LOGINBeni pulang lebih awal hari itu untuk mengambil dokumen penting dan pergi lagi. Dia bahkan memarkirkan mobilnya di depan pagar rumah dan masuk dengan kunci cadangan yang dimilikinya, karena terburu- buru.
Namun, saat melihat Mawar sedang membersihkan kaca jendela di sisi samping rumah, Beni langsung berhenti. Dia memperhatikan saat gadis pelayan itu mengangkat tangannya dengan sedikit menjinjit, terlihat jelas rok seragam yang dikenakannya naik. Pria itu menelan ludah. DIa ingat bagaimana lembut dan halusnya kulit tangan gadis pelayan tersebut saat beberapa waktu memijatnya. Benny yang kebetulan memang merasa tidak enak badan, tertolong dengan tekanan lembut Mawar. Hampir saja dia membalikan posisi, sayang sekali waktu itu Mona sudah datang. Dia sebenarnya ingin sekali menggoda gadis itu. Dia ingat sekali bagaimana reaksi polos Mawar yang terlihat malu-malu saat ada di dekatnya dan bagaimana perempuan itu sesekali ketauhan mencuri pandang padanya. Bagi Benny, hal ini jauh lebih menggoda dan penuh tantangan daripada para perempuan diluaran yang terang-terangan menggodanya. Beni perlahan berjalan tanpa suara mendekati gadis itu. Dia berdiri tepat di belakang punggung Mawar. Dia memperhatikan tubuh gadis pelayan itu yang terus tak berhenti bekerja seolah tak menyadari kehadirannya. Tubuh Mawar meliuk ke kanan dan ke kiri dengan lembut sambil menjinjit. Tangannya terus berusaha menggapai area tersulit di atas jendela. Perempuan itu sesekali menyemprotkan cairan pembersih kaca sambil bersenandung lirih dengan headset di telinganya. Beni semakin mendekat dengan jarak yang hanya beberapa centimeter saja dari punggung Mawar. Dia sendiri bisa melihat pantulan dirinya dengan jelas dari kaca jendela tersebut, tetapi pelayan cantik bertubuh langsing itu tak terlihat terpengaruh dengan kehadirannya. Beni yang merasa diberi kesempatan mulai berani. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyampirkan helaian rambut di bahu Mawar. Dengan sengaja pula dia menggunakan jari telunjuknya untuk menyentuh di kulit leher yang halus tersebut. Ternyata sentuhan tersebut sanggup membuat Mawar sontak terdiam dan tubuhnya berdiri tegak, kaku dengan tangan yang masih mengacung ke atas jendela. Matanya langsung terarah ke sosok di belakangnya, dia menatap pantulan seorang pria yang ada di belakangnya. Pria tersebut dengan tubuh tinggi yang berdiri di belakangnya tampak seperti melindunginya. Sosoknya seolah menjadi tersembunyi dari dunia luar. Mawar tetap dalam posisi diam menatap ke arah jendela dan membiarkan Beni menyisiri rambutnya seraya menelusuri leher jenjangnya. Perempuan itu menatap sosok di belakangnya dengan tatapan datar. Beni yang merasa mendapatkan kesempatan mulai berani. Dia melangkah mendekat lagi lalu mencondongkan tubuhnya ke arah punggung Mawar. Benny semakin berani ketika gadis pelayan cantik itu tidak berekasi. Dia menundukkan kepalanya dan berbisik di telinga mawar. “Kamu pandai memijat dan pijatanmu membuat seluruh otot-ototku terasa lebih lemas. Bagaimana kalau kamu melakukannya lagi?“ Beni mencium rambut gadis itu dan menyerap aroma wangi dari rambut Mawar dalam-dalam. Dia menyadari kalau pelayan ini memiliki rambut indah yang sangat terawat. Suami Mona tersebut tak tahan lagi untuk mengulurkan tangan dan membelai rambut Mawar dan menarik ikat yang menyatukan helaian hitam pekat tersebut. ”Tentu saja, Tuan. Ini rumahmu kapanpun Tuan mau saya memijat, pasti akan saya lakukan," ujar mawar dengan suara yang lembut dan sedikit bergetar.Polos sekali dan ranum.
Beni tersenyum puas. Gadis pelayan ini ternyata sangat cerdas, paham sekali kalau dia adalah Tuan di rumah ini. Itu menjelaskan kalau sebagai pemilik dia berhak melakukan apapun di rumah ini pada siapapun. Tangannya yang menyentuh leher Mawar pun bergerak turun menuju bahu hingga lengan gadis itu. Kulit tubuh mawar benar-benar begitu halus dirasakan oleh tangannya. Warna kulitnya putih bersih. Permukaan kulitnya pun sangat halus, bahkan sangking lembutnya hingga bulu-bulu di tubuhnya pun nyaris tak kentara. Jari jemari Benny serasa menelusuri kulit yang licin di permukaan, tetapi sangat kenyal. Sikap diam Mawar, membuat nafas pria itu tanpa sadar mulai cepat. Benny semakin berani, dia perlahan menekan tubuhnya ke punggung Mawar hingga gadis itu menempel di dinding kaca. Dia tak memberi celah untuk kabur. “Rambutmu begitu wangi begitu juga dengan tubuhmu ini, halus, licin dan sangat lembut. Apakah keringatmu ini menghasilkan parfum yang membuatku kecanduan?” tanya Beni dengan suara menggoda. “Tuan, Anda terlalu berlebihan.” Mawar mendesah perlahan membuat Benny semakin tergoda. “Aku tidak mempunyai perawatan hebat seperti Nyonya Mona," lirih mawar dengan suara yang seolah menahan sesuatu. Desahan suara Gadis itu membuat Benny semakin merasa diinginkan. Dia menekan tubuhnya ke tubuh gadis itu untuk memamerkan betapa besar ototnya saat ini sedang menegak. “Kalau kamu mau menjadi milikku tentu saja kamu akan mendapatkan hal yang sama bahkan lebih dari Mona," “Hmm.” Mawar tidak menjawab hanya memberikan desahan singkat. Jawaban yang lembut dan perlahan itu membuat Beni langsung saja membalikan tubuh gadis itu, agar bisa dia bisa menatap wajah pelayan muda yang begitu mempesonanya. Benny mengangkat dagu gadis pelayan tersebut ke arahnya. Dia menatap kedua mata Mawar yang menatapnya dengan sorot sedikit takut-takut. Bola Mata hitam indah itu mengerjap lugu ke arahnya Mata Benny turun dan menatap bibir Mawar yang merekah, begitu sehat dan lembab. Bibir indah itu begitu menggoda, bergetar seolah ingin dibelai. Beni semakin merasa tertantang. Dia merasa Mawar memberinya kesempatan. Dia lalu menundukkan wajahnya ingin sekali menyapu bibir kenyal itu dan melahapnya dalam dalam. Namun, sebelum Beni bisa bertindak semakin jauh kedua tangan Mawar menahan di dada lelaki itu, kemudian mendorongnya dengan sedikit kuat. “Tuan, Bi Warsih ada di dalam dan Bik Nunung sebentar pulang dari pasar. Sebentar lagi mungkin Nyonya akan datang dan ini pun masih terlalu siang.” Mawar menatap Benny dengan malu- malu lalu menundukkan pandangannya. Beni langsung tersadar nyaris bertindak jauh. Dia mundur selangkah. Pria itu, tentu saja tidak bodoh dan tidak ingin ketahuan oleh siapapun yang akan bisa mencelakai dirinya sendiri. Dia menatap mawar dengan keinginan yang masih terlihat jelas dari sepasang manik gelapnya itu. Meskipun begitu, dia tidak mau menunjukkan kalau dia khawatir ada yang memergoki. “Kalau begitu bagaimana jika malam nanti?” tanya Beni dengan suara pelan dan dalam. Mawar tidak menjawab apapun, Gadis itu hanya tersenyum malu-malu sambil menundukkan kepala dan menyampirkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Mawar kemudian mengangkat kepalanya sedikit dan melirik Beni sekilas. Perempuan itu lalu berjalan menjauhi majikan laki-lakinya itu dan melanjutkan pekerjaannya di sisi lain. Beni tersenyum puas. Sikap mawar menandakan kalau dia telah memberi peluang. Pria itu menjilat bibirnya sambil menatap tubuh ranum yang padat di bagian seharusnya dan terlihat begitu mempesona saat rok selututnya terangkat sedikit. Bagaimanapun indahnya tubuh Mona tentu saja masih kalah segar dengan gadis muda ini.Sepulang kerja Andrew, ingin sekali segera bertemu dengan Mawar dan mengajak gadis itu mengobrol. Dia merasa begitu nyaman berbincang dengan pelayan tersebut.Mawar membuatnya merasa tenang. Gadis itu membuatnya kagum dan merasa tersentuh dengan jalan hidupnya. Wajah cantik merupakan bonus, sebab banyak perempuan cantik yang ada di sekelilingnya, tetapi tidak ada yang membuat pria itu terpana pada pandangan pertama. “Andre Sayang … kamu sudah pulang, Nak?” Mona bergegas berdiri dan meletakkan majalah di tangannya.“Mom, kamu ngapain sendirian di sini?” Andre melepaskan dasi sambil menatap ke arah ibunya dengan heran.“Tentu saja menunggumu, Sayangku.” Mona merentangkan tangannya dan memeluk Andre sebelum mengecup pipi anaknya itu.“Mom … kamu tidak keluar dengan teman-temanmu?” Andre melepaskan pelukan ibunya setelah beberapa detik.“Kamu tidak suka lihat aku di sini?” Bibir Mona mengerucut manja.“Mom … kamu tahu bukan itu yang aku maksud.” Pria tampan itu tersenyum hangat pada sang
Mawar berdiri dengan tegang di depan Mona. Dia bersikap seolah-olah sedang panik dan merasa takut, padahal dalam hatinya gadis itu tertawa melihat wajah tegang sang majikan.Cukup dengan melihat raut wajah Mona yang tidak tersenyum dan percaya diri, sudah membuat Mawar kegirangan. Semakin buruk ekspresi perempuan itu semakin dia merasa pada titik kemenangan.“Kamu sekarang mulai berani membantah dan memilih pekerjaan ya?” Mona menatap sengit ke arah pembantu di depannya.“Saya tidak berani, Nyonya,” lirih Mawar dengan suara tertekan.“Kamu pikir yang mengatur rumah ini masih Bik Warsih, perempuan tua yang sering kamu manfaatkan itu pekerjaannya sama, bersih-bersih dan mengurus laundry!” Mona menekankan posisi Warsih saat ini.Mawar tau kalau Mona sengaja mencari kepala pelayan lain untuk menekannya. Namun, nyonya rumah itu entah menyadari atau tidak, dengan sikapnya itu telah membuat Sulis sewenang-wenang bukan saja pada dirinya, tetapi pada Bik Warsih dan juga Bik Atik -pelayan lama
Mawar melongo. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Bagaimana bisa Sulis tiba-tiba jatuh, padahal dia yakin belum berbuat apapun. Apa mungkin kekuatan pikiran bekerja sedemikian hebat. Namun, sedetik kemudian gadis itu mengerti situasinya, saat suara sinis majikan rumah terdengar. Ternyata kepala pelayan yang masih muda ini jago bermain sinetron.“Apa yang terjadi?” Mona berdiri di antara mereka berdua dengan tatapan tajam bergantian ke arah Sulis dan Mawar.“Nyonya … saya jatuh karena Mawar dengan sengaja menjegal dengan kain pel.” Sulis meringis dan langsung menunjuk ke arah Mawar dengan tuduhan palsunya. "Dia pasti marah karena saya memintanya membersihkan ruangan dengan lebih teliti."“Kamu melakukan itu, Mawar?” Mona menatap sinis ke arah pembantu yang tidak disukainya itu.Nyonya rumah itu sengaja bicara dengan keras supaya orang-orang di meja makan mendengarnya. Dia masih ingin sekali menciptakan nilai negetif Mawar di mata suaminya. Seperti dugaannya, Benny dan Andre pun mendekat
“Andre sayang, bagaimana hari pertamamu di perusahaan?” Mona mengoleskan selai di atas selembar roti sambil bertanya pada anaknya.Pagi itu mereka bertiga sarapan pagi bersama dengan suasana yang tenang.“Semua lancar saja berkat bantuan dari Om Benny,” sahut Andre menoleh ke arah ayah tirinya. Meskipun tidak terlalu akrab, tetapi dia menghargai keberadaan pria itu di samping ibunya. Berkat Benny pula, perusahaan ini bisa tetap eksis.“Baguslah. Ini adalah perusahaan yang aku bangun dengan jerih payahku sejak muda. Kamu harus bisa menguasai dan mengembangkannya, karena bagaimana pun juga ke depannya perusahaan rekaman dan bisnis hiburan ini akan menjadi milikmu.” Mona tersenyum bangga pada Andre.“Tentu saja Mom.” Andre mengangguk mengiyakan.Mawar yang sedang membersihkan ruangan di samping, mendengarkan hal itu sambil tersenyum getir di dalam hatinya. Perusahaan yang dikatakan oleh Mona dengan bangga itu adalah milik keluarganya. Dia tidak pernah melupakan saat sang kakak membawany
“Kenapa kamu tidak melanjutkan menari?” tanya Andre dengan lembut.Mereka berdua saat ini ada di lantai atas, tepatnya di balkoni kamar Andre. Pria itu bahkan sudah mengeluarkan minuman dingin dari kulkas pribadinya. Dia membuka tutup botol dan memberikan pada Mawar.“Menari?” Mawar menerima botol berisi jus itu dan menegaknya perlahan.“Tidak usah mengelak lagi, aku tahu kamu adalah Mawar si gadis penari yang memukau ratusan penonton di sanggar seni tempo hari.” Andre tak ingin lagi pelayan itu mengelak.Mawar menggigit bibirnya lalu menundukkan kepala, seolah malu sekali karena rahasianya sudah terbongkar. Jujur saja dia merasa kagum juga pada pria itu, karena dengan cepat mengenali siapa dirinya.“Aku perlu uang untuk nenekku yang sakit,” lirihnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.Ya, Mawar tidak bohong. Dia masih mempunyai nenek yang jatuh stroke ketika keluarga kakaknya mati semua. Mereka berdua bertahan hidup di panti asuhan sekian belas tahun lamanya.Kedatangannya ke rum
Andre bergegas keluar dengan membawa sebotol sunscreen. Dia menggunakan tabir surya itu untuk mendekati Mawar. Hati laki-laki itu dipenuhi dengan kegembiraan, menyakini kalau Mawar adalah gadis penari yang dia incar itu.Langkah kakinya berhenti beberapa meter di belakang Mawar. Melihat perempuan itu masih memegang mesin pemotong rumput, Andre merasa terenyuh. “Mawar ….” Suara gaduh mesin itu menjadi penghalang dari suaranya.Andre lalu berjalan mendekati pelayannya dan berhenti tepat di samping Mawar. Dia mengulurkan botol lotion itu ke arah Mawar.“Tuan muda?” Mawar pura-pura terkejut dengan kehadiran Andre dan bergegas mematikan mesin pemotong rumput. Dia menatap botol lotion itu tak mengerti dan berganti memandang ke arah wajah tampan di depannya.“Kamu pakai sunscreen ini. Semprotkan pada wajah dan kaki juga tanganmu.” Andre lalu mengambil mesin itu dari tangan Mawar.“Tuan tidak perlu, saya tadi sudah-”“Pakai saja. Aku akan bantu kamu memangkas semua rumput ini.” Andre terseny







