Share

Pesona sang Biduan
Pesona sang Biduan
Author: alfatihsronan

Pesona Tiara

Author: alfatihsronan
last update Last Updated: 2022-01-22 06:33:09

"Sampai kapan engkau akan terus seperti itu merebahkan tubuhmu seakan engkau sedang letih, seolah kau tidak berdaya bangkitlah engkau dari kemalasanmu."

"Lihatlah keluar Mahasurya yang cerah itu mengejekmu, setiap hari ia membangunkanmu tapi kau seakan tidak peduli."

"Ia mengejekmu bahkan kau tidak pernah berani berjalan di bawah sinarnya." 

"Bangunlah sampai kapan kau terus mengutuk nasibmu?" 

"Hahh ...  ya Tuhan, aku mimpi lagi!?" Tiara menggumam dalam hatinya, mengapa mimpi itu selalu saja datang seakan sudah menjadi teman dalam tidurnya.

Matahari sudah meninggi sinarnya begitu terik, terdengar teriakan ibunya, "Tiara bangun sekarang sudah jam berapa!?" Seketika teriakan ibunya membuat buyar mimpinya dan menghilangkan rasa kantuknya.

"Ayo bantu belikan Ibu minyak goreng ke warung!" Sahut ibu Tiara dari dapur yang masih tengah sibuk menyiapkan hidangan siang untuk mereka.

Tiara meregangkan kedua tangannya membuang rasa malas yang setia menemaninya beberapa tahun belakangan ini.

"Iya Bu tunggu!, aku membereskan kamar dulu," Tak lama Tiara segera berangkat ke warung.

Tiara berjalan menyusuri gang di bawah terik matahar yang seolah membakar wajah mulusnya itu, tubuhnya yang molek 'nan indah melenggang melintasi pangkalan ojek.

"Hai Tiara mau kemana?" Seru para pengemudi ojek, "Hai Bang ini mau kewarung beli pesanan Ibu."

"Gak mau abang antar 'neng?" Tambah mereka lagi, "Gak 'usah bang dekat 'kok disitu," jawab Tiara sambil berlalu dari mata binal pars pria di pangkalan ojek.

Tiara saat ini hanya hidup berdua dengan ibunya, bu Ratri pedagang kue keliling serta menyambi menjadi kuli setrika di laundry milik seorang pengusaha sukses.

Ayahnya sudah tiada, tragedi memilukan lima tahun yang lalu merenggut nyawa ayah dan dua orang kakaknya, saat itu usianya masih dua puluh tahun, Itulah yang membuat mereka hidup kekurangan sekarang ini.

Ibunya seorang yang menopang hidup mereka.

"Bukde beli minyak goreng nya seliter!"

"Itu aja neng, minyak goreng saja?, yang lain?" 

"Iya Bukde itu saja 'sih pesanan Ibu di rumah."

"Kamu sekarang kerjanya apa Tiara?" tanya bukde Mayang kepada Tiara.

"Gak ada bukde, ... aku sekarang masih sedang mencari kerja."

"Kamu mau enggak jadi biduan?" tanya bukde Mayang lagi.

"Nyanyi di panggung-panggung maksud bukde?"

"Iya, kamu 'kan pinter 'nyanyi suaramu bagus cantik lagi," Puji bukde Mayang.

"Adik bukde seorang pimpinan organ tunggal dia sedang mencari penyanyi sekarang," Tambah bukde Mayang.

"Bayarannya tiap sekali manggung lumayan loh 'Ra, biar kamu bisa meringankan sedikit beban Ibumu kasihan dia, gimana?"

"Iya aku mau bukde, tapi ...." Tiara terdiam sejenak mengaburkan wajahnya yang tadi antusias.

"Kamu mau ijin dulu ke Ibu kamu itu 'kan yang kau maksud?, iya kalau di ijinkan nanti sore bukde antar kamu ke sana."

Setelah berpamitan Tiara segera berjalan cepat mengambil arah yang berbeda sebuah jalan pintas untuk cepat sampai ke rumah.

Ia tak sabar ingin menyampaikan berita gembira itu kepada Ibunya dan mungkin itu membuat ibunya senang.

Tak hentinya gadis itu tersenyum, binar bahagia terlihat begitu jelas di matanya yang indah, begitu senangnya ia mendapat berita itu dari bukde Mayang si pemilik warung langganannya.

"Bu ... Ibu di mana!?" seru Tiara, "Kenapa Tiara? Ibu di sini di dapur."

"Bu aku punya kabar gembira untuk Ibu, tau enggak tadi di warung bukde Mayang Tiara mendapat tawaran pekerjaan," ucapnya menggebu-gebu.

