Share

Bab 8

last update Last Updated: 2025-10-03 11:54:40

Minggu malam yang tenang, Firman duduk di meja belajar kamarnya dengan laptop terbuka, mencari kontak porter dan pemandu lokal untuk pendakian Rinjani. Situs agen perjalanan yang dia hubungi kemarin ternyata penuh untuk tanggal yang diinginkan, jadi dia harus cari alternatif lain.

"Porter dan pemandu Rinjani, berpengalaman, harga terjangkau," gumamnya sambil mengetik kata kunci di mesin pencari. Puluhan hasil muncul, mulai dari situs resmi sampai profil media sosial individu. "Pak Wayan penuh, Pak Made juga penuh, Pak Kadek responsnya lama banget."

Firman membuka spreadsheet di Excel untuk mencatat kontak-kontak yang sudah dihubungi beserta respons mereka. Sudah hampir 15 porter yang dihubungi, tapi kebanyakan sudah penuh atau tidak responsif. Batas keberangkatan tinggal dua minggu, mulai terasa tekanan untuk segera memastikan pemandu dan porter.

Menggulung layar lebih jauh, dia menemukan profil di I*******m bernama @pakdarto_rinjani dengan pengikut cukup banyak dan unggahan foto pendakian yang terlihat profesional. Bio-nya mencantumkan "Pemandu Gunung & Porter Berlisensi | 15+ Tahun Pengalaman | Spesialis Rinjani | Kontak untuk Paket Terbaik".

"Ini kayaknya menjanjikan," kata Firman sambil melihat-lihat postingan Pak Darto. Foto-fotonya menunjukkan berbagai grup pendaki yang terlihat bahagia di berbagai spot Rinjani, dilengkapi keterangan testimoni positif.

Firman langsung mengirim pesan via W******p ke nomor yang tercantum di bio I*******m. "Selamat malam, Pak. Saya Firman dari Jakarta, butuh pemandu dan porter untuk 5 orang ke Rinjani tanggal 15 Juni mendatang. Apakah Bapak tersedia?" Pesannya dikirim pukul delapan malam.

Tidak sampai lima menit, balasan sudah masuk. "Selamat malam Mas Firman! Alhamdulillah saya tersedia untuk tanggal tersebut. Kebetulan ada pembatalan dari klien lain." Responsnya sangat cepat dan antusias. "Boleh saya tahu detail grup Mas Firman?"

"Kami semua umur 17 tahun, anak SMA, pertama kali hiking ekstrem tapi kondisi fisik bagus semua. Ada yang atlet basket," balas Firman sambil merasa optimis. "Kami butuh paket lengkap ya Pak, dari jemput bandara sampai antar kembali."

"Siap Mas! Saya spesialis menangani pendaki pemula, terutama anak muda yang energik," balas Pak Darto. "Saya sudah 15 tahun jadi pemandu, menangani ribuan klien, catatan keselamatan 100%. Mas Firman bisa cek testimoni di I*******m saya."

Firman kembali menggulir I*******m Pak Darto dan menemukan banyak testimoni positif di kolom komentar. "Pemandu terbaik!", "Pak Darto sangat membantu dan berpengalaman!" Semua komentar terlihat asli dengan akun-akun yang memiliki foto profil nyata.

"Pak Darto, boleh kita panggilan suara sekarang? Saya mau diskusi detail paket dan harga," ketik Firman. Dia merasa perlu mendengar langsung untuk menilai kredibilitas pemandu ini.

Tidak lama kemudian, ponsel Firman berdering. "Halo, selamat malam Mas Firman," suara di ujung telepon terdengar ramah dan berpengalaman. "Saya Pak Darto, pemandu yang tadi chat dengan Mas Firman."

"Selamat malam, Pak Darto. Terima kasih sudah mau menelepon," jawab Firman sambil duduk lebih nyaman. "Saya mau tanya-tanya detail soal paket untuk grup kami."

"Tentu Mas, dengan senang hati. Pertama saya jelaskan rekam jejak saya dulu ya," kata Pak Darto dengan nada profesional. "Saya pemandu berlisensi dari Taman Nasional Gunung Rinjani, sudah 15 tahun pengalaman, menangani grup dari berbagai negara."

