Share

04

Author: CEAVEN
last update Last Updated: 2023-11-27 15:38:20

Pagi hari Harsa yang baru selesai berkemas  itu kembali uring-uringan sendiri.

"Memang lagi apes banget  gue sekalinya ketemu istri malah nggak bisa buka puasa," gerutu Harsa. Ia kesal karena semalam saat sedang ingin mengambil haknya, sang istri menyatakan tengah PMS.

"Semua sudah masuk tas, Mas?" tanya Latifa. Ia baru selesai mandi dan hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuhnya yang putih dan mulus itu.

Gluk ....

Harsa menelan saliva. Ia menjadi gagal fokus ditanya istrinya itu.

"Kamu sengaja mancing aku, ya!" tuduh Harsa pada Latifa.

Tuduhan itu reflek begitu saja keluar dari mulut Harsa melihat sang istri yang hanya menggunakan handuk kala keluar dari kamar mandi.

"Mancing apa sih, Mas? Memang kamu ikan, dipancing? Lihat aku mau ambil baju ganti juga bukan bawa pancing." Latifa kemudian menutup almari baju kembali membawa baju seragam kerjanya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.

Harsa nampak mengipasi wajah yang memanas akibat ulah istrinya itu.

"Sudah tahu gue lagi mode tegangan tinggi gini, ehh malah sengaja banget gak pakai baju sekalian," ungkap Harsa melihat ulah istrinya. Harsa kesal dan berfikir Latifa istrinya itu sangatlah tidak peka.

Beberapa menit kemudian Latifa terlihat sudah rapi dengan seragam kerja di tubuhnya.

'Kok malah tiduran lagi sih?' gumam Latifa saat melihat Harsa terdampar di pulau kapuk kembali.

"Mau sarapan dulu tidak, Mas?" tanya Latifa pada Harsa. Ia berinisiatif mengajaknya sarapan untuk membangunkan kembali suaminya itu.

"Sarapan kamu boleh." Harsa kemudian duduk sambil menaik turunkan alisnya.

"Mulai dech kamu, Mas. Sudah tahu aku lagi PMS juga," keluh Latifa.

"Kan bisa pake cara manual, Sayang," rengek Harsa lagi. Ia seolah tidak menyerah membujuk istrinya itu supaya mau memberikan bekal terlebih dahulu sebelum dirinya kembali pergi.

"Mas, jangan aneh-aneh, deh. Aku sudah rapi gini tidak mungkin keburu lah kalo harus mandi lagi," ucap Latifa. Sebenarnya dirinya juga tidak tega menolak permintaan suaminya itu. Namun, ia yang sudah rapi itu juga sangat tidak mungkin jika harus mandi lagi.

Mendapatkan tolakan kembali, membuat Harsa memilih lekas pergi saja dari sana. 

"Kita langsung berangkat saja kali, ya." Harsa  mengambil tas ranselnya untuk dibawa keluar dari kamar itu.

 'Lah, ngambek apa dia tidak menerima tawaran sarapan dulu,' gerutu Latifa. Ia memilih ikut keluar dari kamar.

Di ruang tamu, Harsa yang akan berpamitan itu kembali mendapat pertanyaan yang sama dari ibu mertuanya."Sarapan dulu, Harsa".

 "Tidak usah, Mak. Harsa takut ketinggalan pesawat. Ini nanti juga harus antar Latifa dulu ke tempat kerja." Harsa mencium punggung tangan ibu mertua dengan takzim.

"Kemana Bapak, Mak?" tanya Harsa.

"Tadi Bapak nitip  salam buat kamu, dia pagi sekali tadi sudah ada yang mengajaknya pergi," jawab ibu mertua.

Akhirnya pagi ini Harsa berangkat  diantar Galih  yang merupakan adik iparnya. 

"Aku tidak ikut antar kamu ke bandara, beneran tidak mengapa kan, Mas?" tanya Latifa. Ia merasa tidak enak pada suaminya itu.

Mendapati pertanyaan yang kembali sama dari sang istri Harsa sengaja mengatakan keinginannya kembali.

"Kalo mau bolos kerja aku malah seneng kamu bisa antar aku," jawab Harsa jujur.

"Mana bisa bolos, Mas? Memang kerja di kantor sendiri yang bebas kapan kita mau bolos kerja," jawab Latifa ketus.

"Kalo seperti itu, tadi kenapa pake nanya!" ucap Harsa kesal. Ia gemas pada jawaban sang istri yang memang awalnya sudah bisa ia tebak itu.

