LOGINCeklek pintu dibuka, laras berdiri di hadapannya. Laras seakan nggak suka sama Santi. Dia melihat Santi sebagai saingannya, apalagi bentuk tubuh Santi nggak kalah bohay darinya.
"Itu, lo dipanggil ke ruangannya Pak Harun!" ucap Laras kecut. "Ke ruangannya? Ada apa ya, Ras?" Santi merasa bingung karena dia anggap kejadian tadi, dia anggap nggak melihatnya. "Gue nggak tau. Lo cuma di panggil!" Tambah kecut Laras sambil melipat kedua tangannya. "Uhm, ok!" Santi akan melewati Laras, "Eh, lo nggak usah ngomong macem-macem sama yang lo liat tadi pagi. Awas aja!" Ancam Laras sambil mencengkram lengannya. "Iya, Ras, gue nggak akan banyak omong kok. Lagian itu bukan urusan gue. Masing-masing aja!" Santi yang memang gak mau ambil pusing. "Ya udah sana, nanti gue backup kasir lo sebentar!" Ucap Laras. "Ok, thanks ya, Ras!" Santi berjalan melewati Laras. Sedangkan Laras tersenyum kecut seakan tak suka kalau hubungannya dengan pak Harun di ketahui orang. Secara Laras sudah bersembunyi-sembunyi dari rekan kerjanya, kalau sedang ingin nganu-nganu selalu di pagi hari sebelum buka toko, sebab belum banyak yang datang. Hari ini tanpa sengaja Santi datang mengganggu kesenangan mereka. Tok... Tok... Tok... Santai mengetuk pelan pintu pak Harun. Tak lama saat dia mau buka pintu, eh pak Harun udah duluan buka pintu. "Masuk, San!" Ucapnya sopan, lalu tangannya mengunci pintu ruangannya. Pak Harun baru menyadari bodi Santi pun tak kalah aduhai dari Laras. Apalagi tubuhnya yang mungil dengan payudaranya yang diatas ukurannya, membuatnya menelan air liurnya. "Duduk sini, San!" Pak Harun menyuruh Santi agar duduk di sofa dan berhadapan dengannya. Mata Pak Harun tak lepas dari payudara Santi yang montook, menantang seakan meminta untuk diremas dan dihisap. Apalagi dua kancing bajunya memang terbuka hingga membuat dua gundukan payudaranya makin keliatan. "San, tadi kamu liat apa?" Pak Harun berkata tapi tangan merapikan anak rambut Santi yang keluar. "Umm, umm, saya nggak liat apa-apa, Pak?" Jawab Santi gugup. "Benar kamu nggak liat apa apa, San?" Kini tangan pak Harun dari rambut Santi turun ke pundak dan meremas payudaranya perlahan. "Be-be-narr, ahh... Pak, sayahh... Nggak liat apa-apa!" Santi yang menjadi sensitif saat tubuhnya di sentuh. Membuatnya seperti tersengat listrik. Pak Harun menelan air liurnya nggak nyangka Santi akan mendesah manja saat di remas payudaranya. Akhirnya Pak Harun mendekati tubuhnya, agar lebih dekat dengan Santi. "San, kamu mau coba nggak, seperti yang kamu liat tadi pagi?" Bisik Pak Harun. Dia tahu Santi sedang berbohong. "Ah... Bapak bisa ajahh, ahh... Nggak usah Pak!" Si Santi malah menjawab begitu. "Kamu tenang aja, saya nggak akan bilang-bilang kok. Asalkan kamu juga tutup mulut!" Pak Harun berkata, tapi dia yakin Santi nggak akan menolaknya saat membuka kancing bajunya, di remas aja diam, apalagi dibuka. "Ahhh... Ngg.. Nggak... Usahhh... Pak, nanti Laras marah... " Santi nggak mau ikutan ngambil wilayah orang. Apalagi dia sekarang ini benar-benar lagi tinggi dan penasaran. Pak Harun sudah berhasil membuka kancing baju Santi sampai ngeliat dua payudaranya yang besar dan kenceng. "Gede banget, San. Udah pernah dihisap belum sama pacar kamu!" Pak Harun meremas pelan dan mengeluarkan satu payudara Santi