Beranda / Urban / Pesona sang Biduan / Panggung Pertama

Share

Panggung Pertama

Penulis: alfatihsronan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-22 19:14:40

Setelah tangisnya sedikit reda Tiara bersiap-siap ke rumah bukde Mayang yang berjanji akan mengantarkan Tiara ke rumah adiknya, pimpinan organ tunggal itu.

Rambutnya yang sebahu di biarkan saja terurai menambah kesan perempuan banget dalam dirinya, hari itu sudah beranjak sore matahari perlahan menuju ke peraduannya.

Tiara dan bukde Mayang baru saja sampai ke rumah adiknya, rumah itu begitu luas di teras samping rumah terlihat begitu banyak  peralatan panggung, sound sistem serta  beberapa peralatan lainnya terlihat oleh Tiara di sana.

"Ayo masuk Tiara." ucap bukde Mayang yang melihat Tiara sedang memperhatikan peralatan musik itu satu-persatu.

Di dalam rumah masih banyak juga peralatan panggung yang tersusun rapi, sepertinya adik bukde Mayang adalah pemimpin organ tunggal yang sudah besar dan terkenal.

Bukde Mayang mengenalkannya pada Erwin adiknya, pimpinan organ tunggal yang akan menjadi bos Tiara.

Dan melihat Tiara, Erwin tak hentinya memandangi wajah gadis cantik itu matanya yang liar mengerayangi setiap lekuk tubuhnya.

"Bagaimana Erwin?, kapan Tiara bisa mulai bernyanyi?" Tanya bukde Mayang.

"Secepatnya!, pasti! ... tenang saja saya akan mengatur semuanya dan mengenai pembayaran pastinya memuaskan."

"Bagaimana Tiara?, kamu sudah mendengarnya sendiri 'kan?" Tiara hanya mengangguk tanda ia menyetujuinya.

"Baiklah kalau begitu, aku dan Tiara pamit pulang." Bukde Mayang dan Tiara meninggalkan rumah Erwin adiknya pimpinan organ tunggal pelangi.

Dalam perjalanannya pulang bukde Mayang terus-menerus mengingatkan Tiara jika menjadi biduan organ tunggal tidak semudah yang ia bayangkan.

Ada banyak hambatan yang harus di hadapinya.

Ia dulunya juga adalah seorang biduan dan penyanyi organ tunggal milik orang tuanya, itulah yang kini di warisi oleh adiknya Erwin hingga sekarang.

"Tiara menjadi biduan itu ribet, kamu harus sanggup dan siap menghadapinya," ucap bukde Mayang menjelaskan.

"Maksud bukde ribet bagaimana?" tanya Tiara penasaran.

"Ya ribet saja, mulai dari persaingan dengan sesama penyanyi, bertemu dengan banyak orang yang lebih banyak dari mereka adalah laki-laki, mereka tidak hanya menikmati lagu kita tetapi sekaligus menikmati bentuk tubuh kita diatas panggung."

"Belum lagi jika mereka mabuk, mereka kadang memberikan sawer ke kita dengan tidak sadar."

"Belum lagi cibiran orang orang tentang pekerjaan menjadi biduan, yang sampai saat ini banyak orang menganggap itu sebagai pekerjaan yang hanya mempertontonkan aurat saja." Imbuhnya lagi.

Tiara baru tersadar ternyata ada resiko besar yang menunggu, yang akan di hadapinya dari bekerja sebagai biduan.

Namun baginya bagaimanapun resikonya ia harus kuat menghadapinya ada harapan yang tidak boleh dipatahkan dan tujuan yang harus dicapainya.

Hari itu langit kembali terlihat cerah, dua hari setelah pertemuannya dengan Erwin, hari itu Tiara mendapat job manggung pertamanya.

Jam empat sore jadwal yang telah di sampaikan Erwin kepadanya, kalau ia akan ikut bernyanyi di panggung dalam sebuah acara, "Tiara hari ini kamu siap-siap ya, jam empat sore ada job untuk kamu, sampai bertemu di lokasi."

