Udah ah, malu nggak sih … kalian jadi tontonan anak-anak tuh!” Teman di sebelah Aruna menginterupsi. Baik Aruna maupun Dirga masih bertatapan dengan perasaan kecamuk yang berbeda. Mengabaikan beberapa pasang puluh mata yang diam-diam memperhatikan penasaran dan merasa senang. Keduanya sangat dinantikan, kapan putus? ‘Apa harus membuat Dirga marah dulu agar dia mau menatapku lama seperti ini?’ batin Aruna dengan perasaan sedih. Jika dalam situasi normal, Dirga hanya akan lebih sering menatap ponsel atau tablet dibandingkan wajahnya. Pun, jika Aruna kedapatan memperhatikan Dirga, kekasihnya itu akan mengatakan risih. Sungguh ironis bukan menjadi kekasih seorang Dirga? Lagi-lagi teman di sebelah Aruna menginterupsi. “Helo, Aruna Dirga. Udah yu, udah.” Akhirnya Aruna mendengarkan saran temannya, dia memutuskan kontak mata terlebih dahulu. Gadis itu berucap, “Aku nggak bakal ngerepotin kamu. Jadi, kamu nggak perlu khawatir– Ucapan Aruna berhenti kala Dirga langsung pergi dari hadapa
Setelah berpamitan dengan Profesor Yedi, Claudia menyeret kakinya untuk menghampiri Lilia dan yang lain.Dia penasaran, mengapa mereka menggunakan setelan kaos olahraga?‘Lomba Lari Lintas Kampus kayaknya besok deh kalau nggak salah?’ pikir Claudia.Baru Claudia tiba dan hendak bertanya, Idellia langsung menghampiri dan menubruk Claudia dengan sebuah pelukan. Membuat Claudia mundur beberapa langkah karena tidak siap dengan pelukan itu.“Claudiaaaaaaaa,” pekik Idel tertahankan.“Hati-hati dong, Del,” ucap Lilia memperingatkan. Dia melipat tangannya di dada.Praya dan Zoya hanya terkekeh di tempatnya. Kebetulan meja mereka semua saling berdekatan, terkecuali meja Claudia yang berada di seberang.Setelah terdiam beberapa saat, Claudia baru membuka suara. “Kamu kenapa, Idel?” Sambil bertanya, Claudia membalas pelukan Idellia.Pun, setelah itu netra matanya mengedar ke arah yang lain sampai berhenti di sosok Fanya. Wanita itu memandang Claudia dengan canggung.Kemarin Ryuga sudah mencerita
Sebenarnya … Ryuga tunanganku,” aku Claudia dengan suara yang terdengar kikuk.Lilia tak kuasa menahan tawa mendengarnya kala melihat perubahan ekspresi Idellia yang tadinya sumringah menjadi merengut.“Tuh dengar baik-baik, Del. Mau jadi pelakor?” ledek Lilia. Dia melemparkan setangkai bunga palsu yang ada pada meja ke arah Idellia. Wanita itu sama sekali tak menghindar hingga bunga tersebut mendarat tepat mengenai wajah Idellia.Yang lain mau tak mau tertawa, termasuk Claudia yang terkekeh geli.“Cish … bilang daritadi dong, Clau.” Setelah mengatakan itu, siapa sangka Idellia langsung menyenggol samping tubuh Claudia. Membuat tubuh Claudia oleng ke samping, untung Fanya menahan tubuhnya.Sedikit terkejut, tapi Claudia malah kian tertawa karena aksi Idellia tersebut. Tawanya tak pernah selepas itu sebelumnya.“Jadi pria yang jemput malam itu Ryuga, tunanganmu?” Kali ini Zoya yang bertanya, mengkonfirmasi.Pikir Claudia tak ada salahnya memberitahu. Toh salah Ryuga sendiri yang menamp
“Pak Dimi juga sedang sibuk.” Tahu-tahu Claudia menyeletuk asal. Pandangannya menatap lurus ke arah pria itu. “Benar ‘kan, Pak?”Dari tatapan Claudia, Dimitri bisa membaca jika wanita itu tidak menginginkan Dimitri bicara dengan Ryuga. Selain itu, Dimitri merasa kesenangan karena Claudia memanggilnya ‘Dimi’. Itu nama akrab yang sering orang-orang lain lontarkan padanya.Demikian, Dimitri akan mengiakan permintaan tak tersirat Claudia.“Benar, saya ada kesibukan lain. Mohon maaf sebelumnya,” ucap Dimitri melirik Ryuga. “Saya permisi.”Jelas hal itu memancing kemarahan Ryuga. Dia merasa diabaikan. Selain itu, Ryuga merasa telinganya memanas kala Claudia memanggil nama dari pria saingannya tersebut.“Kamu bilang apa tadi, Claudia?” tanya Ryuga dengan suara yang rendah. Kini Ryuga menghadapkan tubuhnya agar bisa melihat Claudia dengan jelas.Sontak Claudia berpikir keras. Hanya butuh satu detik untuk menyadari kesalahannya. Namun, sebelum dia berusaha menjelaskan, suara Ryuga lebih dulu m
Pengarahan tugas yang disampaikan Claudia berjalan lumayan lancar berkat ucapan Dirga sebelumnya.Padahal Claudia bukan menyampaikan materi, tapi dia merasa tekanan yang jauh lebih besar dibandingkan mengajar pada biasanya.Huft~Dosen muda itu langsung bergerak ke luar kelas setelah berpamitan. Claudia berusaha tak mempedulikan tatapan para mahasiswa yang dilayangkannya padanya.‘Lihat Aruna atau Dirga saja.’ Itu yang Claudia katakan pada dirinya sendiri. Rasanya jauh lebih baik saat melihat senyum Aruna yang tampak menenangkan.Sebenarnya Aruna ingin sekali menghampiri Claudia. Dia berdebat dengan batinnya. ‘Samperin Bu Clau sekarang atau nanti, ya?’Aruna menimbang karena dia menunggu pergerakan dari Dirga. Tapi, tak ada tanda kekasihnya itu turun dan berusaha mengejar Claudia.‘Aku pikir Dirga bakal khawatir yang gimana … gitu? Tapi, kok dia masih di sini dan nggak susulin Bu Claudia?’Otot di lehernya pegal, ingin menoleh ke belakang dengan penasaran. Tapi, Anjani menghentikan ni