yang merah, merona, meruncing dan sepertinya enak di hisap. "Umm, darisana nya Pak saya juga nggak tau. Saya belum punya pacar pak, jadi saya belum tau rasanya!" Santi merapatkan pahanya, dia merasa ser ser dan nyut nyutan dibawah area miliknya. Santi seakan mendamba untuk dihisap putingnya. Dia ingin merasakan sensasi bagaimana rasanya dihisap, nggak cuma bayangannya saja saat Riki hanya sesaat menghisapnya. Pak Harun tersenyum, melihat wajah merona Santi, dia tahu, Santi sedang ingin disentuh. "Wahh, kalau saya yang hisap, saya yang pertama dong, termasuk ini kamu ya!" Pak Harun mengusap paha Putih milik Santi, saat duduk roknya bahkan hampir memperlihatkan celana dalamnya. "Iya, Pak!" Santi mengangguk. "Saya boleh hisap ya, San? Pokoknya kamu bakal ketagihan kalau habis dihisap apalagi yang dibawah sini!" Tangan Pak Harun yang dipaha, mengusapnya, spontan karena geli geli enak Santi membuka perlahan. "Udah basah rupanya kamu, San!" Santi yang nggak menyadari tangan Pak Harun sudah menggesek jarinya, mengeluarkan lendir dari lembah milik Santi dan mengisap jarinya, "Wangi khas dan seger banget, San! Saya Boleh jilat disitu ga?" Tapi tangan Pak Harun sudah membuka lebar paha Santi dan posisi duduk Santi pun mau tak mau berubah. "I, iya, Pak!" Dan blamm, kepala Pak Harun tau tau udah menjilati lembah kenikmatan milik Santi, "Ahh... Sshhh... Ahh... Sshhh... Enak banget pak...!" Santi mengejang menaikan pantatnya, seolah ingin dihisap lebih dalam lagi. Sambil dihisap tangan Santi sendiri meremas payudaranya dan terus mendesahh... "Ahhhh,,, paakk... Eeennakkk... Bangettt,,, terus Pakk!" Pak Harun tau ini sepertinya yang pertama kali buat Santi, jadi dia menarik Kepala. Dengan dua jarinya pak Harun melihat wajah indah Santi saat merasakan nikmat. "Yaahh... Gituu San, keluarin aja...!" Pak Harun pun tak tahan dia mengocok sendiri batangnya. "San, saya masukin aja ya!" Santi meski tau itu sangat nikmat, tapi menolak dia tetap ingin melakukan itu yang pertama dengan orang yang dia cintai. "Ja--jangan Pakk.... Ahh.... Shhh... Shhhh!" Karena semakin kuat jari-jari Pak Harun memasuki lembahnya. "Ya udah, nanti kamu hisap sampai punya saya keluar ya!" Santi tau maksudnya menghisap, dia pernah melihat Rina mengisap batang Riki dan dia yakin bisa melakukannya. "Ii--iiya pakk. Nanti saya hiisaapp... Ahh... Ahh... Ahhh... Sshhh... Ahh...!" Santi melengking, menaikan pantatnya, tangannya meremas sofa. "Ahh, teruss San, keluarin aja biar enak!" "Ahh... Ahh... Ahh...!" Santi mengejang tinggi dan beberapa saat sesuatu yang hangat mengalir. Cairan berwarna putih dan membuat nafas Santi sesaat berdebar dengan kencang. Santi menarik nafasnya sesaat merasakan, baru saja Santi membereskan baju dan merapikan rok, Pak Harun udah bersiap meminta jatah batangnya di hisapbsuara ketukan pintu mengganggu mereka. Pak Harun mau tak mau merelakan batangnya tak jadi di hisap karena salah satu staff memberitahu kalau ada yang mencari Pak Harun. Santi keluar ruangan Pak Harun tanpa menyadari Laras ada dibelakangnya. Laras sejak tadi menguping dibalik pintu Pak Harun dan dia dengan jelas mendengar desahan kenikmatan dari ruangan yang di kunci pak Harun. Hatinya panas, merasa kalau di ada saingan untuk memperebutkan Pak Harun. 