Share

Desa Tersembunyi

Author: Flo_ris
last update Last Updated: 2025-05-24 22:00:46

Dengan penuh pertimbangan dan ketegangan yang menyesakkan dada, mereka akhirnya melangkah masuk melewati gerbang pohon raksasa itu. Seolah ada lapisan tak kasat mata yang mereka tembus—sekejap kabut menyelimuti pandangan, membuat langkah mereka limbung.

Namun, hanya dalam beberapa detik, kabut itu sirna. Mata mereka terbuka lebar saat melihat pemandangan yang tak pernah mereka duga.

Di hadapan mereka terbentang sebuah pemukiman luas—sebuah desa yang tampak begitu hidup. Rumah-rumah kayu dengan arsitektur klasik berdiri rapi, dihiasi lentera gantung yang menyala redup meski hari masih terang. Jalanan dipenuhi oleh orang-orang—pria, wanita, anak-anak—berpakaian khas yang tak mereka kenali, seolah berasal dari zaman atau dunia yang berbeda. Mereka lalu-lalang dengan wajah damai dan aktivitas biasa: membawa keranjang, berbincang di depan toko, atau menimba air dari sumur desa.

“Apa ini...” bisik El, matanya berkaca-kaca karena bingung sekaligus takjub.

Julian melangkah maju perlahan, eksp
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Ingatan Tersembunyi 2

    El masih menatap wanita itu dengan kebingungan yang membuncah. Jemarinya menggenggam gelas air yang tadi disuguhkan, dingin dan bening seperti kristal. Ia tak berpikir macam-macam saat meneguknya perlahan, hanya ingin menghilangkan haus dan menenangkan degup jantung yang tak juga mereda sejak mereka tiba di desa ini. Namun, begitu tetes terakhir air itu menyentuh tenggorokannya, tubuh El menegang. Sejenak, dunia di sekitarnya menjadi hening. Suara obrolan samar dari Nate dan Julian menghilang, berganti dengan desiran angin dan denting suara lonceng kecil, seolah berasal dari tempat yang jauh. Napas El tercekat. Pandangannya kabur, tapi tidak gelap. Justru sebaliknya—terang. Terlalu terang. Seketika, serangkaian gambar melintas dalam pikirannya. Terlalu cepat, terlalu kabur—tapi sangat nyata. Ia melihat seorang anak kecil berlari-lari di tengah taman yang dipenuhi bunga bercahaya. Cahaya itu bukan seperti cahaya matahari biasa, tapi memancar dari kelopak-kelopaknya sendiri. Anak i

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Ingatan Tersembunyi

    Di tengah kebingungan mereka yang berdiri terpaku di depan rumah berlapis emas itu, tiba-tiba Lucien, yang sejak tadi lebih banyak diam dan mengamati, mengerutkan kening. Sebuah dorongan aneh muncul di benaknya, mendorongnya untuk membuka peta yang terhubung dengan jam pintarnya—perangkat yang selama ini mereka andalkan dalam perjalanan.Dengan gerakan cepat namun hati-hati, ia menekan permukaan jam, dan seketika peta holografik muncul melayang di atas pergelangannya. Cahaya lembutnya menyinari wajah Lucien yang mulai menunjukkan ekspresi serius. Ia memperbesar tampilan, fokus pada titik lokasi tempat mereka berdiri saat ini.Lalu ia membeku.“Guys...” suara Lucien pelan, nyaris berbisik. “Lihat ini.”Julian dan El segera menoleh. Nate yang berdiri sedikit di belakang juga ikut melangkah mendekat.Di layar peta, ada satu titik menyala terang, lebih kuat dibandingkan tempat lain yang mereka lewati selama perjalanan. Warna merah keemasan yang menyala lembut, mencolok di antara wilayah-w

