Pagi hari Harsa yang baru selesai berkemas itu kembali uring-uringan sendiri.
"Memang lagi apes banget gue sekalinya ketemu istri malah nggak bisa buka puasa," gerutu Harsa. Ia kesal karena semalam saat sedang ingin mengambil haknya, sang istri menyatakan tengah PMS."Semua sudah masuk tas, Mas?" tanya Latifa. Ia baru selesai mandi dan hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuhnya yang putih dan mulus itu.Gluk ....Harsa menelan saliva. Ia menjadi gagal fokus ditanya istrinya itu."Kamu sengaja mancing aku, ya!" tuduh Harsa pada Latifa.Tuduhan itu reflek begitu saja keluar dari mulut Harsa melihat sang istri yang hanya menggunakan handuk kala keluar dari kamar mandi."Mancing apa sih, Mas? Memang kamu ikan, dipancing? Lihat aku mau ambil baju ganti juga bukan bawa pancing." Latifa kemudian menutup almari baju kembali membawa baju seragam kerjanya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.Harsa nampak mengipasi wajah yang memanas akibat ulah istrinya itu."Sudah tahu gue lagi mode tegangan tinggi gini, ehh malah sengaja banget gak pakai baju sekalian," ungkap Harsa melihat ulah istrinya. Harsa kesal dan berfikir Latifa istrinya itu sangatlah tidak peka.Beberapa menit kemudian Latifa terlihat sudah rapi dengan seragam kerja di tubuhnya.'Kok malah tiduran lagi sih?' gumam Latifa saat melihat Harsa terdampar di pulau kapuk kembali."Mau sarapan dulu tidak, Mas?" tanya Latifa pada Harsa. Ia berinisiatif mengajaknya sarapan untuk membangunkan kembali suaminya itu."Sarapan kamu boleh." Harsa kemudian duduk sambil menaik turunkan alisnya."Mulai dech kamu, Mas. Sudah tahu aku lagi PMS juga," keluh Latifa."Kan bisa pake cara manual, Sayang," rengek Harsa lagi. Ia seolah tidak menyerah membujuk istrinya itu supaya mau memberikan bekal terlebih dahulu sebelum dirinya kembali pergi."Mas, jangan aneh-aneh, deh. Aku sudah rapi gini tidak mungkin keburu lah kalo harus mandi lagi," ucap Latifa. Sebenarnya dirinya juga tidak tega menolak permintaan suaminya itu. Namun, ia yang sudah rapi itu juga sangat tidak mungkin jika harus mandi lagi.Mendapatkan tolakan kembali, membuat Harsa memilih lekas pergi saja dari sana. "Kita langsung berangkat saja kali, ya." Harsa mengambil tas ranselnya untuk dibawa keluar dari kamar itu. 'Lah, ngambek apa dia tidak menerima tawaran sarapan dulu,' gerutu Latifa. Ia memilih ikut keluar dari kamar.Di ruang tamu, Harsa yang akan berpamitan itu kembali mendapat pertanyaan yang sama dari ibu mertuanya."Sarapan dulu, Harsa". "Tidak usah, Mak. Harsa takut ketinggalan pesawat. Ini nanti juga harus antar Latifa dulu ke tempat kerja." Harsa mencium punggung tangan ibu mertua dengan takzim."Kemana Bapak, Mak?" tanya Harsa."Tadi Bapak nitip salam buat kamu, dia pagi sekali tadi sudah ada yang mengajaknya pergi," jawab ibu mertua.Akhirnya pagi ini Harsa berangkat diantar Galih yang merupakan adik iparnya. "Aku tidak ikut antar kamu ke bandara, beneran tidak mengapa kan, Mas?" tanya Latifa. Ia merasa tidak enak pada suaminya itu.Mendapati pertanyaan yang kembali sama dari sang istri Harsa sengaja mengatakan keinginannya kembali."Kalo mau bolos kerja aku malah seneng kamu bisa antar aku," jawab Harsa jujur."Mana bisa