'Enak aja lo mau ambil ikan tangkapan besar gue. Dari awal gue udah ngerayu nya susah susah, sekarang lo tinggal enaknya. Gue nggak biarin. Liat aja, gue pasti nyingkirin lo dari sini supaya gue nggak ada saingan lagi.' gerutu Laras dihati sangat kesal. Sedangkan Santi yang merasakan hasrat penasaran terpuaskan oleh pak Harun seolah gak perduli dengan sekitar. Sambil terus membayangkan kejadian barusan dan dia masih mending nikmat ketika membayangkan. 'Oh... Jadi ini rasanya, pantas saja Rani selalu ketagihan, emang enak sih!' Begitulah kata Hati Santi yang baru merasakan nikmat satu kali.Santi gamang. Dia melihat suami lalu orang yang akan ditolongnya. Dia gak mengira kalau kebaikan Marni selama tiga hari ini adalah rencana untuk manawan dirinya secara perlahan tanpa paksaan.Santi melihat tubuh suaminya membeku, gak berkata apapun. Bahkan rasa sedih yang gak terlukiskan itu menyayat hatinya. Dia gak mengira kalau kehidupan Bimo, suaminya akan ada drama seperti ini.Seorang laki-laki masuk diantara merke. Dia, Gabriel, laki-laki juga dokter pribadi keluarga suami Marni. Dia sudah datang sejak tadi, bahkan drama mengiba Marni pun sudah dilihatnya. Hanya saja Gabriel memang menutup mata, dia sudah menjadi dokter pribadi sejak dulu dan disisi lain yang gak Marni ketahui, laki-laki itu diam-diam menyukai Marni sejak dulu. Namun, dia bungkam dan tetap menjadi dokter setia, asalkan berada disisi Marni.“Aku mau pulang, Mama Mar. Aku gak mau disini lagi!”Suara Santi memecah perang sengit antara pak Abdi dan Marni. Reyhan menoleh pada Santi dan menyentuh tangannya. Reyhan me
“Marni?” kini semua menoleh pada suara pak Abdi. Rossa masih menggandeng lengan suaminya dan lumayan terkejut saat suaminya meneriaki nama wanita lain, tepatnya Rossa tahu suaminya menyebut nama siapa.Bimo berbalik dan melihat seorang wanita. Dia pun sama terkejutnya, tubuhnya bergetar dan kotak obat yang dipegangnya jatuh ke lantai.Pak Abdi berjalan mendekati wanita itu. Dia benar-benar berdiri tegap dihadapan wanita yang dipanggilnya dengan Marni. Bimo, samar, meski ingatan masa kecilnya gak begitu baik, dia mengenali sosok itu.“Apa maksudnya ini? Setelah kau pergi dan merampas kebahagianku, sekarang kau ingin merampas kebahagian putramu sendiri!”Suara teriakan pak Abdi menggelegar. Santi gak kalah terkejut. Dua hari lalu pun ada kisah mengejutkan antara Reyhan dan dirinya. Mungkin terlihat konyol dan gak masuk akal, tapi begitulah drama yang terjadi pada Santi.Dua hari lalu, saat Gabriel datang dan menyuntikkan obat pada Reyhan akhirnya Santi tahu kisah Reyhan dengan wanita ya
"Sudah tiga hari berlalu, Bimo? Bagaimana perkembangan dari polisi? Apa mereka sudah memberikan kabar terbaru?"Bimo hanya terdiam dan gak bersemangat saat Rossa memberikan pertanyaan tentang hilangnya Santi. Istrinya seperti hilang ditelan bumi. Polisi pun belum mendapatkan kabar hilangnya Santi.Tiga hari ini Bimo juga sudah memeriksa seluruh rumah sakit, hotel, penginapan atau mungkin saja tempat yang mereka sering kunjungi tanpa. Bimo rela gak istirahat hanya untuk mendapatkan kabar terbaru dari Santi."Apa kamu sudah menghubungi teman teman Santi? Mungkin saja, Santi menghubungi mereka?" Rossa masih bertanya dengan khawatir. Mereka semua pun ga tenang."Gak Mah, teman Santi gak banyak dan hanya ada beberapa kontak di ponselnya!"Bimo bahkan baru tahu di dalam kontak Santi hanya beberapa orang, bisa dihitung dengan jari. Dia gak menyangka kalau circle pertemanan istrinya sangat sedikit, berbeda dengan dirinya.Semakin tahu circle pertemanan Santi sedikit, Bimo makin mencemaskan is
