Sampai malam hari, Mayumi tak kunjung menemukan tempat kerja. Dia sampai kelelahan dan lupa makan. Tubuhnya yang lemas, sudah berkeringat dan terasa sangat lengket. Jika ada yang tanya kenapa tidak melamar pekerjaan di tempat yang lebih pasti? Misalnya perkantoran, pabrik atau sejenisnya? Maka Mayumi akan menjawab. “Aku datang kesini tidak membawa apa pun selain perlengkapan resmi dan pakaian.”
Selain itu, Mayumi hanya lulusan sekolah menengah atas yang memang akan kesulitan untuk masuk ke tempat perkantoran. Dan itu sangat mustahil. Sungguh bodoh!“Sekarang harus apa?” desah Mayumi.Mayumi memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam lalu menghadap ke langit. Ia lihat tidak begitu banyak bintang di atas sana. Mungkin sedikit mendung.Sekitar pukul Sembilan malam, Mayumi memutuskan untuk pulang. Entah sampai kapan Mayumi membohongi ibunya tentang dirinya yang sebenarnya sorang pengangguran.“Aku akan jelaskan nanti,” celetuk Mayumi sambil beranjak.Di tempat lain, orang yang kemarin memaksa Mayumi untuk menjadi istri palsunya sedang menikmati minumannya di temani beberapa Wanita. Luka di bagian perut bawahnya belum sembuh, tapi dia sudah berani pergi lagi. Dua penjaganya yang ikut, sedari tadi sudah memantau penuh rasa was-was. Jika tuannya sudah berkemauan, tidak akan ada yang bisa menolaknya.Frans duduk sambil bersandar, sementara dua Wanita sedang bergelayut manja sambil melikkan badan penuh rayuan, dan dua Wanita lain sedang sibuk bergantian menuang wine ke dalam gelas.Cih! Aku tidak percaya ada Wanita yang berani menolakku!Frans sedang bicara sendiri di dalam hati. Ia teringat saat Mayumi dengan tegas menolak uang di dalam koper yang ia tawarkan kemarin malam. Uang itu sangat banyak dan mungkin akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sampai bertahun-tahun.Wanita macam apa dia? Semua Wanita akan tergila-gila dengan uang bukan?Frans mengulurkan gelas, meminta dua Wanita itu menuangkan kembali winennya. Biasanya Frans menyukai situasi seperti ini. Di kelilingi dan di layani banyak Wanita bukankah itu sangat menyenangkan? Sialnya hal ini sekarang terasa hambar. Wanita itu tak bisa menghiburnya. Frans merasa bosan dan muak. Wanita yang terus bergelayut dan mengusap dadanya bahkan membuatnya risi.“Brengsek!” umpatnya tiba-tiba, membuat Wanita itu tersentak kaget.Dengan cepat Frans berdiri usai melempar gelasnya di atas meja. Wanita itu ingin merayu lagi, tapi dengan cepat Frans menepisnya. Mereka berempat hanya bisa melongo tanpa bisa berbuat apa-apa.“Tunggu, Tuan!” Leo dan Tom berlari mengejar ke luar melewati kerumunan para pengunjung yang sedang berjoget ria.Frans tidak menoleh dan ia terus berjalan hingga sampai di halaman. Sampai di sana, Frans berdiri bersandar pada tiang listrik seperti orang gila. Dia merogoh sakunya, merih sebungkus rokok. “Apa yang terjadi, Tuan?” tanya Leo.Leo dan Tom saling pandang sesaat.