bolos, Mas? Memang kerja di kantor sendiri yang bebas kapan kita mau bolos kerja," jawab Latifa ketus."Kalo seperti itu, tadi kenapa pake nanya!" ucap Harsa kesal. Ia gemas pada jawaban sang istri yang memang awalnya sudah bisa ia tebak itu."Ya, masak nanya saja tidak boleh," kesal Latifa. Jika Harsa berangkat waktu dirinya tengah libur bekerja, Latifa pasti memilih ikut mengantarnya."Tidak. Kecuali kamu memang mau antar," ucap Harsa asal. Entah mengapa Harsa yang biasanya sabar itu, pagi ini cukup menyebalkan di mata Latifa.Galih yang menjadi obat nyamuk dengan duduk di balik bangku kemudi memilih menjadi pendengar setia sambil sesekali menggelengkan kepala kala melihat perdebatan kecil antara kedua kakak dan iparnya itu.Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di kantor tempat Latifa bekerja.Setelah berpamitan Latifa keluar dari mobil galih.Di waktu yang bersamaan Fadil baru datang diantar oleh supirnya dan langsung menghampiri Latifa yang terlihat baru tiba juga di sana."Pagi," sapa Fadil ramah. Pesonanya bahkan berhasil mengalihkan fokus para karyawan yang sedang berlalu lalang tiba di kantor tempat mereka bekerja.Latifa yang sedang melambaikan tangan pada mobil adiknya itu langsung berpaling fokusnya kala ada yang menyapanya.Ia seolah lupa suaminya itu sangat tidak menyukai sosok Fadil yang kini sudah ada di hadapannya."Pagi juga, Pak," ucap Latifa membalas sapaan Fadil."Kamu baru datang juga? Naik taksi?" tanya Fadil basa basi.Padahal tadi Fadil menyadari saat menghampiri Latifa, wanita itu tengah melambaikan tangan pada mobil yang baru saja mengantarkannya."Ehh, iya Pak. Bukan taksi itu tadi mobil Galih, adik saya," jawab Latifa apa adanya.Di dalam mobil tempat Harsa berada kini ia tengah kebakaran jenggot menyadari laki laki yang sama menghampiri istrinya saat baru tiba di sana tadi.'Mau meminta Galih putar balik lagi sudah kepalang tanggung. Gue juga khawatir akan terlambat sampai bandara, huffft.' Akhirnya Harsa memilih menghubungi istrinya itu.Tuttt ... nuutt ....Telepon terhubung. Namun, si empunya ponsel tidak kunjung menjawabnya."Aish, kenapa tidak diangkat, sih!" cicit Harsa kesal sendiri."Kenapa, Mas?" tanya Galih yang melihat iparnya itu gelisah sendiri sedari meninggalkan kantor tempat kakaknya bekerja."Ini lho, Mbakmu tidak bisa dihubungi," ungkap Harsa."Memang ada yang lupa? Atau ada yang urgent?" tanya Galih lagi. Ia menanyakan itu bukan bermaksud ingin ikut campur masalah kakaknya. Namun, ia siap sedia jika diminta harus putar balik kembali ke kantor tempat kakaknya bekerja."Tidak, sih," jawab Harsa singkat. Ia enggan menceritakannya pada Galih perihal yang belum pasti kebenarannya."Tinggalkan pesan saja, Mas, nanti mbak Ifa pasti baca," usul Galih.Harsa akhirnya memilih mengikuti saran adik iparnya itu setelah berulang kali melakukan panggilan pada Latifa tak mendapat jawaban.Di kantin kantor saat ini Latifa berada bersama kedua sahabatnya yang kemarin sore gagal hang out bersama.Ia memilih menyempatkan diri sarapan pagi bersama kedua sahabatnya itu sebelum mulai bergulat kembali dengan pekerjaannya.Namun, ponsel Latifa memang di mode silent, sehingga wanita yang terlalu asik bercengkrama itu tidak