Plak! Plak! Satu tamparan keras sedang mendarat di pipi Sandra. Rossa sedang mengamuk, saat dia melihat wajah putrinya yang datang pagi ini. Sandra sudah berhasil membuat mood Rossa meningkat drastis dengan kemarahannya.Rossa gak perlu bertanya apapun pada putri bungsunya itu. Apalagi setelah mendapatkan tamparan dari ibunya, Sandra gak memberikan perlawanan. Mulutnya membisu.Bambang yang mengantar dan masuk diantara mereka juga terkejut. Dia sedikit merasa bersalah karena sudah memberikan hukuman Sandra dengan cambukan gesper dipunggung juga mengabiskan malam panjang bersama Sandra sampai dia puas. Bambang, ingin membantu, tapi dia sudah di wanti-wanti oleh Sandra, apapun nanti yang dilakukan ibunya, dia ga boleh ikut campur.Bimo baru saja turun, wajahnya frustasi apalagi setelah dia menemukan ponsel Santi ada di kamar mereka. Jadi, Bimo cukup kesulitan mencari keberadaan Santi. Bimo gak bisa tidur semalam.“Rossa, apa yang kamu lakukan? Hah?” pak Abdi mencegah tangan Rossa kembal
"Ma-af, tolong lepaskan aku!" Santi berusaha mendorong pelan tubuh laki-laki yang masih memeluknya erat.Dia menggeleng kuat dan gak mau melepaskan pelukannya."Gak, aku gak akan mau lepasin kamu lagi, Santi. Aku ga mau, aku gak mau kamu pergi lagi. Aku mengaku salah sayang. Tolong maafkan aku, tapi jangan pergi lagi. Aku berjanji, sungguh, aku berjanji akan menjaga kamu dan bayi kita!"Sesak nafas Santi, dia yang tertahan akhirnya batuk pelan. Lelaki tadi baru menyadari pelukannya terlalu erat dan melepaskan."Maafkan aku, sayang. Maaf, aku gak sengaja. Aku terlalu gembira. Aku senang sekali melihat kamu dan anak kita!"Lagi dan lagi Santi mendapatkan pengakuan yang gak masuk akal. Bagaimana bisa dia dan bayinya diakui sebagai orang lain."Ma-af, anda salah orang, saya bukan istri anda dan anak ini bukan anak anda," Santi berusaha menjelaskan."Reyhan, kamu gak melupakan namaku kan, sayang? Bukan anda, tapi, Reyhan. Reyhan. Aku tidak salah sayang, sungguh, kamu memang istri dan ini a
“Mas Bimo, bagaimana ini, mbak Santi pergi, Mas?” Sandra juga ikutan panik dan merasa bersalah.“Aku akan mengejarnya dan kamu, Bambang kenapa kamu bawa istriku kesini!” Bimo sedikit menaikan nada suaranya saat Bambang mengampiri.Meski Bambang juga sedikit terkejut dengan penampilan Sandra yang keluar ditengah hujan sambil mengenakan lingerie tipis seperti itu. Melihat kemarahan Bimo, Bambang tahu, tuannya benar-benar gak melakukan apa yang seperti penglihatan Santi barusan.Tentu saja Bambang lebih tahu, Bambang, Joko dan Doni adalah para pelayan setia Bimo. Itu bukan lagi rahasia, bagi mereka bertiga para pelayan laki-laki di rumah Abdinegara. Dulu pun saat berbagi para mantan perawat ayahnya, mereka bertiga pasti mendapatkan jatah untuk mencicipinya.Tapi, sejak kehadiran Santi dirumah, Bambang tahu, kebiasaan tuannya itu sudah berubah. Gak akan tergoda lagi. Bimo hanya akan setia pada Santi, hanya saja masalahnya saat ini, Bambang mengerti kondisi Santi yang akan lebih manja dari