“Aku hanya bosan di dalam sana,” ujar Frans.Frans menggapit ujung rokok menggunakan bibirnya, sementara dua tangannya mula memantik korek api. Kebulan asam mulai mengudara dan saat puntung rokok itu tertarik, desahan pun terdengar.Leo dan Tom masih belum mengerti kenapa Tuannya mendadak aneh malam ini. Seperti tidak ada gairah untuk menikmati pesta kelab dengan para Wanita seksi.Frans masih bersandar pada tiang listrik sambil mengamati kendaraan yang berhalu lalang. Ini seperti bukan Frans si pewaris kekayaan keluarga Velton. Keluarga terkaya ke tiga di negara ini. Untuk posisinya saat ini yang berdiri di pinggir jalan seperti itu, bahkan kemungkinan tidak akan ada yang tahu kalau di seorang anak konglomerat.Tunggu dulu! Kalau pun Frans berpenampilan mewah dan elegan, belum tentu juga orang akan tahu mengenai keluarganya. Frans selalu menjauh dari keluarganya dan berharap mereka tidak pernah menyebut siapa didirinya. Tujuan utama hanyalah karena Frans ingin ke mana-mana terasa nyaman. Dan itu memang berhasil.“Tuan, apa sebaiknya kita masuk mobil saja?” tawar Leo. “Di sini sangat dingin.”Frans membuang puntung rokok ke jalanan. Ia berbalik lalu menginjak puntung rokok tersebut sampai mati, lalu melenggak menuju mobilnya terparkir jauh di sana. Dua pengawal yang berjalan di belakangnya, diam-diam saling menyikut karena masih heran dengan sikap Tuannya yang mendadak berubah.Di dalam perjalanan, suasana mobil tampak sunyi hanya terkadang Leo dan Tom berbincang yang entah membahas apa, Frans tidak terlalu peduli. Sampai kemudian, Frans yang semula diam, duduk sambil menyandarkan kepala ikut menimbruk.“Menurut kalian apa semua orang suka dengan uang?”Leo dan Tom lagi-lagi saling tatap beberapa detik. Dari kaca spion yang menggantung di atas mereka berdua melihat tuannya itu.“Apa maksud Tuan?” tanya Tom.Frans mendesah diikuti senyum tipis. “Aku hanya masih heran, jaman sekarang masih ada orang yang menolak uang.”Dan sekali lagi kalimat itu sangat membingungkan. Leo dan Tom memiringkan kepala seperti sedang menebak-nebak. Mobil bahkan berjalan melambat karena mereka berdua sempat saling lirik lagi.“Aku tebak semua Wanita itu penggila uang. Lihatlah para Wanita penggoda tadi, apa pun akan dilakukannya demi uang. Dan ingat, mantan kekasihku yang gila itu, dia juga menggila uang.”Apa ini tentang Wanita kemarin malam?Leo dan Tom mulai menemukan maksud dari kalimat tuannya itu. Wanita cantik itu dengan tegas menolak uang yang diberikan oleh Frans.“Apa ini tentang Wanita malam itu?” tanya Leo.Frans berdecak “Memang siapa lagi! Tentu saja wanita itu. Dia dengan bodohnya menolak uang sebanyak itu dan memilih pergi bahkan tanpa meminta bayaran lagi selain ongkos untuk pulang.”Frans kini tertawa getir. Baru kali ini dalam hidupnya ada Wanita yang menolak permintaan dan juga pemberiannya. Kebanyakan Wanita di luar sana akan langsung mengangguk jika ini bersangkutan dengan Frans. Frans pria tampan yang selalu dikagumi siapa pun, apa lagi para karyawan di kantornya. Di tengah perjalanan, ponsel Tom berdering. Tom dengan cepat memastikan siapa yang alam-malam begini memanggilnya. Dan saat satu nama tak asing terpampang jelas, dengan cepat Tom mengangkatnya.“Iya, Tua. Ya benar. Tuan Frans sedang bersama kami.”Kening Frans berkerut mendengar suara Tom.“Baik, Tuan. Kami segera ke sana.”Dan kening Frans semakin berkerut. “Siapa, Tom?” tanyanya.“Em, anu, Tuan …”Frans berdecak dan meraup kasar wajahnya. “Pasti si tua bangka itu kan?”Tom mengangguk.