menyadari banyak notifikasi masuk dari sang suami.Harsa yang sudah sampai di bandara saat ini hanya bisa pasrah mendapati notifikasinya yang sama sekali tidak mendapat respon dari sang istri. Demi mengubur kegelisahan Harsa memilih mematikan ponselnya.Beberapa jam telah berlalu sampai tiba saatnya jam makan siang. Latifa baru mengambil benda pipih miliknya dari dalam tas.'Sepuluh panggilan tak terjawab dari mas Harsa?' gumam Latifa. Tanpa menghiraukan terlebih dahulu isi notifikasi pesan dari orang yang sama Latifa memilih melakukan panggilan balik terlebih dahulu. Latifa sebenarnya juga sudah penasaran suaminya itu sudah sampai di rumah atau belum mengingat jarak penyebrangan Semarang Bali dengan pesawat hanya membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam saja."Loh, nomornya kok tidak aktif?" ucap Latifa. Karena penasaran kemudian ia ingin mengecek notifikasi pesan dari suaminya terlebih dahulu sebelum pergi istirahat. Namun, baru akan melihat isi notifikasi pesan itu dalam waktu yang bersamaan Hana sahabatnya kembali menghampiri Latifa untuk mengajaknya makan siang bersama.Latifa akhirnya memilih mengikuti ajakan sahabatnya itu. Dan melupakan rasa penasarannya sejenak.Sampai pada waktu mereka tengah berada di kantin kantor. Latifa melihat berita di tv kantin yang menyiarkan berita kecelakaan pesawat yang sama dengan maskapai yang suaminya naiki.Latifa mulai cemas dan kembali teringat Harsa. Ia kembali mencoba menghubungi nomor ponsel suaminya itu. Tuttt ... nutt ...."Mas, kenapa masih tidak aktif." Latifa yang cemas itu masih terus kembali mencoba menghubungi ponsel suaminya tanpa menghiraukan panggilan Hana padanya." Fa ... Ifa ... Latifa!""Ehh, iya. Sory gue lagi nggak fokus. Lo lanjutin makan siang sendiri nggak papa kan Hana? Ada yang harus gue pastiin dulu soalnya," ucap Latifa pada Hana. Wanita itu beranjak dari duduknya mengembalikan trai makan siang. Lalu bergegas mencari tempat untuk menenangkan pikirannya. Latifa adalah tipikal orang yang cepat over thinking dan sulit melupakan setiap kejadian penting dalam hidupnya. 'Ok, Ifa. Sekarang lo nggak boleh over thinking dulu. Mas Harsa pasti segera kasih kabar baik ke lo,' cicit Latifa. Ia memilih pergi ke mushola kantor untuk sholat supaya hati dan pikirannya lebih tenang. Bali di waktu yang sama saat berita kecelakaan pesawat dengan maskapai penerbangan yang sama dengan yang Harsa naiki sedang disiarkan. Pria itu baru saja tiba di rumah orang tuanya. Adik dan papa Harsa yang menonton berita itu ikut gelisah. Mereka sempat Harsa beri kabar kala dirinya pagi tadi akan melakukan penerbangan. Mereka sangat bersyukur Harsa sampai di rumah dengan selamat. Meski kemud
"Jadi kamu menolak?" tanya Fadil pada Latifa."Bu-bukan seperti itu, Pak," jawab Latifa. Ia merasa tidak nyaman dengan permintaan Fadil yang lebih terasa seperti keharusan untuk dipenuhinya."Jika kamu tidak mau, tidak mengapa. Banyak yang mengantri posisi yang saya tawarkan ke kamu, kok. Nanti biar saya lempar ke yang lain saja." Fadil beranjak dari kursi kebesarannya menuju pintu keluar.Latifa yang mengira Fadil marah karena jawabannya itu, reflek mengiyakan permintaanya," baik, Pak saya akan coba."Fadil menghentikan langkah kaki kala mendengar jawaban Latifa yang sesuai dengan keinginannya. 