"Kerjaan apa Nak!?" Tanya Bu Ratri penasaran dengan pekerjaan yang di maksud.

"Menjadi biduan bu, kata bukde Mayang penghasilan sekali manggung lumayan 'loh."

"Biar aku bisa membantu Ibu, apalagi sejak bapak tidak ada, ibu sendirian mencari nafkah, membanting-tulang."

"Ibu mengijinkan aku 'kan?" desak Tiara dengan memberi setengah senyumnya. 

"Ibu senang mendengar kamu, tapi Tiara tidak 'kah kau lihat sekarang ini biduan itu seperti pekerjaan yang hanya mempertontonkan lekuk tubuh mereka di depan lelaki," terang ibunya, "Kamu masih muda 'Nak, kamu seharusnya kuliah, belajar yang baik, kok malah ingin kerja?"

Menjadi biduan sekarang ini tak ubahnya seperti ajang untuk mengumbar nafsu kepada kaum lelaki yang gila akan hiburan diluaran rumah. 

"Tapi Bu, percayalah Tiara bisa menjaga diri, Tiara akan selalu mengingat pesan ibu dan almarhum bapak."

"Ibu cukup doakan aku saja, semoga aku sukses dan bisa membuat Ibu bahagia." Imbuh Tiara meyakinkan ibunya.

"Ibu akan selalu mendoakan kamu Nak." Tiara memeluk Ibunya, pelukan yang erat tidak seperti biasanya, ada rasa yang begitu dalam, mengiba.

Ia tidak tega melihat Ibunya sering menjadi cibiran orang-orang bahkan juga tetangganya.

Karena kehidupan mereka yang serba kekurangan dan hutang yang belum juga bisa mereka lunasi, tidak terasa bulir-bulir air matanya menetes membasahi pipinya yang putih mulus.

Tiara terisak di pelukan Ibunya, seorang Ibu yang sedikit pun tidak pernah mengeluh, ia begitu tegar berdiri berjuang untuk menghidupinya.

"Tapi ... Tiara!, apa kamu bisa bekerja sebagai biduan?" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Rindu_25ummu
hehehehe iya mata buaya
goodnovel comment avatar
Olive PJ
Semangat Tiara
goodnovel comment avatar
Damita palullungan
......iyyaa sih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona sang Biduan   Bujuk rayu tuan Gilbert

    Sebuah hubungan cinta harus berjalan bersama, jika di dalamnya ada tujuan yang berbeda maka ia harus saling memahami dan tebuka, bukan saling menutupi dan saling menyalahkan. Begitu pula yang harus dlakukan oleh Tiara dan Erick, ada sesuatu hal yang tidak berjalan semestinya diantara mereka, membuat hubungannya yang baru saja seumur jagung seakan terombang ambing tak tentu arah. "Memiliki hubungan itu ribet ya," ucap Tiara. "Ribet seperti apa maksud kamu, gak juga kok kalau kamu dan Erick saling memahami, dan mau saling terbuka," sahut Frida. "Aku?, ... Apa yang aku tutupi darinya Frid?, apa aku saja yang harus memahaminya sementara dia?" sahut Tiara. Frida terdiam mendengar Tiara mulai tersulut emosi, ia biasanya akan menenangkan jika sahabatnya itu mulai meninggikan nada suaranya. Mobil mereka melaju membelah jalan kota, suasana sudah mulai tampak lengang, tak banyak lagi kendaraan yang berseliweran seperti biasanya di jam-jam itu. Sementara Erick dan Maria serta teman-temann

  • Pesona sang Biduan   Apakah ini cinta yang salah?

    Tiara dan Frida urung menjalankan rencananya melihat Erick yang tengah duduk bersantai dengan Maria di sebuah meja tepat di depan panggung. "Jadi mau gimana lagi, kita harus menjalankan rencana lainnya, ayo silahkan mba Tiara," kata Frida seraya menunjuk ke arah panggung. Tanpa melihat sedikitpun ke arah mereka Tiara langsung menggebrak panggung. Erick terhenyak menyaksikan Tiara, ia tak menyangka sedikitpun jika kekasihnya itu yang menjadi biduan di live musik cafe malam itu. "Pantas saja Tiara gak mau aku ajak, dia ternyata nyanyi di sini." Erick bergumam. Ia tak dapat menyembunyikan rasa heran di depan Maria, "Erick kamu kok terlihat heran seperti itu, kamu kaget kalau Tiara itu nyanyi di sini?" "Gak, ... Aku cuma kaget saja tiba-tiba bertemu dia di sini," sanggah Erick sedikit ingin menutupi dari Maria, tak terjadi apa-apa di antara Tiara dan dirinya. "Daripada harus membicarakan dia, kita bernostalgia saja dengan kenangan kita, bagaimana?" Rayu Maria. "Nostalgia yang sep

