untuk di tambahkan. Entah sudah berapa gelas tapi Rosa belum kunjung datang.
Dia pun memutuskan untuk menghubungi Rosa, mengatakan kalau dirinya sudah tiba sedari tadi. Dan tidak lama kemudian terlihat dari pintu masuk, Rosa berlari kecil menghampirinya.
“Katanya satu jam! Kok udah tiba aja sih!” seru Rosa kesal karena harus tergesa – gesa menyusul Agnes.
“Yah mana aku tahu kalau dekat dari rumah, tadi ke sini pakai maps.” Jawab Agnes santai.
Rosa mendengkus kesal, “Hah… Dasar!” dan duduk di samping Agnes. “By the way sudah berapa sloki?” tanyanya kepada Agnes, dia dapat merasakan bau alkohol yang kuat dari mulut Agnes, dan sahabatnya itu sepertinya sudah sedikit mabuk.
“Hmm, baru beberapa.” Jawabnya kemudian kembali memanggil bartender. “Dua vodka.” Ucapnya.
“Alright miss…” sang bartender segera memberikan dua sloki vodka untuk Agnes dan Rosa.
Usai meneguk minuman, Rosa menatap sahabtnya itu. “Jadi kenapa kamu nyasar di sini?”
“Ck! Aku muak di rumah! Pembahasan hanya terputar – putar menyuruhku untuk menikah!” jawab Agnes malas seraya meneguk kembali minumannya.
“Pftt Hahahaha!!! Makanya! Kamu tuh seharusnya berkencan! Biar bisa merasakan nikmatnya memiliki pasangan! Apalagi saat di atas ranjang! Ugh!!” balas Rosa yang sengaja menggoda Agnes.
“Sial! Diamlah Rosa! Aku tidak ingin mendengar nasihat mesum mu itu! Biarkan aku menikmati malam ini,” ujar Agnes mengulum senyum.
“Hahahah! Jadi kamu tidak ingin mencari seorang pria? Lihatlah di sekelilingmu, begitu banyak pria yang menggoda.” Ucap Rosa kemudian matanya tertuju ke seorang pria yang begitu tampan.
“Lihat, pria di sana sangat tampan,” bisik Rosa sambil menunjuk ke arah pria yang sedang di kelilingi beberapa wanita dan sedang beradegan mesra. Para wanita itu terlihat bergantian mencumbu pria tampan itu.
Agnes memutar malas bola mata indahnya, “Apa kau tidak lihat dia saat ini di keliling banyak wanita? Sudah pasti dia seorang pria berengsek!” Agnes kembali memesan vodka dan menegaknya hingga tandas.
“Terserah kamu saja! Bagaimana kalau kita berdansa saja?” tawar Rosa yang berniat menghibur sahabtnya itu.
“Tidak usah, kau saja.” Balas Agnes.
“Ok! Kalau begitu aku turun ke lantai dansa, di klub tanpa seorang pria itu akan terasa kosong!” cicit Rosa dengan tertawa riang. Beranjak dari duduknya setelah meneguk segelas vodka. Berjalan meninggalkan Agnes ke lantai dansa.
Agnes mengayunkan tangannya, mempersilahkan sahabatnya itu untuk berpesta, dari pada dia harus kembali mendengar ocehan mesumnya.
Agnes kembali memesan minuman kepada bartender, dan dia kembali menenggak vodkanya dengan sekali teguk. Dia tidak sangka dengan minuman ini dia merasa jauh lebih baik. Perasaan kesal dan bebannya seolah menguap bersama alkohol yang ia minum. Pikirannya terasa begitu jernih dan tenang, segala beban yang ia pikul selama ini terasa menghilang.
Tiba – tiba terdengar suara bariton menyapanya, “Sepertinya kau terlihat begitu kesepian, temanmu meninggalkanmu sendirian dan memilih berdansa dengan para pria.” Agnes sontak terkejut dan menoleh ke asal suara tersebut.
Deg!
“Kamu –” Agnes terkesiap memandang sosok pria yang ada di sampingnya saat ini. Matanya tidak berkedip menatap pria tampan ini. Wajahnya memiliki garis tegas di rahangnya, rambut berwarna hitam pekat, kulit yang begitu putih bersih, tubuhnya yang tegap serta yang membuat Agnes terkesima adalah kilauan manik berwarna biru di matanya. Sempurna.
Pertama kali dalam hidup Agnes dia melihat pria setampan ini.
Pria tersebut tersenyum tipis menambah kadar ketampanannya. Memilih duduk di samping Agnes. Kemudian dia mengangkat tangannya kepada bartender. Sang bartender yang sudah mengenal pria itu langsung menyediakan segelas wine. Kemudian, dia menyesapnya secara perlahan. Dan kembali menatap wanita cantik di sampingnya.
“Apa sejak tadi kamu menatapku?” tanyanya kepada Agnes.
Agnes mengernyitkan keningnya. Melirik sekilas ke arah pria itu. Entah kenapa, jantungnya berdegup begitu kencang. Tapi dia berusaha menahan dan bersikap biasa, seolah dirinya tidak peduli. “Untuk apa kamu ke sini? Bukannya kau sudah di kelilingi oleh banyak wanita?” ucapnya tenang sambil meneguk minumannya, tanpa melihat ke arah pria di sampingnya.
Pria itu terkekeh pelan dengan suara yang begitu pelan dan seksi, “Ternyata benar, kamu memperhatikanku?”