“Untuk apa dia memintaku datang?”“Saya kurang tahu, Tuan. Mungkin masalah penting.”“Aku malas datang ke rumah itu. Kamu tahu di sana banyak pendusta kan?”Frans paling malas jika berurusan dengan keluarga besarnya. Tidak ada yang bisa di percaya di sana kecuali sang ibu dan kakeknya yang sekarang sudah tiada.“Kita lihat saja, apa maunya si tua bangka itu.”***Frans sudah menarik Mayumi ke luar dan memutuskan untuk membawa pulang. Reaksi Frans itu, sempat membuat semuanya bingung dan bertanya-tanya. Rencananya, Bastian akan langsung menjelaskan, tapi sayangnya Frans malah langsung pergi begitu saja.“Ada apa, Ian?” tanya Kate.Mereka semua yang di sini menatap serius ke arah Bastian menunggu jawaban. Sebelum bicara, Bastian duduk dan terdiam beberapa saat. Kemungkinan ia masih syok atau tidak menyangka kalau Wanita yang sempat ia cari ternyata sudah menikah dengan saudaranya.Sudah sekitar satu tahun Bastian menyerah mencari Mayumi. Bastian berharap bertemu lagi, tapi kalau keadaannya seperti ini, sebaiknya tidak usah bertemu. Bastian sebenarnya juga sudah memiliki kekasih, dia menghampiri Mayumi mungkin hanya melepas rindu dan ingin menyampaikan maaf.“Dia orang yang aku cari.”“Apa maksud kamu?” tanya Jiel.“Istri Frans. Dia Wanita jepang yang pernah menjadi kekasihku.”Mereka semua seketika tercengang dengan bibir terbuka dan semp
“Bagaimana mungkin kamu bisa mencintai seorang pelayan?” tanya satu Wanita yang sedari tadi sibuk makan camilan. Dia Keysha, saudara kembar Harrys.“Apa ada yang salah?” tanya Frans malas. Kedua mata Frans lurus mengarah pada sang istri yang sedang ikut bakar-membakar bersama ibunya dan juga bibi Jane.“Bukan apa-apa, aku hanya heran dan yang lain juga pasti heran sepertiku. Ayolah, Frans, kita semua tahu seperti apa tipemu.” Keysha terkekeh.Frans yang sontak menoleh membuat mereka menutup mulut. “Ada apa dengan tipeku? Aku tidak pernah memilih-milih Wanita.”“Oh, ya? Lalu bagaimana dengan Lucy dan Rose.”“Jangan membicarakan mereka!” Frans melotot.“Tenanglah, Frans. Kita hanya ingin tahu tentang kamu dan istrimu. Tidak apa kan kalai kita sedikit membahas hal sebelumnya? Sebagai sepupumu, aku hanya ragu dengan istrimu itu.”“Why?” sungut Frans sambil menyingkirkan tangan Harrys yang mendarat di pundaknya.Keysha berpaling dar camilannya kemudian melipat kedua tangan di atas
Hari berikutnya, Frans dan Mayumi diundang ke rumah untuk sekedar makan malam. Mungkin ayah dan ibu sudah rindu karena satu mingguan mereka berdua tidak datang untuk berkunjung. Di dalam kamar, Mayumi sudah sibuk mencari pakaian, sementara Frans sudah duduk santai di sofa sambil menatap layar ponselnya.“Kenapa kamu santai sekali? Tidak bisakah membantuku?” Mayumi mulai mengoceh. Dia mendengkus dan menghentak kaki karena tak kunjung menemukan pakaian yang cocok.Frans mendesah lalu meletakkan ponselnya. “Memang aku harus apa, hm?”Mayumi mendengkus lagi. “Huh! Kamu sangat menyebalkan!”Frans berdiri lalu merangkul sang istri dari belakang. Ia sandarkan dagu pada pundak yang polos belum berpakaian itu. Bukan telanjang, melainkan saat ini Mayumi masih memakai handuk yang melingkar di badannya.“Semua baju yang kamu belikan untukku, terlalu mahal. Aku takut tidak akan cocok.”“Oh, Ya?” Frans menaikkan satu alisnya dan memiringkan kepala hingga bisa melihat Sebagian wajah Mayumi. “K