Pertanyaan Dirga tidak dihiraukan Aruna. Yang benar saja … cemburu?!“Jangan temui Bu Clau dulu,” cegah Aruna. Dia ingat, Daddy-nya akan menemui Claudia. Apa jadinya kalau Dirga melihat keduanya bersama?“Kalau lo nggak mau, yaudah.” Dirga berlalu setelah mengatakan itu.Mata besar Aruna terbelalak. Dia memutar otak mencari cara supaya Dirga tidak menemui Claudia sekarang.‘Aduh, gimana ini? Kalau Dirga nekat nemuin Bu Clau sekarang, bisa aja Bu Clau lagi sama Daddy.’Lalu tiba-tiba saja terdengar bunyi jatuh yang agak cukup keras di lantai. Otomatis itu menghentikan langkah Dirga yang belum terlalu jauh. Kepala pemuda itu menoleh ke belakang. Dia melihat Aruna yang sudah jatuh terduduk di lantai dengan napasnya yang pendek-pendek.“Arunaaa!” seru Dirga tanpa pikir panjang membalikkan tubuhnya agar kembali menghampiri Aruna.Cepat-cepat Dirga mengambil inhaler yang tergantung di tali tas bahu Aruna dan membantu menyemprotkan benda mungil itu ke dalam mulut Aruna.Dirga tidak mempeduli
Entah apa yang dibicarakan Ryuga dan Bu Yuli, tapi setelah Claudia masuk lalu mengobrol satu dua hal dan memutuskan berpamitan karena Bu Yuli ada kesibukan lain, Ryuga lebih banyak diam dibandingkan biasanya.“Kamu sakit, Ryuga?” Claudia memutuskan bertanya.Kini keduanya sudah berada di luar, tepatnya di depan ruangan dekan.Claudia memandangi wajah Ryuga lamat-lamat. Kulit putih pria itu tampak kelihatan pucat. Manik hitam tajam itu juga tampak sendu kala bersinggungan mata dengan Claudia.Keterdiaman Ryuga membuat Claudia langsung berinisiatif mengangkat tangan untuk menempelkannya di dahi Ryuga.Tapi, pria itu lebih dulu menahan lengan Claudia dan menurunkannya. Sepasang manik hitamnya menyorot Claudia dalam.“Khawatirkan dirimu sendiri, Claudia.” Ryuga mengucapkannya dengan penuh kelembutan.Claudia menaikkan satu alisnya. Meskipun mentalnya tidak sepenuhnya baik, tapi fisik Claudia sangat prima. Ryuga terlihat aneh.“Aku–“Claudia!”Panggilan itu refleks membuat Claudia menolehk
Semula Claudia sudah berpikir buruk mengenai Ryuga yang menyeretnya bahkan menyudutkannya ke dinding di bawah tangga darurat.Namun, seperti apa yang Ryuga katakan barusan, ini bukan pertama kalinya keduanya berada di tangga darurat. Dari yang sudah-sudah, Ryuga tidak melakukan hal yang membahayakan Claudia.‘Tidak bahaya apanya? Jantungku rasanya mau copot berkali-kali!’ seru Claudia cukup dalam batinnya saja.Dia berusaha menyingkirkan tangan Ryuga dan untungnya Ryuga segera menarik tangannya. Seketika itu, Claudia mengatur napasnya dengan baik dan teratur.“Sebenarnya kenapa, Ryuga?” tanya Claudia memutuskan bertanya dengan mengikuti cara Ryuga, berbisik di telinga pria itu.Tentu untuk melakukannya, Claudia harus menjinjitkan kaki. Dia berusaha untuk tidak menyentuh lengan kiri pria itu yang memakai gips. Claudia berhati-hati, sebab penerangan di tangga darurat begitu minim.Sepertinya belum kunjung selesai direnovasi.Belum sempat Ryuga memberitahu, suara seseorang terdengar di l
Kabar mengenai proses persalinan Lilia belum sampai di telinga Claudia. Karena saat ini, wanita yang juga tengah hamil itu masih tampak santai bahkan merasa tidak sabar untuk menghadiri festival di dekat tempat tinggalnya. Dia mengetuk pintu kamar tamu. “Aruna,” panggil Claudia. “Siap-siapnya sudah atau belum?” sambungnya. Claudia sudah siap dengan gaun di bawah lutut berwarna hitam yang dikenakan. Sebelum Ryuga berpamitan pergi karena Aji membutuhkan bantuannya, suaminya itu sudah menyiapkan gaun tersebut dan menaruhnya di tempat yang bisa Claudia jangkau dengan mudah. “Tunggu sebentar, Mom!” Bibir cherry Claudia menyunggingkan senyum ketika pintu kamar di hadapannya terbuka. Namun, dia mengernyit kebingungan mendapati Aruna ke luar dengan menggendong tas ransel pink miliknya. “Na … kita hanya mau ke festival, kenapa kamu membawa ransel segala?” tanya Claudia memperhatikan putrinya lamat-lamat. Ditodong dengan pertanyaan itu, seketika membuat Aruna tidak memiliki pilihan selain
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s