'Yes,' gumam Fadil.Laki laki itu kembali menguasai diri saat memutar tubuhnya yang kini telah berhadapan langsung dengan Latifa. Wanita yang sama yang pernah mengisi sebagian hatinya kala mereka masih menjadi teman sekelas di bangku sekolah menengah atas dulu."Keputusan tepat, nanti sore tugas pertama kamu untuk belajar jadi sekretaris saya," ucap Fadil, yang kembali terdengar seperti perin
Hari ini kala jam makan siang kantor berlangsung Fadil iseng mengecek cctv kantor. Pria itu mendapati Latifa yang meninggalkan kantin tanpa menyentuh makanan di trai makan miliknya.Fadil yang khawatir Latifa akan jatuh sakit itu akhirnya memesan secara online beberapa buah roti untuk Latifa. Lalu mengantarkan langsung ke meja kerjanya.*Sore hari Fadil bersama Latifa sudah berada di resto mewah hotel bintang lima. Di tempat ini client Fadil mengatur jadual pertemuan mereka.'Ini restaurant memang sepi tidak ada pengunjung atau gimana, sih? Ehh, tapi harusnya kan jam segini ramai pengunjung.' Kaki Latifa mengekor langkah Fadil sambil pandangannya mengedar ke seluruh penjuru resto."Anda sudah tiba?" sapa wanita cantik yang ada di hadapan Fadil. Sedang Latifa fokus dengan isi pikirannya sendiri. 'Serius ini client yang akan pak Fadil temui sore ini?' gumam Latifa.Latifa mengernyit lalu memindai penampilan wanita cantik nan sexi yang hendak menyosor pipi Fadil namun, Fadil langsung m
_"Gimana, Fa?"_ tanya Hana._"Gue terlalu lama deh kayaknya ini ngerem di toilet bareng kalian. Gue duluan, ya. Pak Fadil minta gue menghadap soalnya."_Kembali tanpa menunggu persetujuan kedua sahabatnya itu. Latifa menekan tombol mengakhiri panggilan vidio call mereka bertiga._"Kayaknya jabatan mbak Ifa bakalan bikin doi sibuk banget itu, ya BaHan? Eh, maksudnya mbak Han, mbak Hana, hehehe,"_ ucap Neta pada Hana.Neta yang baru mendapatkan pengalaman pertama kali bekerja itu berfikir bagian pekerjaan baru Latifa cukup menguras waktu pribadinya. Bahkan saat ini sudah masuk waktu Isyak namun, wanita itu belum juga pulang ke rumah untuk istirahat sedang besok pagi sudah harus kembali lagi ke kantor untuk bekerja._"Sepertinya tetep dihitung lembur, deh,"_ ungkap Hana. Ia sama-samq tidak tahu.*Di waktu yang hampir sama dengan tempat Latifa berada. Harsa sedang berbicara serius dengan adik kandungnya."Mas kenapa mbak Latifa kemarin tidak ikut pulang bersama, Mas Harsa?" tanya Dewi p
Harsa yang kebetulan sedang online itu memilih melakukan panggilan vidio namun, Latifa langsung menekan tombol merah kala mendapati panggilan itu.Latifa yang tidak ingin Harsa salah paham illekas mengirim notifikasi pesan kembali yang ternyata bersamaan dengan Harsa yang juga langsung mengirimkan notifikasi pesan untuk Latifa kala panggilan vidio darinya di tolak._"Kamu sudah mau tidur, Sayang?"_ Harsa mengira Latifa menolak panggilan vidio call darinya karena sudah akan pergi tidur._"Maaf, Mas. Anak-anak sudah tidur semua, kita berbalas pesan saja, ya."_ Latifa beralibi. Ia memang sedang tidak ingin mengobrol secara langsung dengan siapapun. Pengalaman pertama menjadi seorang sekretaris bos nyatanya cukup membuatnya kelelahan. Terlebih saat ini waktu juga sudah cukup larut Latifa tidak ingin mengganggu penghuni rumah lainya yang pasti akan terganggu nantinya karena kebetulan kamarnya memang tidak kedap suara._"Iya, Sayang. Kamu kalo capek lekas ikut tidur juga, ya. Mas bisa tele