Firman mencatat sambil mendengar. "Bagus Pak, terdengar sangat berpengalaman. Untuk langkah keselamatan bagaimana? Soalnya kami semua masih muda dan pemula."

"Oh keselamatan itu prioritas utama saya, Mas. Saya selalu bawa kotak P3K lengkap, oksigen portabel, tenda darurat, dan alat komunikasi," jawab Pak Darto dengan yakin. "Selain itu saya punya jaringan dengan tim penyelamat lokal kalau ada keadaan darurat."

"Terus untuk rencana jalur bagaimana, Pak? Kami maunya yang menantang tapi aman," tanya Firman sambil melihat peta Rinjani di laptop.

Pak Darto menjelaskan detail jalur dengan sangat meyakinkan. "Kita ambil jalur Sembalun Mas, yang paling indah dan menantang. Hari pertama Sembalun ke Tepi Kawah Sembalun, hari kedua serangan puncak dan turun ke Segara Anak, hari ketiga jelajah danau dan pemandian air panas, hari keempat kembali via Senaru."

"Wah, terdengar luar biasa Pak! Untuk harga bagaimana?" tanya Firman, sudah mulai yakin dengan paket yang ditawarkan.

"Untuk paket lengkap 5 orang, total 12 juta Mas. Sudah termasuk transportasi dari bandara, semua makanan, porter untuk peralatan, biaya pemandu, tiket masuk taman nasional, bahkan suvenir khas Lombok," kata Pak Darto dengan nada percaya diri.

Firman terkejut dengan harga yang sangat terjangkau. Agen perjalanan lain memberi penawaran hampir 15 juta per orang, sedangkan Pak Darto cuma 12 juta untuk semuanya. "Pak, kok murah banget ya? Yang lain tawarannya jauh lebih mahal."

"Saya orang lokal Mas, biaya overhead kecil. Selain itu saya lebih suka hubungan jangka panjang dengan klien daripada untung besar sekali jalan," jawab Pak Darto dengan lancar. "Saya yakin setelah trip ini, Mas Firman bakal rekomendasikan saya ke teman-teman yang lain."

"Masuk akal, Pak. Terus untuk peralatan bagaimana? Kami sudah beli perlengkapan pribadi lengkap," kata Firman sambil melihat tumpukan peralatan baru di sudut kamar.

"Semua sudah termasuk Mas! Tenda gunung kelas atas, sleeping bag yang hangat, peralatan masak lengkap, bahkan kursi portabel buat istirahat," jelas Pak Darto dengan rinci. "Mas Firman tinggal bawa perlengkapan pribadi saja."

Semakin lama bicara, Firman semakin terkesan dengan paket yang ditawarkan. "Pak Darto, saya tertarik banget nih. Tapi saya mau tanya, kenapa Bapak sangat bersemangat ya?"

"Oh itu karena saya sangat mencintai pekerjaan saya, Mas. Selain itu saya suka dengan energi anak muda," jawab Pak Darto dengan tawa kecil. "Dan kebetulan banget ada slot kosong karena pembatalan."

"Oke Pak, saya yakin. Bagaimana prosedur pemesanannya?" tanya Firman, keputusan sudah bulat.

"Sederhana Mas, transfer 50% sebagai biaya booking, 50% sisanya saat ketemu di Lombok nanti," kata Pak Darto. "Saya kirim kontrak sederhana via email, berisi detail paket dan syarat ketentuan."

Firman mencatat detail rekening yang diberikan Pak Darto. "Pak, boleh minta referensi dari klien sebelumnya? Saya mau konfirmasi ke orang tua soal keselamatan dan kredibilitas."

"Tentu Mas, nanti saya kirim kontak 3 klien terakhir yang bisa Mas Firman hubungi," jawab Pak Darto tanpa ragu. "Malah bagus Mas Firman teliti begini."

Panggilan berlangsung hampir satu jam, Pak Darto menjawab semua pertanyaan dengan detail dan meyakinkan. "Pak Darto, terima kasih banyak untuk penjelasan lengkapnya. Saya akan diskusikan dengan grup dan transfer biaya booking besok," kata Firman sebelum mengakhiri panggilan.