"Iya Om, terima kasih, saya akan bersiap siap." Tiara bersorak riang mendapat job pertamanya sebagai biduan, ibunya yang belum pulang sejak tadi siang membuat rasa senangnya menjadi buyar seketika mengingat Ibunya, ia menjadi khawatir.

Tak lama berselang sosok yang di  khawatirkan terlihat dari balik pintu, "Ibu dari mana kenapa lama?"

Dengan nafas yang belum teratur Bu Ratri menyampaikan ke Tiara, "Ibu tadi mampir dulu kerumah pamanmu."

"Untuk apa Ibu kesana, mereka sudah membuang Ibu dan menganggap Ibu bukan saudara mereka lagi."

Tiara meradang, amarahnya tersulut mendengar apa yang di katakan bu Ratri baru saja.

"Mereka seperti itu karna ibu miskin sedangkan mereka hidup serba berkecukupan tidak seperti kita."

Air mata Tiara tak dapat di bendungnya, bentuk kecewa terhadap ibunya yang diperlakukan tidak adil oleh pamannya sendiri.

"Tiara kamu tidak boleh seperti itu Nak!, bagaimanapun mereka itu adalah pamanmu, saudara almarhum ayahmu, keluarga kita," Bu Ratri mencoba menenangkan Tiara.

"Tidak Bu, Tiara tidak seperti Ibu, Ibu yang selalu sabar menghadapi mereka menganggap mereka keluarga Ibu tapi mereka memperlakukan Ibu layaknya sampah, aku tidak menerima ibu diperlakukan seperti itu." Tiara hanya bisa menangis menahan amarahnya.

Perempuan paruh baya itu hanya bisa terdiam ia sangat paham apa yang dirasakan oleh Tiara, anaknya, Ia pun mencoba mengalihkan topiknya, "Tiara bagaimana dengan bukde Mayang apa dia belum mengabari kamu?"

"Sudah Bu, tadi aku menerima telepon dari om Erwin katanya, 'aku dapat job menyanyi hari ini' bagaimana?, ... Ibu senang kan?" 

"Apapun yang membuatmu bahagia, pasti ibu juga turut senang Tiara," jawab Bu Ratri dengan senyum haru, tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.

Suasana hati Tiara kembali menjadi tenang, sebelum berangkat ke lokasi tempatnya menyanyi Tiara sudah berdandan, sesekali ia melirik dirinya di depan cermin memastikan tidak ada yang kurang dalam penampilannya yang perdana.

"Bagaimana penampilanku bu?" Tanya Tiara kepada ibunya, "Sungguh kau terlihat sangat cantik Tiara."

Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, Tiara telah menjelma menjadi wanita cantik, kulitnya yang putih dan kemolekan tubuhnya membuat setiap pria yang melihatnya rasanya tak 'kan berpaling.

Setelah memastikan semuanya siap ia pamit dan berangkat dengan ojek di pangkalan, "Neng Tiara kelihatan sangat cantik hari ini, wangi lagi mau kemana?"

"Cepat Bang!, hari ini saya ada job bernyanyi!!" seru Tiara dan menyuruh bang ojek bergegas,  "Neng Tiara sekarang jadi artis?"

"Bukan, ... saya biduan bang, biduan organ tunggal jelas!, dari tadi nanya melulu deh," ucap Tiara kesal.

Hanya butuh lima menit ditempuh ia sudah tiba disana, Erwin 'sang pimpinan sudah menunggunya di sana suasana sudah terlihat meriah beberapa rekannya juga sudah ada di sana.

"Hai Tiara, sungguh cantik!" Sambut Erwin dengan senyum buayanya, "Maaf om saya sedikit telat."

"Aduh Tiara, ... jangan panggil om 'dong, apa aku kelihatan begitu tua? panggil saja Bang, bang Erwin bukankah kedengaran lebih bagus?" ucap Erwin bersama kedipan mata genitnya ke arah Tiara.

"Tiara kamu siap-siap, ayo kamu bisa duduk di situ," Menunjuk ke arah beberapa rekannya yang duduk berderetan di sisi panggung.