Tok ... tokk ... took ...."Mas Harsa! Nanang mas, tolong!"Dewi terus menggedor pintu kamar kakaknya khawatir sang kakak sudah tidur karena tidak kunjung membukakan pintu untuknya.Ceklek ...."Kenapa kamu mengetuk pintu kamar mas seperti orang di kejar setan, Dewi?" tanya Harsa pada Dewi. Napas adiknya itu nampak kembang kempis kala akan menjelaskan sesuatu padanya."Nanang, Mas. Nanang!" ucap Dewi. Wanita itu terus menyebut nanangnya sambil menunjuk ke bawah dimana kamar nanangnya berada.Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut dari adiknya itu Harsa lekas berlari menuruni anak tangga. Pikiran pria itu saat ini sedang berkelana tidak jelas," semoga tidak terjadi hal buruk pada, nanang hamba ya Rob."Sampai di kamar sang Nanang, Harsa mendapati papanya itu tengah menangis terisak dalam mata yang terpejam. Dewi yang lebih tahu kondisi awal nanangnya itu tentu langsung bercerita tanpa diminta di sela kepanikan Harsa membangu
"Ada apa, Mbak?" tanya Galih pada Latifa. "Ini nanang mbak, masuk rumah sakit lagi. Padahal kemarin kata mas Harsa sudah habis kontrol dan sua kondisinya baik."Perempuan itu memang kadang memanggil papa mertuanya nanang kadang papa."Apa sebenarnya sakitnya, mbak?" tanya Galih.Emak Rodiah yang melihat kedua anaknya belum juga memulai sarapan mereka itu langsung menegurnya."Sudah ... sudah. Lebih baik kita doakan saja semoga, pak Yusuf lekas sehat seperti sedia kala.""Aamiinn," ucap Adam, Latifa dan Galih kompak"Sekarang lebih baik kalian sarapan dan lekas berangkat supaya tidak terlambat" saran emak Latifa.Kedua anak dan cucunya itu pun menurut untuk memulai santap pagi mereka."Bunda, besok minggu malam kata bu guru Adam mau tampil, lho," ungkap Adam. Anak sulung Harsa dan Latifa itu ternyata cukup aktif di taman kanak kanak sehingga sering terpilih mewakili sekolah mengikuti berbagai perlombaan."Oya? Memang akan lomba apa, Sayang?" tanya Latifa, menanggapi ungkapan anakny
Tidak banyak berkomentar Latifa lekas berkemas. 'Semenjak menjadi Bos dia jadi nyebelin, sih! Dulu saat di kelas perasaan dia paling damai, tidak banyak berulah.' Latifa menggerutu sambil tanganya bergerak terus mengemas barang pribadi miliknya yang memang tidak seberapa banyak.Entah apa pemicunya Latifa tiba-tiba membedakan kondisi Fadil dahulu saat masih menjadi teman sekelas dan saat ini sebagai CEO di tempatnya bekerja.Yang pasti saat ini Fadil di mata Latifa terlihat pemaksa dan tidak pernah mau dibantah keinginannya.Di ruangan Fadil saat ini tengah menerima telepon dari sang mama yang tinggal di luar negeri. Sang mama berniat ingin berkunjung ke apartemen Fadil membicarakan perjodohan dirinya yang terlampau betah menjomblo itu."Mamah kalo mau jodohkan Fadil lagi mending tidak usah datang, ya. Fadil mau pilih pasangan Fadil sendiri, Mah. Fadil sudah ada target calonya, kok. Nanti jika semua sudah siap Fadil janji secepatnya kabari mamah. Tidak-tidak Fadil akan kenalkan di