LOGINAsuki menelan kasar salivanya. Sudah sepuluh menit berlalu Kento masih membungkuk di depannya. Asuki tidak memberikan jawaban apa-apa atas permintaan maaf Kento.
Sejujurnya dia memang tidak bisa memaafkan Kento. Tubuhnya bahkan masih bergetar mengingat kejadian itu, namun memikirkan pada saat kejadian Kento sedang dalam keadaan mabuk dan tidak sadarkan diri, Asuki tahu dia tidak bisa menyalahkan pria bertubuh tegap itu sepenuhnya. Seorang mantan idol Kento Yamaguchi sama sekali tidak terlihat seperti pria hidung belang yang suka mengambil keuntungan. Jika dia mau, Asuki rasa Kento bisa mencari wanita lain yang jauh lebih menarik darinya. Hati Asuki mulai tergelitik memandang Kento. Kento terus membungkuk, pria itu memang terlihat ingin meminta maaf dengan tulus padanya. Asuki pun membuang napas panjang menjernihkan pikirannya. “Sudahlah … aku memaafkanmu Tuan Kento.” Asuki akan menganggap dia sedang apes saja hari itu. Setidaknya keperawanannya yang dia jaga selama 21 tahun tidak direnggut paksa oleh pria yang tidak dia cinta. Kento menarik badan perlahan berdiri tegak setelah lama menunggu jawaban Asuki atas permintaan maafnya. Kento mengusap punggungnya yang kebas dan menjatuhkan tubuhnya lagi di sofa. Tidak sia-sia aku belajar akting membungkuk selama beberapa jam, batinnya. Kento bisa bernafas lega. “Ta–tapi aku punya satu syarat sebagai asistenmu Tuan Kento.” Kento mengernyit menatap Asuki yang menggaruk-garuk belakang lehernya dengan pipi yang merah. Wanita berkulit putih bak susu itu malah terlihat menggemaskan di depan Kento. Menggemaskan? Tidak! Apa yang aku pikirkan!? batin Kento sembari berdehem pelan. “Apa syaratmu?” tanyanya dingin. “Kamu tidak boleh mabuk lagi saat sedang bersamaku. Aku akan menyirammu dengan air jika kamu sampai berani mabuk lagi!” jawab Asuki tegas menatap Kento tajam. Kento malah merasa Asuki terlihat lucu sekarang. Wajahnya menunjukkan penuh keseriusan namun tidak dengan gesture tubuh Asuki yang gugup, takut dan tidak nyaman. Asistennya sangat polos, batin Kento. “Ok!” Kento beranjak dari sofa berjalan meninggalkan Asuki yang bingung di tempat. Eh … begitu saja? Batin Asuki bangkit mengikuti Kento. Pria itu menghentikan langkahnya tiba-tiba dan membuat Asuki menyambar punggung lebar Kento. “Ma–maaf Tuan Kento.” Asuki mundur dan membungkuk sembari mengusap dahi. Ah … memalukan, batinnya. Kento mendengus malas. “Kamu tidak perlu mengikutiku. Lusa pagi kamu bisa datang ke apartemenku. Aku memberikanmu libur satu hari supaya kamu benar-benar siap menjadi asistenku! Dihari kamu datang, aku ingin sarapan Tamago Kake Gohan.” Kento pun berlalu meninggalkan Asuki yang kembali dibuat bingung olehnya. Tunggu, apa maksudnya aku harus memasakkan sarapan untuknya? Asuki menggaruk kepala tidak mengerti. Sikap Kento ini seperti bukan pria yang tadi terlihat penuh ketulusan meminta maaf padanya. Apa Kento memang tipe manusia yang cepat berubah-ubah? Pria itu sudah seperti bunglon saja, batin Asuki. Lusa pagi tepat jam tujuh, Asuki sudah berada di depan pintu apartemen Kento dengan tangan yang membawa tas berisi bahan makanan. Menurut Hikari, Kento tidak suka memasak jadi mereka tidak pernah menyiapkan bahan makanan apapun di apartemennya. Jadilah pagi-pagi sekali Asuki sudah ke pasar berbelanja kebutuhan makanan untuk Kento yang kini sudah resmi menjadi artis yang Asuki urus semua keperluannya. Setelah bergumul dua hari, Asuki meyakinkan diri dia pasti akan baik-baik saja meneruskan pekerjaannya ini. Asuki yakin Kento pasti tidak akan mengulangi lagi perbuatannya karena nama baik dan karir pria itu akan menjadi taruhannya. Asuki pun masuk setelah memasukkan kode sandi di pintu. Pemandangan kotor penuh sampah dan baju berserakan dimana-mana menyambutnya. Untung saja bau tidak sedap tidak