"Ya, masak nanya saja tidak boleh," kesal Latifa. Jika Harsa berangkat waktu dirinya tengah libur bekerja, Latifa pasti memilih ikut mengantarnya.

"Tidak. Kecuali kamu memang mau  antar," ucap Harsa asal.

 Entah mengapa Harsa yang biasanya sabar itu, pagi ini cukup menyebalkan di mata Latifa.

Galih yang menjadi obat nyamuk dengan duduk di balik bangku kemudi memilih menjadi pendengar setia sambil sesekali menggelengkan kepala kala melihat perdebatan kecil antara kedua kakak dan iparnya itu.

Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di kantor tempat Latifa bekerja.

Setelah berpamitan Latifa keluar dari mobil galih.

Di waktu yang bersamaan  Fadil baru datang diantar oleh supirnya dan langsung menghampiri Latifa yang terlihat baru tiba juga di sana.

"Pagi," sapa Fadil ramah. 

Pesonanya bahkan berhasil mengalihkan fokus para karyawan yang sedang berlalu lalang tiba di kantor tempat mereka bekerja.

Latifa yang sedang melambaikan tangan pada mobil adiknya itu langsung berpaling fokusnya kala ada yang menyapanya.

Ia seolah lupa suaminya itu sangat tidak menyukai sosok Fadil yang kini sudah ada di hadapannya.

"Pagi juga, Pak," ucap Latifa membalas sapaan Fadil.

"Kamu baru datang juga? Naik taksi?" tanya Fadil basa basi.

Padahal tadi Fadil menyadari saat menghampiri Latifa, wanita itu tengah melambaikan tangan pada mobil yang baru saja mengantarkannya.

"Ehh, iya Pak. Bukan taksi itu tadi mobil Galih, adik saya," jawab Latifa apa adanya.

Di dalam mobil tempat Harsa berada kini ia tengah kebakaran jenggot menyadari laki laki yang sama menghampiri istrinya saat baru tiba di sana tadi.

'Mau meminta Galih putar balik lagi sudah kepalang tanggung.  Gue juga khawatir akan terlambat sampai bandara, huffft.' Akhirnya Harsa memilih menghubungi istrinya itu.

Tuttt ... nuutt ....

Telepon terhubung. Namun, si empunya ponsel tidak kunjung menjawabnya.

"Aish, kenapa tidak diangkat, sih!" cicit Harsa kesal sendiri.

"Kenapa, Mas?" tanya Galih yang melihat iparnya itu gelisah sendiri sedari meninggalkan kantor tempat kakaknya bekerja.

"Ini lho, Mbakmu tidak bisa dihubungi," ungkap Harsa.

"Memang ada yang lupa? Atau ada yang urgent?" tanya Galih lagi. Ia menanyakan itu bukan bermaksud ingin ikut campur masalah kakaknya. Namun, ia siap sedia jika diminta harus putar balik kembali ke kantor tempat kakaknya bekerja.

"Tidak, sih," jawab Harsa singkat. Ia enggan menceritakannya pada Galih perihal yang belum pasti kebenarannya.

"Tinggalkan pesan saja, Mas, nanti mbak Ifa pasti baca," usul Galih.

Harsa akhirnya memilih mengikuti saran adik iparnya itu setelah berulang kali melakukan panggilan pada Latifa tak mendapat jawaban.

Di kantin kantor saat ini Latifa berada bersama kedua sahabatnya yang kemarin sore gagal hang out bersama.

Ia memilih menyempatkan diri sarapan pagi bersama kedua sahabatnya itu sebelum mulai bergulat kembali dengan pekerjaannya.

Namun, ponsel Latifa memang di mode silent, sehingga wanita yang terlalu asik bercengkrama itu tidak menyadari banyak notifikasi masuk dari sang suami.

Harsa yang sudah sampai di bandara saat ini hanya bisa pasrah mendapati notifikasinya yang sama sekali tidak mendapat respon dari sang istri. Demi mengubur kegelisahan Harsa memilih mematikan ponselnya.

Beberapa jam telah berlalu sampai tiba saatnya jam makan siang. Latifa baru mengambil benda pipih miliknya dari dalam tas.

'Sepuluh panggilan tak terjawab dari mas Harsa?' gumam Latifa. Tanpa menghiraukan terlebih dahulu isi notifikasi pesan dari orang yang sama Latifa memilih melakukan panggilan balik terlebih dahulu. 

Latifa sebenarnya juga sudah penasaran suaminya itu sudah sampai di rumah atau belum mengingat jarak penyebrangan Semarang Bali dengan pesawat hanya membutuhkan  waktu sekitar satu setengah jam saja.