  • Pesona sang Biduan   Tiara panik mengetahui Erick akan datang

    Malam hari tiba, terlihat cerah secerah hati Tiara yang sudah kasak kusuk mempersiapkan diri sembari menunggu dijemput Frida. Bu Ratri hanya nampak tersenyum melihat anak gadisnya terlihat sibuk di depan cermin tak hentinya menatap wajahnya melihat riasan yang dipakainya. Tak lama kemudian Frida datang menemui Tiara di kamarnya yang tengah sibuk itu. "Udah beres kan dandannya?" tanya Frida. "Gimana menurut kamu udah bagus kan?" "Iya gitu aja gak usah lama, ingat tempatnya di puncak loh!" kata Frida. "Yuk kita berangkat sekaramg!" Tiara dan Frida berangkat bersama menuju cafe M&M tempat Tiara akan menyanyi dan untuk pertama kalinya di cafe ini. "Kamu santai aja dong, kok seperti pertama nyanyi saja kamu," kata Frida melihat Tiara terlihat sedikit gugup. "Iya nih, gak tahu aku kok sedikit gugup ya, apa karna lama gak nyanyi ya?" "Kamu sih, aku ajak nyanyi ke acara kampusku kamu tolak, makanya sekarang jadi grogi kelamaan gak manggung." Mobil yang dikendarai Frida sudah melam

  • Pesona sang Biduan   Maria yang menyimpan cinta masa lalu

    "Tiara bagaimana jika pamanmu tidak terima dengan pengakuan kita padanya tentan rumah ini yang sudah dijual," "Terserah dia saja bu, kali ini aku tidak akan takut dengan ancamannya, kita sudah lama diperlakukan semena-mena olehnya, dia harus berpikir bahwa Tiara sudah berubah sekarang," jawab Tiara dengan semangat."Dan aku rasa mba Maria akan sepenuhnya membantu dalam masalah ini, ibu jangan khawatir," kata Tiara kembali membuang segala ketakutan ibunya."Kamu angkat dulu telpon kamu," ucap Bu Ratri mendengar ponsel yang berdering.[Halo Tiara, maaf ya kalo aku ganggu kamu malam-malam takutnya kalau nunggu besok aku bisa lupa] kata Maria.[Ada apa ya mba?][Besok kamu bisa mulai nyanyi di cafe hari ini semua persiapan panggung sudah siap][Ok mba aku akan mulai besok] kata Tiara begitu senang mendengar kabar dari Maria."Ibu mulai besok aku bisa kerja di cafe mba Maria, aku senang banget loh bu," "Ibu juga senang mendengarnya nak, semoga saja kamu betah di sana, apa Frida sudah tah

  • Pesona sang Biduan   Pesan singkat dari Erick

    Tiara masih menatap tajam pria paruh baya yang ada di hadapannya, seorang kakak dari ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tapi memiliki hati begitu tega perlakuannya terhadap Tiara dan ibunya."Ayo duduk jangan berdiri seperti itu di hadapanku, semakin memperjelas bahwa kau tak pernah di ajari sopan santun dari orang tuamu," kata Novo yang begitu menyakitkan.Tiara masih saja terdiam, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, hanya tatapannya yang semakin tajam ke arah Novo, sorot matanya berapi-api.Tidak seperti Bu Ratri yang masih terlihat tenang menghadapi keadaan ini, ia memberi isyarat agar Tiara menurutinya untuk duduk di sampingnya.Dengan wajah kaku Tiara menurutinya dan mulai angkat bicara, "Paman Novo, aku menganggap paman sebagai seorang pengganti dari ayahku namun aku ternyata salah," kata Tiara."Seorang ayah tidak pernah membuat anaknya jatuh ke dalam kondisi yang begitu sulit seperti ini, paman sungguh tega mengusir kami dari rumah yang ayah bangun dari