terlalu tercium seperti terakhir kali Asuki datang. Asuki membuang napas sepanjang-panjangnya, pekerjaannya sebagai asisten baru saja dimulai. Demi gaji yang besar dan tidak mau menyusahkan ibunya di desa, Asuki yakin dia bisa melakukan pekerjaan ini. Semangat Asuki! Batinnya berapi-api. Asuki meletakkan tas bahan makananan di meja dapur dan mulai membersihkan satu per satu ruangan apartemen mewah Kento. Butuh waktu satu jam Asuki mengerjakannya. Asuki mulai memasak sarapan saat baju kotor Kento di mesin cuci diputar. Sibuk memasak Asuki terkejut melihat Kento yang baru bangun dan keluar dari kamarnya berjalan hanya menggunakan kolor berwarna hijau terang. Tubuh tegap dengan dada bidang yang polos memenuhi mata Asuki. “Aaaa…,” jerit Asuki menutup mata. Kento berdecak kesal, memegang telinganya yang sontak berdengung mendengar jeritan kaget Asuki. “Kenapa kamu teriak pagi-pagi begini, hah!? Suaramu seperti kucing yang mau kawin!” cibirnya mendekat ke dapur. “Ma–maaf tapi bisakah kamu pakai baju Tuan Kento? Aku tidak—” “Kamu harus terbiasa!” potong Kento cepat. “Aku memang begini dirumah, semua asistenku sebelumnya pun harus terbiasa melihatku seperti ini.” Kento berdiri di dekat meja, menuang air ke gelas kristal dan minum. Setiap pagi Kento harus minum dua gelas air putih agar kulitnya selalu lembab dan tidak kusam. Kento melirik Asuki yang masih menutup mata di dekatnya. “Tidak usah berlebihan Asuki, kamu harusnya senang bisa mendapatkan pemandangan gratis begini. Tidak semua orang seberuntung kamu bisa melihat tubuhku!” cerca Kento percaya diri. Asuki mendengus menarik tangannya yang menutupi mata, sia-sia dia bersikap malu di depan orang ini. Lagipula untuk apa aku menonton tubuhmu, kesalnya dalam hati. Pipi Asuki sudah merona. Kento memperhatikan pipi Asuki yang memerah sambil minum. Satu yang disadari oleh Kento wajah Asuki cepat sekali berubah mengikuti perasaan wanita itu. Tinggi Asuki hanya sebatas lengan Kento saja, tubuhnya begitu kecil dan imut. Rambut hitam pendek Asuki membuat leher mulusnya terlihat jenjang dengan sebuah kalung emas putih yang membingkai. Bibir tipis berwarna pink Asuki serasi dengan hidung mancung kecil miliknya. Bulu mata panjang Asuki pun ikut menambah keindahan mata monolid-nya. Jari tangan Asuki ramping dan lentik, kuku-kukunya juga terlihat terawat. Pikiran Kento sudah melayang teringat bagaimana tangan kecil Asuki berada dalam genggamannya pagi itu. Asuki kembali melanjutkan pekerjaannya memasak, dia risih karena Kento terus berdiri di dekatnya dan tidak kunjung pergi dari sana. Dia merasa Kento sengaja, Asuki kesal lalu meletakkan mangkuk keramik sedikit keras di meja dan membuat Kento yang sedang minum tersedak dan terbatuk-batuk. Kento buru-buru meletakkan gelas dan berjalan cepat masuk ke kamar mandi. Kento merasa sedang tertangkap basah oleh Asuki karena memperhatikannya sejak tadi. “Sarapannya akan siap sepuluh menit lagi Tuan Kento…,” teriak Asuki sebelum Kento menutup pintu kamar mandi. Asuki tertawa menang, dia tahu Kento sedang melarikan diri karena malu. Di dalam kamar mandi, Kento merasakan jantungnya berdegup kencang. Wajahnya panas, telapak tangannya berkeringat. Sial! Kenapa aku harus segugup ini? Kento merutuki diri, harusnya dia tidak bertindak memalukan seperti tadi. Kento segera memutar kran membasahi tubuhnya dengan air hangat di bawah shower. Sedikit demi sedikit rasa gugup Kento hilang bersama air yang mengalir, dia sudah tidak waras memperhatikan dan memikirkan asistennya. Kento mengusap wajah dan bergegas menyabuni tubuhnya yang polos. Selesai membersihkan diri dan menenangkan hati, Kento baru sadar tidak ada lagi handuk bersih yang bisa Kento gunakan untuk menutupi tubuhnya keluar dari kamar mandi. Asuki memang belum sempat mengganti handuk-handuk