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Desa Tersembunyi

    Dengan penuh pertimbangan dan ketegangan yang menyesakkan dada, mereka akhirnya melangkah masuk melewati gerbang pohon raksasa itu. Seolah ada lapisan tak kasat mata yang mereka tembus—sekejap kabut menyelimuti pandangan, membuat langkah mereka limbung.Namun, hanya dalam beberapa detik, kabut itu sirna. Mata mereka terbuka lebar saat melihat pemandangan yang tak pernah mereka duga.Di hadapan mereka terbentang sebuah pemukiman luas—sebuah desa yang tampak begitu hidup. Rumah-rumah kayu dengan arsitektur klasik berdiri rapi, dihiasi lentera gantung yang menyala redup meski hari masih terang. Jalanan dipenuhi oleh orang-orang—pria, wanita, anak-anak—berpakaian khas yang tak mereka kenali, seolah berasal dari zaman atau dunia yang berbeda. Mereka lalu-lalang dengan wajah damai dan aktivitas biasa: membawa keranjang, berbincang di depan toko, atau menimba air dari sumur desa.“Apa ini...” bisik El, matanya berkaca-kaca karena bingung sekaligus takjub.Julian melangkah maju perlahan, eksp

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Melewati Gerbang Alami

    Udara dini hari menusuk kulit. Kabut tipis merayap di antara akar-akar pepohonan, menggantung rendah seperti bayangan samar dari sesuatu yang tak terlihat. El berdiri diam, tubuhnya kaku menatap cahaya redup yang tampak jauh di ujung jalan setapak yang semakin gelap dan tertutup pepohonan lebat.Cahaya itu... seperti lentera tua yang bergoyang perlahan—tidak seperti pantulan bulan atau kilatan hewan malam. Rasanya terlalu nyata untuk diabaikan, namun juga terlalu aneh untuk dianggap biasa.El menelan ludah, setengah ingin berbalik dan kembali ke tenda, namun setengah hatinya terus menarik ke arah cahaya itu. Langkah kecil sempat ia ambil. Satu... dua...“El...”Sebuah tepukan ringan terasa di bahunya—membuat jantungnya melompat ke tenggorokan. Ia membalikkan badan dengan cepat, hampir terjatuh karena panik.“Julian?” suaranya nyaris hanya bisikan.Namun bukan Julian yang berdiri di belakangnya.Sosok itu mengenakan jubah gelap, dengan wajah yang nyaris tak terlihat karena tertutup bay

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Penglihatan Samar

    Langkah mereka menyusuri jalur sempit di antara akar pepohonan yang saling bertaut terhenti saat El mengangkat tangannya mendadak. Nafasnya tercekat. Penglihatannya mulai kabur, kabut samar menyelimuti pandangannya seperti kaca yang dilapisi embun."El?" Julian meraih lengannya dengan cepat, melihat wajah El yang mulai pucat. "Kau baik-baik saja?""Aku... aku tidak tahu," bisik El. Matanya tampak kosong sesaat, tapi lalu sesuatu mulai tampak di dalam tatapan itu—bayangan samar yang perlahan menjadi lebih jelas.Dalam penglihatannya, El melihat sebuah jalan setapak sempit yang membelah semak dan pohon tinggi menjulang. Di ujung jalan itu, pepohonan besar seperti menciptakan bentuk melengkung… menyerupai sebuah gerbang alami. Bukan gerbang biasa—hutan yang tampak pekat dan gelap itu seolah memanggil, tapi juga mengusir dalam waktu bersamaan. Aura misterius menyelimutinya, seperti peringatan tak terdengar.“El! El, lihat aku.” Suara Nate—terdengar lebih mendesak kini.El berkedip cepat.

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Jalan Keluar

    Langkah mereka terus berderap cepat di antara akar pohon dan kabut yang makin menebal. Namun, bayang keraguan mulai tumbuh di antara El dan Julian. “El… kau juga mikirin hal yang sama?” bisik Julian sambil menatap ke arah Nate yang berjalan di depan. El mengangguk pelan. “Iya. Ini aneh. Hutan ini bukan di wilayah tempat pamannya Nate. Tapi kenapa dia bisa tahu terlalu banyak… bahkan punya peta khusus?” Julian menatap punggung Nate dengan kening berkerut. “Dan kenapa dia tahu waktu tepat keluar dari zona ilusi? Ini bukan sekadar pemandu biasa. Dia seperti…” “Orang dalam,” potong El cepat. “Atau… pernah ke sini sebelumnya, dan tidak hanya sekali.” Seakan mendengar percakapan mereka, Nate menghentikan langkahnya tiba-tiba. Ia membalikkan badan, menatap keduanya dengan tatapan tenang, tapi tajam. “Aku tahu kalian curiga,” ucapnya datar. “Dan aku gak bisa menyalahkan kalian. Tapi sekarang bukan saatnya untuk menjelaskan.” El menatap Nate dengan sorot tak puas. “Kau bawa kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status