"Loh, nomornya kok tidak aktif?" ucap Latifa. Karena penasaran kemudian ia ingin mengecek notifikasi pesan dari suaminya terlebih dahulu sebelum pergi istirahat. Namun, baru akan melihat isi notifikasi pesan itu dalam waktu yang bersamaan Hana sahabatnya kembali menghampiri Latifa untuk mengajaknya makan siang bersama.

Latifa akhirnya memilih mengikuti ajakan sahabatnya itu. Dan melupakan rasa penasarannya sejenak.

Sampai pada waktu mereka tengah berada di kantin kantor. Latifa melihat berita di tv kantin yang menyiarkan berita kecelakaan pesawat yang sama dengan maskapai yang suaminya naiki.

Latifa mulai cemas dan kembali teringat Harsa. Ia kembali mencoba menghubungi nomor ponsel suaminya itu. 

Tuttt ... nutt ....

"Mas, kenapa masih tidak aktif."  Latifa yang cemas itu masih terus kembali mencoba menghubungi ponsel suaminya tanpa menghiraukan panggilan Hana padanya.

" Fa ... Ifa ... Latifa!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cerita ini g jelas banget alurnya. cuma berisi bacot 2 orang yg lagi ldr.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Yang Disia-siakan   68

    Keesokan paginya saat Latifa bangun dari tidurnya sudah mendapati berbagai menu masakan di atas meja makan. Latifa yang penasaran itu tentu tidak tinggal diam. Ia melangkahkan kaki menuju di mana dapur rumah itu berada.Mendengar derap langkah Adhira membalikan badan. Menyudahi aktifitas tanganya yang tengah mencuci piring. " Mbak sudah bangun? Emm, maaf tadi aku bangun langsung masak bahan yang ada untuk sarapan.""Saya kira kamu sudah pergi," ucap Latifa, ketus. "Sebentar lagi saya pergi mbak. Terima kasih sudah mengizinkan saya istirahat sebentar di rumah ini. Jika saya sudah lebih mapan nanti. Saya pasti akan balas jasa baik kalian," ungkap Adhira pada Latifa.Latifa tidak bergeming. Meski kesal wanita itu memilih duduk di bangku meja makan. Tatapan matanya lurus ke depan, bahkan enggan menanggapi ungkapan Adhira.Adhira yang melihat respon Latifa paham jika wanita itu masih kesal padanya. Tidak ingin memperkeruh suasana Adhira akhirnya memilih berpamitan untuk pergi ," salam un

  • Pesona Istri Yang Disia-siakan   67. Membawa Wanita Asing Ke Rumah

    "Aku tidak mungkin membawa kamu ikut serta denganku Adhira!"Harsa mengacak rambutnya kasar. Pria itu di ujung kebingungan sekarang, antara meninggalkan saja Adhira tengah malam di sana atau turut serta membawanya pulang.Jika saja tadi Harsa membawa uang lebih sedikit banyak, pasti sudah ia lebih memilih membaginya secara percuma pada Adhira. Supaya wanita itu bisa mencari tempat tinggal sementara.Harsa menggeledah kantong celana juga sweater yang pria itu kenakan. "Ketinggalan lagi!" umpat Harsa."Cari apa Mas?"Adhira memberanikan diri bertanya pada Harsa yang terlihat meraba seluruh saku yang ada pada baju dan celananya."Ponselku tertinggal. Aku harus ijin istriku dulu jika membawamu ke rumah."Harsa mengulang kegiatan meraba saku yang ada pada pakaian yang ia kenakan. Berharap mendapatkan ponsel miliknya yang jelas lupa ia bawa."Ini pakai punyaku, Mas. Kamu hafal nomor istri Kamu bukan?""Aku jelas hafal ...""Tapi ...."Harsa terlihat menimbang-nimbang keputusan yang akan d