di sana karena masih sibuk memasak. Bagaimana ini? Aku tidak mungkin keluar telanjang, kan? Batin Kento kebingungan. Di luar Asuki sudah selesai memasak dan mengatur sarapan untuk Kento. Sudah sekitar dua puluh menit sejak Kento masuk ke dalam kamar mandi Kento tidak kunjung keluar. Asuki mulai panik. Apa pria itu pingsan di dalam? Asuki memutuskan mengetuk pintu kamar mandi. “Kento san, kamu baik-baik saja di dalam?” Tidak terdengar jawaban, Asuki merapatkan telinganya ke pintu lalu memanggil Kento lebih keras. “Tuan Kento, kamu baik-baik saja? … Tuan Kento…!” Suara Asuki menyadarkan Kento yang kebingungan. “A–aku baik-baik saja,” jawabnya gugup menggigit bibir. Asuki menarik napas lega mendengar suara Kento. “Kamu kenapa lama sekali di dalam Tuan Kento? Kamu yakin kamu tidak apa-apa?” tanyanya khawatir. Kento mendekati pintu dan berdehem. “I–ini aku sebenarnya … aku….” “Ada apa Tuan Kento? Jangan membuatku takut,” seru Asuki panik. Ah sial! Kento melayangkan tangannya ke atas. “A–aku membutuhkan handuk Asuki,” ucapnya frustasi tidak punya pilihan selain mengatakan yang sebenarnya. Tubuh Kento mulai menggigil karena basah dan kedinginan. Dibalik pintu Asuki tertawa geli. Rupanya Kento sedang membutuhkan sesuatu dan malu untuk meminta bantuannya, batin Asuki. “Oh baiklah, aku akan mengambilkanmu handuk. Tunggu sebentar.” Asuki melangkah cepat ke laundry room mengambilkan handuk bersih untuk Kento. Di dalam kamar mandi Kento membuang nafas lega. Tidak akan lagi aku terjebak memalukan seperti ini, batinnya. “Ini handukmu Tuan Kento.” Setengah berlari Asuki mendekati kamar mandi. Kento yang mendengarnya membuka pintu perlahan dan mengintip, dilihatnya Asuki mendekat sambil tertawa. Kento tersihir melihat tawa Asuki dengan sederetan gigi yang tersusun rapi di balik bibir tipis merah muda Asuki. Asistennya sangat cantik saat tertawa, batin Kento. Asuki berlari dan tidak sengaja menyambar kakinya sendiri dan membuat pijakan kakinya oleng. Kento yang sejak tadi memperhatikan Asuki refleks menarik pintu dan bersiap menahan tubuh Asuki agar tidak jatuh. Namun pemandangan pahatan indah dan benda bergelantungan di depan mata Asuki membuat dia kaget dan berusaha menghindari tangan kekar Kento yang terulur ingin menangkapnya. Asuki mendorong tubuh Kento hingga Kento jatuh lebih dulu mengenai lantai keramik dingin kamar mandi, diikuti Asuki yang kini berada diatas tubuh Kento yang polos. “Aaa…!” Asuki menjerit mendapati bibirnya mendarat tepat di depan benda panjang, berurat dengan bulu-bulu halus yang menghiasinya sampai ke bawah pusar.Asuki menelan kasar salivanya. Sudah sepuluh menit berlalu Kento masih membungkuk di depannya. Asuki tidak memberikan jawaban apa-apa atas permintaan maaf Kento. Sejujurnya dia memang tidak bisa memaafkan Kento. Tubuhnya bahkan masih bergetar mengingat kejadian itu, namun memikirkan pada saat kejadian Kento sedang dalam keadaan mabuk dan tidak sadarkan diri, Asuki tahu dia tidak bisa menyalahkan pria bertubuh tegap itu sepenuhnya. Seorang mantan idol Kento Yamaguchi sama sekali tidak terlihat seperti pria hidung belang yang suka mengambil keuntungan. Jika dia mau, Asuki rasa Kento bisa mencari wanita lain yang jauh lebih menarik darinya. Hati Asuki mulai tergelitik memandang Kento. Kento terus membungkuk, pria itu memang terlihat ingin meminta maaf dengan tulus padanya. Asuki pun membuang napas panjang menjernihkan pikirannya. “Sudahlah … aku memaafkanmu Tuan Kento.” Asuki akan menganggap dia sedang apes saja hari itu. Setidaknya keperawanannya yang dia jaga selama 21 tahun tidak