"Kenalkan ini Tiara, mulai sekarang ia penyanyi disini," Erwin mengenalkan Tiara pada biduan yang lain.

Dan penampilan pertamanya di hari itu sungguh membuat penonton takjub dan penampilannya yang pertama mampu ia lakukan dengan baik.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona sang Biduan   Bujuk rayu tuan Gilbert

    Sebuah hubungan cinta harus berjalan bersama, jika di dalamnya ada tujuan yang berbeda maka ia harus saling memahami dan tebuka, bukan saling menutupi dan saling menyalahkan. Begitu pula yang harus dlakukan oleh Tiara dan Erick, ada sesuatu hal yang tidak berjalan semestinya diantara mereka, membuat hubungannya yang baru saja seumur jagung seakan terombang ambing tak tentu arah. "Memiliki hubungan itu ribet ya," ucap Tiara. "Ribet seperti apa maksud kamu, gak juga kok kalau kamu dan Erick saling memahami, dan mau saling terbuka," sahut Frida. "Aku?, ... Apa yang aku tutupi darinya Frid?, apa aku saja yang harus memahaminya sementara dia?" sahut Tiara. Frida terdiam mendengar Tiara mulai tersulut emosi, ia biasanya akan menenangkan jika sahabatnya itu mulai meninggikan nada suaranya. Mobil mereka melaju membelah jalan kota, suasana sudah mulai tampak lengang, tak banyak lagi kendaraan yang berseliweran seperti biasanya di jam-jam itu. Sementara Erick dan Maria serta teman-temann

  • Pesona sang Biduan   Apakah ini cinta yang salah?

    Tiara dan Frida urung menjalankan rencananya melihat Erick yang tengah duduk bersantai dengan Maria di sebuah meja tepat di depan panggung. "Jadi mau gimana lagi, kita harus menjalankan rencana lainnya, ayo silahkan mba Tiara," kata Frida seraya menunjuk ke arah panggung. Tanpa melihat sedikitpun ke arah mereka Tiara langsung menggebrak panggung. Erick terhenyak menyaksikan Tiara, ia tak menyangka sedikitpun jika kekasihnya itu yang menjadi biduan di live musik cafe malam itu. "Pantas saja Tiara gak mau aku ajak, dia ternyata nyanyi di sini." Erick bergumam. Ia tak dapat menyembunyikan rasa heran di depan Maria, "Erick kamu kok terlihat heran seperti itu, kamu kaget kalau Tiara itu nyanyi di sini?" "Gak, ... Aku cuma kaget saja tiba-tiba bertemu dia di sini," sanggah Erick sedikit ingin menutupi dari Maria, tak terjadi apa-apa di antara Tiara dan dirinya. "Daripada harus membicarakan dia, kita bernostalgia saja dengan kenangan kita, bagaimana?" Rayu Maria. "Nostalgia yang sep

  • Pesona sang Biduan   Tiara panik mengetahui Erick akan datang

    Malam hari tiba, terlihat cerah secerah hati Tiara yang sudah kasak kusuk mempersiapkan diri sembari menunggu dijemput Frida. Bu Ratri hanya nampak tersenyum melihat anak gadisnya terlihat sibuk di depan cermin tak hentinya menatap wajahnya melihat riasan yang dipakainya. Tak lama kemudian Frida datang menemui Tiara di kamarnya yang tengah sibuk itu. "Udah beres kan dandannya?" tanya Frida. "Gimana menurut kamu udah bagus kan?" "Iya gitu aja gak usah lama, ingat tempatnya di puncak loh!" kata Frida. "Yuk kita berangkat sekaramg!" Tiara dan Frida berangkat bersama menuju cafe M&M tempat Tiara akan menyanyi dan untuk pertama kalinya di cafe ini. "Kamu santai aja dong, kok seperti pertama nyanyi saja kamu," kata Frida melihat Tiara terlihat sedikit gugup. "Iya nih, gak tahu aku kok sedikit gugup ya, apa karna lama gak nyanyi ya?" "Kamu sih, aku ajak nyanyi ke acara kampusku kamu tolak, makanya sekarang jadi grogi kelamaan gak manggung." Mobil yang dikendarai Frida sudah melam