  • Pesona Istri Yang Disia-siakan   66. Seseorang Tak Terduga Dari Tempat Gelap

    "Ahh, Mas lebih cepat gerakinnya," rengek Latifa. Wanita itu berhasil Harsa enakan siang itu. "Jangan kenceng-kenceng suara kamu, Yanx!" Harsa meletakan telapak tangannya pada mulut Latifa. Kebiasaan pria itu membiarkan telapak tanganya digigit sang istri melampiaskan kepuasannya. Tidak butuh waktu lama, kegiatan panas membara siang itu berakhir sudah. Dengan keduanya berhasil mencapai puncak kenikmatan bersama. "Adam dari tadi sudah panggil dan ketuk pintu terus, Mas," ucap Latifa, dengan suara terdengar kelelahan. "Aku cek Adam dulu, ya! Kamu lekas mandi gantian sama aku." Tanpa menunggu jawaban Latifa kembali, Harsa membuka kunci pintu kamar mereka dan keluar dari sana. Harsa mencari keberadaan Adam yang ternyata sudah tersedu menangis di salah satu sudut ruang tamu," hei anak ayah kok nangis?" Jelas penyebab Adam menangis adalah ulah pergulatan panas sang ayah bersama bundanya yang tidak kunjung membuka kunci pintu kamar mereka. "Tadi ayah sedang bunda kerok jadi g

  • Pesona Istri Yang Disia-siakan   65. Pelukan Hangat

    Latifa mengedarkan pandangan ke sekeliling tempatnya berdiri. Namun, nihil wanita itu tidak menemukan putri kecilnya yang belum terlalu lancar berjalan.Bulir bening akhirnya terjun tanpa permisi membasahi pipi Latifa. Demi apapun wanita itu saat ini terlihat sangat kacau.Ingin berteriak meminta tolong juga terasa percuma sebab masjid sudah terlihat sepi sekarang. Kembali ke mobil, hanya satu pikiran itu yang ada pada benak Latifa.Dengan langkah setengah gontai Latifa berjalan setengah berlari menuju mobil terparkir. Wanita itu berharap suaminya sudah bersama Deja sekarang.Jarak mobil terparkir dengan toilet masjid tidak begitu jauh. Namun, terasa cukup melelahkan Latifa berlari ke sana.Tidak ada siapapun di dalam mobil. Itu yang sekilas Latifa lihat dari radius sekitar sepuluh meter jauhnya.Guna memastikan Latifa gegas memakai sandal jepit miliknya berjalan lebih cepat guna mengikis jarak dengan mobil yang terparkir itu."Tidak ada siapapun di dalam," racau Latifa.Kemudian La

  • Pesona Istri Yang Disia-siakan   64. Deja Hilang

    Harsa terpaksa menyetujui persyaratan Latifa yang mengutarakan," aku jika tidak betah boleh pulang kembali ke rumah orang tuaku ya Mas."Penuturan Latifa terus terngiang dalam kepala Harsa. Belum berangkat saja Latifa sudah memberinya ultimatum berkali-kali yang menyatakan dirinya tidak akan betah di Bali.Padahal situasi dan kondisi di sana jelas sudah berubah. Mereka nanti kembali tinggal sekeluarga seperti saat di kota rantau. Bedanya hanya Harsa tidak mengeluarkan uang sewa rumah setiap bulan, sebab mereka menempati rumah tua almarhum kedua orang tuanya.Masalah pekerjaan untuk menafkahi keluarganya Harsa percaya rejeki akan ada saja, selama dirinya tetap bergerak. Malam terakhir Latifa berada di rumah orang tuanya berlalu begitu cepat.Pagi pun tiba, di mana wanita itu dan kedua anaknya harus bersiap untuk ikut Harsa kembali pulang ke Bali.Meski terasa berat meninggalkan tanah kelahirannya yang setahun terakhir membuatnya nyaman dengan nuansa kekeluargaan yang kuat. Latifa ti

  • Pesona Istri Yang Disia-siakan   63

    "Mas bisa tolong antar saya? Saya akan melakukan wawancara kerja di kota," ucap Adhira pada panggilan telepon dengan Harsa." Hari ini?" Harsa menimpali pertanyaan Adhira. "Iya, Mas. Tapi Adhira bersiap dulu, satu jam lagi jemput ya!"Usai mengucapakan itu Adhira menyudahi panggilan telepon mereka. Adhira memang terbilang paling sering menggunakan jasa Harsa semenjak terakhir kali pria itu menawarkan bantuan langsung padanya.Meski Adhira akui awalnya canggung, sikap ramah Harsa pada setiap orang nyatanya mampu membuat Adhira menjadi nyaman karenanya.Satu jam kemudian Harsa sudah sampai di lokasi tempat Adhira memintanya di jemput. Adhira memang tidak meminta Harsa menjemputnya di kediamannya, mengingat sang ibu mertua pasti langsung menginterogasinya.Adhira masuk ke dalam mobil yang Harsa kemudikan dan duduk di samping kursi kemudi. Selalu di sana, Adhira tidak pernah mau duduk di belakang kalayak seorang penumpang.Harsa mendapatkan satu unit mobil ini dari menjual salah satu lah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status