“Aaahh….” Kento meringis memegang kepalanya yang terasa berat, tubuhnya ngilu. Kento memijat pelan belakang kepalanya yang ikut berdenyut. Sepertinya aku minum terlalu banyak bir semalam, batinnya.Kento berusaha bangun dari tempat tidur, dia memaksa kaki panjangnya berjalan keluar dari kamar. Kento butuh air, lehernya terasa kering dan pekat. Dengan pandangan mata yang masih mengabur Kento menuju dapur, menuang air ke gelas kristal yang ada di meja dan meminumnya dalam beberapa kali tegukan besar. “Kamu sudah sadar?” Suara familiar menggema di telinga Kento yang masih pusing. Kento menggerutu dalam hati karena direktur agensinya datang tanpa pemberitahuan. Kento pun meletakkan gelas kasar, terhuyung ingin kembali ke kamar. “Kamu mau kemana, hah!?” Suara direktur Omega semakin keras menggema di telinga Kento. Langkahnya tertahan. “Ck, ada apa?!” kesal Kento.“Duduk di sini!” perintah direktur Omega yang sedang duduk di kursi sofa ruang tamu apartemen Kento. Kento mendengus makin
“Apa ini, lowongan pekerjaan?” Asuki melihat sebuah iklan yang tidak sengaja muncul di layar ponselnya. Setelah memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang kasir di sebuah gerai market hari ini, bak mendapatkan durian runtuh Asuki tersenyum gembira mendapati sebuah lowongan pekerjaan sebagai asisten dari Agensi Starlight, Co. “Tunggu, Agensi Starlight, Co? Jadi ini lowongan untuk menjadi asisten artis?” Senyum Asuki makin lebar.Agensi Starlight, Co dikenal sebagai salah satu agensi terbaik yang ada di Kota Tokyo. Bahkan semua aktor dan artis dibawah naungannya adalah artis-artis papan atas dan terkenal. Bayangan banyaknya angka pada gaji menjadi asisten artis di agensi Starlight, Co memenuhi kepala Asuki.“Lowongan hanya dibuka jam satu siang dan langsung wawancara….” Asuki berbinar membaca iklan diponselnya, dia melirik jam yang tertera di atas layar kemudian melihat lokasi tempat lowongan dibuka. Aku masih punya waktu, aku bisa ganti menaiki rute kereta lain menuju Ebi
Dua minggu sebelumya… Bunyi kecupan bibir terdengar memenuhi ruangan kamar berwarna abu dengan lampu kristal menggantung diatas. Yoshimura merangkul erat leher wanita berpakaian kimono berwarna putih dengan corak bunga sakura di depannya dan memperdalam tautan bibir mereka. Saling memainkan lidah, mereka berlomba menarik satu sama lain. Wangi aroma vanilla menyeruak dari leher sang Geisha. Tangan kekar Yoshimura yang lain menarik pinggang ramping Geisha berbalut obi berwarna merah yang dipakainya. Yoshimura membawa wanita itu ke atas ranjang tanpa melepaskan permainan bibir mereka yang makin panas.“Tunggu Tuan….” Geisha melepas paksa bibir mereka. Jari mungilnya menahan dada bidang Yoshimura. Di bawah tubuh tegap Yoshimura dan cahaya lampu yang remang bibir merah Geisha terlihat bengkak karena pagutan mereka. “Ada apa?” Manik mata gelap Yoshimura menajam.“Apa kamu akan membawaku pergi? Aku sungguh tidak bisa—” Yoshimura menyambar cepat bibir merah Geisha, tidak peduli apa yang
Hari baru, semangat baru, pekerjaan baru dan disinilah Asuki berada, di dalam kantor direktur Omega pemilik Agensi Starlight, Co. Asuki duduk manis menunggu direktur Omega yang kemarin memintanya datang ke kantor untuk sama-sama pergi ke apartemen Kento Yamaguchi.Memakai sepatu kets yang menurut Asuki lebih nyaman, kali ini Asuki berpakaian sedikit lebih rapi dari waktu Asuki datang melamar. Kemeja putihnya dipadupadankan dengan rok dibawah lutut bermotif garis-garis. Asuki juga menyemprotkan parfum wangi sakura ke leher dan lipatan sikunya agar hari ini dia bisa lebih percaya diri menemui sang mantan idola, yang kini berprofesi sebagai model dan aktor. “Kamu sudah lama menunggu Asisten Asuki?” Direktur Omega muncul dari balik pintu. Asuki membungkuk dan menyapa direktur Omega. “Selamat pagi Direktur Omega, saya belum terlalu lama menunggu.” Dipanggil asisten oleh direktur utama sekaligus pemilik agensi, Asuki tersenyum sumringah.Pria beruban itu duduk di kursi sofa berhadapan de