Mayumi masih membuang muka, ia duduk di tepi ranjang dengan wajah merengut dan kedua tangan terlipat di depan dada. Mayumi ingin marah, tapi tidak tahu caranya. Ini baru dua hari menikah tapi kenapa sudah ada hal yang membuat kecewa dan kesal.Frans menghela napas kemudian mendekat. “Kamu marah?”Mayumi berdecak dan masih enggan membuka mulut. Dia kesal kenapa Frans harus bertanya, padahal jelas sekali tidak pulang tanpa memberi kabar adalah sebuah kesalahan.“Untuk apa aku marah,” kata Mayumi kemudian. “Memang kalau aku marah, aku akan menang?”Frans duduk di samping Mayumi. “Jadi kamu memang sedang marah? Aku minta maaf, aku tidak bisa pulang semalam.”Mayumi tersenyum tipis dengan tatapan sengit. “Lalu dengan begitu apa tidak bisa memberi kabar? Meneleponku, misalnya.”“Aku kehilangan ponselku semalam. Aku melupakan ponselku di ruang makan, jadi aku tidak mendengar kalau ada panggilan masuk karena mode getar saja.”“Ruang makan? Ruang makan mana maksud kamu?” Mayumi melotot.
Frans sampai di rumah sekitar pukul sepuluh siang, dia mampir lebih dulu ke pusat perbelanjaan membeli sesuatu untuk Mayumi. Mungkin dengan membelikan sesuatu, akan membuat Mayumi urung marah. Bagaimana Frans bisa tahu kalau Mayumi marah? Hal itu terbukti dari panggilan dan pesan yang tidak Mayumi balas dan jawab.Sampai di rumah, Frans menyelonong begitu saja masuk ke dalam, bahkan tidak bicara apa pun saat berpapasan dengan Leo. Leo yang harusnya bicara, urung karena melihat Tuannya berjalan begitu cepat.Sampai di lantai atas, Frans meletakkan belanjaannya di atas sofa, sementara mulutnya sudah berteriak memanggil sang istri.“Mayumi!”Tidak ada jawaban sama sekali, yang terdengar hanya suara tokek yang entah di mana keberadaannya. Frans coba memeriksa ke balkon dan kamar mandi, tetap saja tidak menemukan siapa pun. Frans lantas berjalan meninggalkan kamar, lalu berhenti di pinggir lantai atas.“Liana!”Liana masih di belakang dan sedang sibuk menata pakaian yang sudah bersi
Pagi harinya, Mayumi tidak mendapati sang suami ada di sampingnya. Mayumi pikir Frans sudah bangun lebih dulu dan berangkat bekerja, atau mungkin sedang sarapan di bawah.Mayumi mengikat rambut panjangnya, kemudian duduk dengan kedua kaki menggantung di bibir ranjang. Mayumi hendak meraih ponselnya, tapi urung karena mendadak perutnya berbunyi. Sepertinya rasa lapar sudah datang tanpa rasa sabar.Mayumi menghela napas kemudian beranjak. Dia pergi meninggalkan kamar masih memakai piamanya. Tenang saja, piama itu tidak akan terlihat terbuka saat memakai jubahnya, jadi Mayumi tetap akan nyaman berjalan di rumah ini.“Selamat pagi, Nona?” sapa pelayan yang sedang mengelap lemari kaca di dekat tangga menuju ruang tengah.Mayumi tersenyum dan mengangguk membalas sapaan itu. Sebelum kembali melangkah, Mayumi bertanya lebih dulu pada pelayan itu.“Maaf, apa Frans ada di ruang makan?”“Em, maaf, Nona, Saya belum melihat Tuan Frans sedari tadi. Saya pikir Tuan Frans belum turun.”Kepala