  • Pesona sang Biduan   Mulut manis paman Novo

    Setelah melakukan rembuk bersama, Tiara dan Frida beranjak meninggalkan cafe menuju kantor polisi untuk menemui Maria yang sedang menjadi saksi sebuah kasus. Sampai di sana Tiara dan Frida oleh petugas tidak di perbolehkan menemui Maria, karna sesuatu hal. "Mba Maria sedang jadi saksi atas kasus apa pak!?" tanya Frida kepada salah seorang petugas. "Maria menjadi saksi atas kepemilikan barang terlarang, jadi untuk sementara beliau belum bisa menemui siapapun." Tiara dan Frida tersentak mendengar apa yang diucapkan petugas itu, terlebih Tiara yang sepertinya harus mengurungkan niatnya untuk minta tolong padanya. "Kamu kan lebih mengenal dekat mba Maria bahkan pernah di ajak ke apartemennya, dia itu orangnya seperti apa sih, kok bisa jadi saksi segala?" tanya Frida pada Tiara. "Waktu di ajak kemarin sih hanya pesta kecil saja, dan ada beberapa teman bisnisnya di sana yang pesta mabuk malam itu," jelas Tiara. "Tuh kan, mungkin teman-teman bisnisnya itu yang jadi pemilik barang terl

  • Pesona sang Biduan   Meminta pertolongan kepada Maria

    Malam itu hanya ada wajah-wajah murung yang nampak di raut muka Tiara dan ibunya, kedatangan Novo semalam hanya membuat keadaan semakin buruk bagi mereka. Bagaimana mungkin bu Ratri merelakan rumah, satu-satunya harta peninggalan almarhum suaminya yang mereka miliki harus mereka tinggalkan. Pikiran Tiara berkecamuk, entah dengan siapa kali ini ia harus meminta tolong dengan masalah yang seperti ini. Malam sudah larut Bu Ratri masih bersandar lemas di sebuah kursi di depan teras rumahnya. Ia sudah terkantuk-kantuk namun masih saja di tahannya untuk menemani Tiara yang juga tengah nestapa sama sepertinya. "Bu sebaiknya ibu ke dalam, istirahat dulu masalah ini biar aku yang memikirkan," ucap Tiara melihat ibunya sudah menguap menahan rasa kantuknya. "Kenapa ya Bu, paman Novo sampai setega itu pada kita?" tanya Tiara dengan suara yang berat. Bu Ratri belum menjawab apapun, ia selama ini berbaik hati pada Novo karna menganggap ia adalah kakaknya sendiri, namun sepertinya ia salah.

  • Pesona sang Biduan   Amarah seorang biduan

    Tiara masih saja berdiri dari balik tirai jendela ia belum membuka pintu sebelum melihat siapa pria yang ada di depan. "Tiara siapa yang datang!?" Sahut Bu Ratri dari dalam. Bahkan pertanyaan ibunya 'tak dijawabnya agar ia tidak ketahuan sedang mengintip dari balik tirai. Siapa sih orang ini kok 'gak berbalik gumamnya, pikiran yang muncul pun bermacam-macam memenuhi isi kepalanya, jangan-jangan ibu punya utang lagi dan orang ini datang menagih. Beberapa menit Tiara menunggu pria itu berbalik untuk melihat wajahnya, namun ia hanya asyik menghisap rokoknya. Apa sebaiknya aku tinggalkan saja orang ini, menyebalkan membuang waktu saja, pikir Tiara. Namun baru aja ia berniat kembali ke dapur sosok pria itu kembali mengeruk pintu, lalu Tiara kembali membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang itu. Alangkah terkejutnya ia melihat paman yang sangat di benci olehnya yang datang berkunjung. Tanpa membuka pintu ia kembali ke dalam dapur dengan kesal, wajahnya memerah menahan

  • Pesona sang Biduan   Akibat pesanan kue

    Frida yang sejak tadi menelpon Maria tak juga menerima panggilan darinya, seperti biasa di waktu-waktu seperti itu ia banyak menghabiskan waktunya bekerja atau mungkin malah sedang mengadakan pesta. "Ponselnya aktif tapi 'gak di angkat, kali aja dia sedang sibuk?" "Mungkin saja, mba Maria 'kan banyak kerjaan sebagai bos di beberapa bisnisnya." Kata Tiara mengamini ucapan Frida. Jika ada kabar dari mba Maria, aku akan kesini besok, kita datang saja ke cafenya bagaimana Tiara?" "Ok!, besok aku tunggu ya!" Jawab Tiara dan mengantarkan Frida hingga ke pintu depan, lalu kembali ke aktifitasnya seperti biasa duduk untuk menulis di buku diary miliknya. Tiara menuliskan kata demi kata dalam buku diary itu, apa yang di alami kemarin bersama Erick tak lupa ia tuangkan di dalamnya. Namun kata-kata indah yang mengalir harus terhenti mendengar teriakan ibunya yang memanggil dari dalam dapur. "Tiara tolong belanjakan ibu bahan kue, untuk pesanan, hari ini ibu terlalu sibuk jadi tidak sempat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status