  • Pesona sang Biduan   Maria yang menyimpan cinta masa lalu

    "Tiara bagaimana jika pamanmu tidak terima dengan pengakuan kita padanya tentan rumah ini yang sudah dijual," "Terserah dia saja bu, kali ini aku tidak akan takut dengan ancamannya, kita sudah lama diperlakukan semena-mena olehnya, dia harus berpikir bahwa Tiara sudah berubah sekarang," jawab Tiara dengan semangat."Dan aku rasa mba Maria akan sepenuhnya membantu dalam masalah ini, ibu jangan khawatir," kata Tiara kembali membuang segala ketakutan ibunya."Kamu angkat dulu telpon kamu," ucap Bu Ratri mendengar ponsel yang berdering.[Halo Tiara, maaf ya kalo aku ganggu kamu malam-malam takutnya kalau nunggu besok aku bisa lupa] kata Maria.[Ada apa ya mba?][Besok kamu bisa mulai nyanyi di cafe hari ini semua persiapan panggung sudah siap][Ok mba aku akan mulai besok] kata Tiara begitu senang mendengar kabar dari Maria."Ibu mulai besok aku bisa kerja di cafe mba Maria, aku senang banget loh bu," "Ibu juga senang mendengarnya nak, semoga saja kamu betah di sana, apa Frida sudah tah

  • Pesona sang Biduan   Pesan singkat dari Erick

    Tiara masih menatap tajam pria paruh baya yang ada di hadapannya, seorang kakak dari ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tapi memiliki hati begitu tega perlakuannya terhadap Tiara dan ibunya."Ayo duduk jangan berdiri seperti itu di hadapanku, semakin memperjelas bahwa kau tak pernah di ajari sopan santun dari orang tuamu," kata Novo yang begitu menyakitkan.Tiara masih saja terdiam, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, hanya tatapannya yang semakin tajam ke arah Novo, sorot matanya berapi-api.Tidak seperti Bu Ratri yang masih terlihat tenang menghadapi keadaan ini, ia memberi isyarat agar Tiara menurutinya untuk duduk di sampingnya.Dengan wajah kaku Tiara menurutinya dan mulai angkat bicara, "Paman Novo, aku menganggap paman sebagai seorang pengganti dari ayahku namun aku ternyata salah," kata Tiara."Seorang ayah tidak pernah membuat anaknya jatuh ke dalam kondisi yang begitu sulit seperti ini, paman sungguh tega mengusir kami dari rumah yang ayah bangun dari

  • Pesona sang Biduan   Mulut manis paman Novo

    Setelah melakukan rembuk bersama, Tiara dan Frida beranjak meninggalkan cafe menuju kantor polisi untuk menemui Maria yang sedang menjadi saksi sebuah kasus. Sampai di sana Tiara dan Frida oleh petugas tidak di perbolehkan menemui Maria, karna sesuatu hal. "Mba Maria sedang jadi saksi atas kasus apa pak!?" tanya Frida kepada salah seorang petugas. "Maria menjadi saksi atas kepemilikan barang terlarang, jadi untuk sementara beliau belum bisa menemui siapapun." Tiara dan Frida tersentak mendengar apa yang diucapkan petugas itu, terlebih Tiara yang sepertinya harus mengurungkan niatnya untuk minta tolong padanya. "Kamu kan lebih mengenal dekat mba Maria bahkan pernah di ajak ke apartemennya, dia itu orangnya seperti apa sih, kok bisa jadi saksi segala?" tanya Frida pada Tiara. "Waktu di ajak kemarin sih hanya pesta kecil saja, dan ada beberapa teman bisnisnya di sana yang pesta mabuk malam itu," jelas Tiara. "Tuh kan, mungkin teman-teman bisnisnya itu yang jadi pemilik barang terl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status