“No,” Agnes meletakkan gelasnya, lalu menoleh ke pria di sampingnya dan berkata dengan tegas, meluruskan prasangka pria itu, “Aku tidak memperhatikanmu! Aku hanya tidak sengaja melihatmu! Jadi, lebih baik sekarang anda kembali ke wanita – wanita anda, Tuan. Karena aku tidak ingin terlibat dengan mereka.”
Pria itu kembali terkekeh pelan, “Mereka bukan wanita – wanitaku.”
Agnes mengerutkan keningnya, “Mereka bukan wanita anda? Lalu? Bukannya anda dan –”
“Ya, bukan berarti kami bercumbu, mereka adalah kekasihku bukan? Lagi pula sejak kamu masuk ke dalam, pandanganku tidak bisa lepas darimu.” Ucapnya dan tersenyum seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar, “dan aku rasa bukan hanya aku. Tetapi kamu sudah menarik perhatian semua pria di ruangan ini.” Ucapnya tidak melepaskan tatapannya dari wajah Agnes.
Agnes tersenyum tipis, “Berikan aku alasan kenapa anda terus menatapku Tuan? Padahal masih banyak wanita cantik dan seksi di sini?”
“Hmm, sepertinya yang kamu ucapkan itu salah.” Pria itu kini mengikis jarak mereka dan bergerak mendekati Agnes. Membuat jarak mereka begitu dekat dan membuat jantung Agnes berdegup begitu cepat. Namun dengan cepat dia kembali mengalihkan pandangannya.
“Kenyataannya, kaulah wanita yang paling cantik dan mempesona dari semua wanita yang ada di sini.” Pria itu melanjutkan ucapannya dengan suara beratnya. Terdengar begitu menggoda dan seksi—dia kembali menyesap wine nya tanpa melepaskan tatapannya kepada Agnes.
Agnes tersenyum sinis dan memutar malas bola matanya, “Sayangnya aku tidak mempan dengan rayuan gombal anda, Tuan. Jadi, simpan saja rayuan Anda untuk wanita lain.”
Pria itu kembali tertawa pelan mendengar perkataan Agnes tadi. Sedangkan Agnes, tak bisa mengalihkan pandangannya dari pria di sampingnya yang sedang tertawa itu. Dia akui, pria ini memiliki sihir untuk menggoda seorang wanita. Tubuhnya yang tinggi, dada yang atletis, otot lengannya yang terbungkus dengan kemeja, terlihat begitu sempurna. Ingin sekali dia mengalihkan pandangannya, tapi tatapannya tidak ingin lepas memindai tiap kesempurnaan pria tampan di depannya itu. Senyuman manisnya membuat dirinya seolah ingin meleleh di dalam pelukannya.
“Aku tidak pernah sekalipun mengumbar rayuan nona, yang aku katakan adalah yang sejujurnya. Dari semua wanita yang aku pernah temui, kaulah yang tercantik dan berhasil membuatku tidak bisa menahan diri untuk mendekatimu.” Jelas pria itu dengan senyuman lembut di wajahnya, memperlihatkan wajah tegas nan tampan.
Seolah dia melupakan tujuan utamanya untuk datang ke klub ini.
Agnes yang merasa jantungnya berdegup semakin cepat, hanya tersenyum tipis dan kembali meneguk segelas sloki vodka. Dia tidak lagi menjawab perkataan pria itu. Kepalanya kini terasa berat. Dia pun tidak sadar sudah berapa sloki yang ia minum. Meskipun seperti itu, dia dapat melihat dengan jelas wajah pria tampan yang ada di sampingnya. Agnes menggelengkan kepalanya agar dia tetap sadar, sampai pandangannya bertemu dengan wanita yang tadi duduk di samping pria ini. Wanita itu terlihat terus menatap pria tampan ini.
“Tuan, sebaiknya kamu kembali ke wanitamu. Dia terlihat begitu menginginkan anda. Aku yakin mereka akan dengan senang hati bercinta satu malam dengan Anda,” ujar Agnes santai dan datar.
Pria itu melirik sekilas mengikuti pandangan Agnes dan tersenyum sinis, lalu kembali menatap Agnes dan berkata, “Tapi sayangnya, aku tidak menginginkan mereka. Aku hanya menginginkanmu. Kau jauh lebih mempesona dari pada mereka,”
Agnes lagi – lagi tertawa sarkas dan menggelengkan kepalanya, ‘”Anda ternyata seorang playboy handal,”
Pria itu mengangkat bahunya, acuh. Dan bergerak mendekat kepadanya. Agnes yang terkejut sontak sedikit memundurkan tubuhnya. Namun karena kondisinya yang mabuk, membuat dirinya hampir saja ambruk. Dengan sigap pria itu merengkuh pinggangnya dan berbisik dengan suara seraknya di telinga Agnes, “Kau sudah sangat mabuk, Nona.”
Deg!
Agnes yang tadi tanpa sengaja merangkul leher pria itu menjawab pelan, “Tidak, aku tidak mabuk.” Dia saat ini benar-benar tidak mampu menopang tubuhnya sendiri. Dengan posisi ini, Agnes dapat mencium dengan jelas aroma parfum maskulin di tubuh pria itu. Aroma yang begitu menggoda. Sesaat tatapan mereka berdua saling bertemu. Sebuah tatapan yang tidak mampu Agnes hindari. Dia seolah tersihir dengan sorot hazel biru itu.
Pria itu tersenyum tipis dan membelai lembut wajah Agnes, “Apa kamu mau berdansa denganku?” tanyanya seraya menatap lekat manik indah Agnes yang berwarna abu – abu.
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk