LOGINPagi hari Santi lebih dulu bangun ketimbang Rina yang masih molor. Dia keget pas keluar kamar mandi, hanya handuk kecil yang membalut sedikit tubuh hingga membuat payudara Santi tumpah kemana-mana. Rambutnya yang basar dan air yang mengalir di sela-sela payudara membuat belut listrik Riki bangun lagi.
"Baru selesai mandi, San?" Riki menghampiri dan celingak celinguk takut ketauan Rina. "Iya, Rik. Kamu udah bangun!" Rina malu-malu menatap Riki dan masih membayangkan kejadian semalam. "Ini masih pagi, kok udah bangun?" Riki berkata sambil tangannya meremas payudara Santi yang basah. Santi diam saja. Jujur dia masih penasaran dengan rasa payudara dan bagian intimnya yang dihisap saat Riki mengatakannya tadi malam. "Ah... Ummm... Iiiya, Rik, soalnya aku lembur hari ini!" Santi berkata spontan tangannya memegang kursi disebelahnya, kursi makan. "Mau coba yang semalam nggak? Enak nih, baru mandi dan masih basah!" Bisik Riki, Santi melirik kamar Rina. "Kemari, disini aja, biar saat Rina bangun gue tau!" Riki menarik Santi ke dekat kamar Rina, membuka pintunya sedikit, melirik Rina masih tidur di balik selimut. "Lo mau yang mana?" "Apanya?" Rina yang bingung dengan pertanyaan Riki, tubuhnya sudah di dorong ke tembok. "Kalo mau dihisap nikmat enaknya yang dibawah, pasti ketagihan!" Bisik Riki. Tangannya sudah leluasa bergerak dan bermain di area sensitif Santi. "Ahhhh... Ahhh... Ahh...!" Santi mendesah saat tangan Riki mulai mengobok-ngobok lembahnya. Dia nggak sadar handuk yang membalut tubuhnya melorot. Air liur Riki makin mengila, dia hampir melihat tubuh toples Santi hanya sedikit handuknya jatuh di perut dan di pegang olehnya. Saat tau Santi udah mulai mendesah tangan Riki malah memilin puting Santi yang sudah meruncing, tajam, dan mengeras. 'Wahh, begini enaknya kalo ngerjain dapat yang fresh dan belum disentuh, sekali sentuh bikin dia penasaran dan dia pasti minta nagih terus. Sepertinya gue harus sering ke sini, selain dapat jatah dari Rina, gue juga dapat jatah dari teman Rina yang nggak kalah seksi. Dua-duanya bisa gue miliki!' batin mesum Riki. Baru saja Riki menjilati sesaat dan kedua paha Santi udah dibuka, spontan Santi menjambak rambut Riki, "Ri--Rik, eeenaakkk... Bangettt, Rikk... " Desah Santi. "Rik, lo dimana?" suara Rina menggeliat dari ranjang. Mata Santi buru-buru terbuka. Kaget. "Iya sayang, aku dari kamar mandi!" Riki menghampiri dan mengecup keningnya. "Uhmm, apaan tuh?" Rina memicing dibalik boxer Riki. Yang sudah terlihat mau menyumbul keluar. " Ahhh, ini, biasa, si lele minta sarapan? Kolamnya udah siap belum nih!" Riki melorotin celananya dan melihatkan belut listrik yang udah besar dan menegang. Santi yang masih dibalik tembok, ngintip, dia menelan ludahnya saat melihat belut besar milik Riki. 'Haduhhh, itu gede bangettt rasanya gimanaa kalo masuk kesini!' ucap Santi dihati dan tangannya tanpa sadar mengusap area miliknyaa. "Ahhhh.... Rikiii, pelan sedikit dongg.... Ahh...!" Rina pagi-pagi buta udah bikin orang pengen. Santi kabur ke kamar mandi dulu, dia segera membersihkan area miliknya yang sempat basah dijilati sebentar oleh Riki. *** Jam 7 pagi Santi sampai di toko kue. Dia pikir masih sepi soalnya lampu belum menyala, dan toko kue buka jam 9 pagi. Waktu untuk itu biasanya dimanfaatkan untuk membersihkan ruangan dan membuat adoanan kue atau roti yang sudah habis. Tapi, biasanya anak-anak pada mulai berdatangan jam 8. Sengaja Santi duluan berangkat biar gak kena macet di jalan. Ruangan absen ada di sebelah ruang manager Pak Harun, dan Santi udah ngeliat mobilnya datang. Berarti biasanya dia udah di ruangan. Santi berniat memberikan salam selamat pagi pada manager tokonya. Dilihat pintu pak Harun sedikit kebuka, tapi saat Santi mendekat, dia mendengar... "Ahh... Pakkkk... Enaknyaaa, bapak jago bangettt sihhh. Aku benar-benar bisa puas dan semangat bekerja kalo tiap pagi bapak beginiin!" Santi tau itu suara, suaranya Laras. "Hahaha, untung selalu ada kamu, Ras yang kasih jatah aku tiap pagi. Kalo begini terus, meski yang dirumah ngasih, nggak seenak kamu!" Dan mata Santi melihat dari pintu yang terbuka. Laras sedang nungging seragamnya sudah tak berbentuk dengan payudaranya yang menempel di meja dan celana dalamnya udah di bawah kaki meja. Laras sedang nungging dan melebarkan pada membiarkan akses untuk pak Harun memasuki lembahnya.... "Ahh... Ahh... Sshhh... Terus pakkk... Ehmm... Enakkk... Bangettt disitu... Ssshhhh...!" Desis dan desah Laras membuat tas yang yang Santi pegang di tangan jatuh, hingga membuat mereka yang sedang tinggi kaget. "Sa-Santi? Kamu sudah datang!" Pak Harun kikuk dan segera membenarkan celananya. Menutup sarangnya rapat-rapat. Laras pun yang canggung, buru-buru membenarkan BH-nya, memasukkan dua payudaranya kesarang. Mengancingkan kemeja, menurunkan roknya dan mengambil celana dalamnya. "Ma-maaf, Pak, saya nggak akan bilang, tadi saya cuma mau menyapa Bapak dan absen!" Kikuk Santi segera kabur dari ruangannya. "Haduh, Pak gimana kalo mulutnya ember dan nggak bisa jaga. Bapak bisa kena masalah dan dipecat lagi!" Laras yang sebenarnya dia yang takut hubungan gelapnya di umbar sesama rekan kerja. "Sudah, Ras, kamu tenang saja, saya yang akan atur segalanya. Lagian saya juga nggak mau kehilangan sarapan pagi saya sama kamu. Rugi banyak dong!" Pak Harun malah bersikap santai dan mendekap Laras lagi. "Tanggung Ras, lagi yuk. Kamu kulum saja punya saya, biar cepet bangun lagi, nggak usah pake dulu celananya, nanti kalo udah bangun kamu naik aja keatas, bergoyang diatasnya saja oke!" Harun yang nggak mau kehilangan sarapan paginya meski sudah ketahuan tetap ga mau rugi. "Ihh, masa dilanjut Pak, nanti si Santi masuk lagi!" Laras melirik pintu takut-takut Santi nongol. Pak Harun mendekati pintu dan menguncinya, "Aman, lagian gak akan ada yang berani masuk sebelum saya izinin, yook lanjut!" Pak Harun mengajak Laras ke tempat duduknya. Membuka kembali batangnya dan menyuruh Laras mengulum dan mengisapnya. "Haduhhh, sial bangettt sih aku. Dirumah udah ngeliat Rina nganu-nganu semalam sama Riki dan tadi pagi juga. Eh, sekarang malah liat pak Harun sama Laras. Haduh, emangnya seenak itu ya, nganu-nganu, aku jadi penasaran?" Santi bergerutu sendiri. Dia yang sudah dikamar mandi karyawan. Berniat membenahi seragamnya. Tapi, pahanya tak segaja bergesek, Santi merasakan celana dalamnya basah lagi. Dia tetap saja penasaran meski sudah tahu saat disentuh rasa basah itu licin, geli dan enak. Tanpa sadar, Santi malah menarik roknya sampai perut seperti yang dilakukan Laras tadi, lalu dia memasukkan tangannya lagi di area sensitifnya, tangannya kini jadi terbiasa meskipun dia baru tahu semalam rasanya enak saat di remas dan dijilat sesaat oleh Riki. "Ahh... Rikii... Enakkkk bangettt..!" desah Santi pelan meremas dan memainkan jarinya disana. Santi yang jadi ketagihan saat melihat orang setelah nganu-nganu. Dan bayangan fantasi yang terlibat olehnya adalah Riki. Sebab dialah orang pertama yang Santi lihat telanjang bulat, meremas payudara dan menjilati area sensitifnya, meski hanya sebentar. Tok... Tok... Tok... "San, San... Lo di dalam?" Santi terkejut dan buru-buru menurunkan roknya dan merapikan bajunya seolah dia sedang merapikan dandanan.Santi gamang. Dia melihat suami lalu orang yang akan ditolongnya. Dia gak mengira kalau kebaikan Marni selama tiga hari ini adalah rencana untuk manawan dirinya secara perlahan tanpa paksaan.Santi melihat tubuh suaminya membeku, gak berkata apapun. Bahkan rasa sedih yang gak terlukiskan itu menyayat hatinya. Dia gak mengira kalau kehidupan Bimo, suaminya akan ada drama seperti ini.Seorang laki-laki masuk diantara merke. Dia, Gabriel, laki-laki juga dokter pribadi keluarga suami Marni. Dia sudah datang sejak tadi, bahkan drama mengiba Marni pun sudah dilihatnya. Hanya saja Gabriel memang menutup mata, dia sudah menjadi dokter pribadi sejak dulu dan disisi lain yang gak Marni ketahui, laki-laki itu diam-diam menyukai Marni sejak dulu. Namun, dia bungkam dan tetap menjadi dokter setia, asalkan berada disisi Marni.“Aku mau pulang, Mama Mar. Aku gak mau disini lagi!”Suara Santi memecah perang sengit antara pak Abdi dan Marni. Reyhan menoleh pada Santi dan menyentuh tangannya. Reyhan me
“Marni?” kini semua menoleh pada suara pak Abdi. Rossa masih menggandeng lengan suaminya dan lumayan terkejut saat suaminya meneriaki nama wanita lain, tepatnya Rossa tahu suaminya menyebut nama siapa.Bimo berbalik dan melihat seorang wanita. Dia pun sama terkejutnya, tubuhnya bergetar dan kotak obat yang dipegangnya jatuh ke lantai.Pak Abdi berjalan mendekati wanita itu. Dia benar-benar berdiri tegap dihadapan wanita yang dipanggilnya dengan Marni. Bimo, samar, meski ingatan masa kecilnya gak begitu baik, dia mengenali sosok itu.“Apa maksudnya ini? Setelah kau pergi dan merampas kebahagianku, sekarang kau ingin merampas kebahagian putramu sendiri!”Suara teriakan pak Abdi menggelegar. Santi gak kalah terkejut. Dua hari lalu pun ada kisah mengejutkan antara Reyhan dan dirinya. Mungkin terlihat konyol dan gak masuk akal, tapi begitulah drama yang terjadi pada Santi.Dua hari lalu, saat Gabriel datang dan menyuntikkan obat pada Reyhan akhirnya Santi tahu kisah Reyhan dengan wanita ya
"Sudah tiga hari berlalu, Bimo? Bagaimana perkembangan dari polisi? Apa mereka sudah memberikan kabar terbaru?"Bimo hanya terdiam dan gak bersemangat saat Rossa memberikan pertanyaan tentang hilangnya Santi. Istrinya seperti hilang ditelan bumi. Polisi pun belum mendapatkan kabar hilangnya Santi.Tiga hari ini Bimo juga sudah memeriksa seluruh rumah sakit, hotel, penginapan atau mungkin saja tempat yang mereka sering kunjungi tanpa. Bimo rela gak istirahat hanya untuk mendapatkan kabar terbaru dari Santi."Apa kamu sudah menghubungi teman teman Santi? Mungkin saja, Santi menghubungi mereka?" Rossa masih bertanya dengan khawatir. Mereka semua pun ga tenang."Gak Mah, teman Santi gak banyak dan hanya ada beberapa kontak di ponselnya!"Bimo bahkan baru tahu di dalam kontak Santi hanya beberapa orang, bisa dihitung dengan jari. Dia gak menyangka kalau circle pertemanan istrinya sangat sedikit, berbeda dengan dirinya.Semakin tahu circle pertemanan Santi sedikit, Bimo makin mencemaskan is
Plak! Plak! Satu tamparan keras sedang mendarat di pipi Sandra. Rossa sedang mengamuk, saat dia melihat wajah putrinya yang datang pagi ini. Sandra sudah berhasil membuat mood Rossa meningkat drastis dengan kemarahannya.Rossa gak perlu bertanya apapun pada putri bungsunya itu. Apalagi setelah mendapatkan tamparan dari ibunya, Sandra gak memberikan perlawanan. Mulutnya membisu.Bambang yang mengantar dan masuk diantara mereka juga terkejut. Dia sedikit merasa bersalah karena sudah memberikan hukuman Sandra dengan cambukan gesper dipunggung juga mengabiskan malam panjang bersama Sandra sampai dia puas. Bambang, ingin membantu, tapi dia sudah di wanti-wanti oleh Sandra, apapun nanti yang dilakukan ibunya, dia ga boleh ikut campur.Bimo baru saja turun, wajahnya frustasi apalagi setelah dia menemukan ponsel Santi ada di kamar mereka. Jadi, Bimo cukup kesulitan mencari keberadaan Santi. Bimo gak bisa tidur semalam.“Rossa, apa yang kamu lakukan? Hah?” pak Abdi mencegah tangan Rossa kembal
"Ma-af, tolong lepaskan aku!" Santi berusaha mendorong pelan tubuh laki-laki yang masih memeluknya erat.Dia menggeleng kuat dan gak mau melepaskan pelukannya."Gak, aku gak akan mau lepasin kamu lagi, Santi. Aku ga mau, aku gak mau kamu pergi lagi. Aku mengaku salah sayang. Tolong maafkan aku, tapi jangan pergi lagi. Aku berjanji, sungguh, aku berjanji akan menjaga kamu dan bayi kita!"Sesak nafas Santi, dia yang tertahan akhirnya batuk pelan. Lelaki tadi baru menyadari pelukannya terlalu erat dan melepaskan."Maafkan aku, sayang. Maaf, aku gak sengaja. Aku terlalu gembira. Aku senang sekali melihat kamu dan anak kita!"Lagi dan lagi Santi mendapatkan pengakuan yang gak masuk akal. Bagaimana bisa dia dan bayinya diakui sebagai orang lain."Ma-af, anda salah orang, saya bukan istri anda dan anak ini bukan anak anda," Santi berusaha menjelaskan."Reyhan, kamu gak melupakan namaku kan, sayang? Bukan anda, tapi, Reyhan. Reyhan. Aku tidak salah sayang, sungguh, kamu memang istri dan ini a
“Mas Bimo, bagaimana ini, mbak Santi pergi, Mas?” Sandra juga ikutan panik dan merasa bersalah.“Aku akan mengejarnya dan kamu, Bambang kenapa kamu bawa istriku kesini!” Bimo sedikit menaikan nada suaranya saat Bambang mengampiri.Meski Bambang juga sedikit terkejut dengan penampilan Sandra yang keluar ditengah hujan sambil mengenakan lingerie tipis seperti itu. Melihat kemarahan Bimo, Bambang tahu, tuannya benar-benar gak melakukan apa yang seperti penglihatan Santi barusan.Tentu saja Bambang lebih tahu, Bambang, Joko dan Doni adalah para pelayan setia Bimo. Itu bukan lagi rahasia, bagi mereka bertiga para pelayan laki-laki di rumah Abdinegara. Dulu pun saat berbagi para mantan perawat ayahnya, mereka bertiga pasti mendapatkan jatah untuk mencicipinya.Tapi, sejak kehadiran Santi dirumah, Bambang tahu, kebiasaan tuannya itu sudah berubah. Gak akan tergoda lagi. Bimo hanya akan setia pada Santi, hanya saja masalahnya saat ini, Bambang mengerti kondisi Santi yang akan lebih manja dari