"Siap Mas Firman! Kontrak sudah saya kirim via email. Ditunggu konfirmasinya besok ya," kata Pak Darto sebelum menutup telepon. "Saya sangat bersemangat memandu grup Mas Firman!"

Setelah panggilan berakhir, Firman langsung cek email dan menemukan kontrak dari Pak Darto. Dokumennya terlihat profesional dengan kop surat, syarat ketentuan yang jelas, dan rincian harga yang detail. "Sempurna, ini persis yang kita butuhkan."

Firman langsung kirim pesan excited ke grup W******p mereka. "GUYS! Dapat pemandu dan porter yang SEMPURNA! Pak Darto, 15 tahun pengalaman, paket lengkap cuma 12 juta total untuk kita berlima!"

Respons grup langsung membanjir. "OMG AKHIRNYA!", "12 juta doang? Gila keren!", "Gue udah nggak sabar banget!" Level antusias grup langsung melonjak drastis.

"Besok gue transfer biaya booking, terus kita final preparation. Tinggal 2 minggu guys! Latihan fisik harus dimaksimalkan," tulis Firman sambil screenshot kontrak.

Margareta yang selalu analitis bertanya, "Man, lo udah cross-check testimonial dan referensinya belum?" Firman balas, "Udah, I*******m-nya full testimonial positif. Besok dia kirim kontak referensi klien juga."

Malam itu Firman tidur dengan perasaan pencapaian yang besar. Potongan terakhir puzzle sudah lengkap, tinggal eksekusi rencana dan persiapan fisik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Petaka Di Gunung Rinjani   Bab 82

    Jalur pendakian, sekitar lima ratus meter dari tebing timur. Firman dan Diana sedang duduk beristirahat di atas batu besar, menyeka keringat dari dahi mereka. Pagi yang melelahkan setelah bermalam dengan mimpi buruk.Firman menatap peta yang terbuka di pangkuannya, mencoba mencari rute alternatif untuk turun. Diana duduk di sampingnya, memeluk lututnya sendiri, mata menatap kosong ke depan."Kita harus buat keputusan, Diana," Firman berbicara pelan. "Kalau Margareta tidak membaik, kita harus turun hari ini juga."Diana mengangguk lemah. "Aku tahu. Aku cuma... aku tidak menyangka perjalanan ini akan berakhir seperti ini."Tiba-tiba—"TOLONG!"Suara itu datang dari kejauhan, memecah keheningan pagi. Suara yang penuh kepanikan dan ketakutan.Firman dan Diana langsung berdiri, kepala mereka menoleh ke arah sumber suara."Itu suara Pak Darto!" Diana berteriak, wajahnya memucat."TOLONG! MARGARETA JATUH! DIA JATUH KE JURANG!"Deg.Jantung Firman berhenti berdetak sejenak. Dunia seakan berhe

  • Petaka Di Gunung Rinjani   Bab 81

    Tepi tebing. Angin bertiup kencang. Margareta tergantung di ambang kehidupan dan kematian—secara harfiah. Kakinya melayang di udara kosong, hanya ujung jari tangannya yang mencengkeram tanah berbatu.Pak Darto berdiri tegak di hadapannya, bayangan tubuhnya menutupi matahari pagi. Wajahnya tenang, terlalu tenang untuk seseorang yang akan melakukan pembunuhan."Kamu terlalu pintar untuk kebaikanmu sendiri, Margareta." Suaranya datar, tanpa emosi, seperti menyatakan fakta sederhana.Margareta menatapnya dengan mata yang hampir kehilangan cahaya. Napasnya pendek-pendek, tubuhnya gemetar hebat—kombinasi dari kesakitan fisik, ketakutan, dan kelelahan total."Pak... kumohon..." suaranya serak, hampir tidak terdengar. "Jangan..."Pak Darto menggeleng pelan. "Terlambat. Kamu sudah tahu terlalu banyak. Kamu sudah melihat terlalu jauh."Dia mengangkat kakinya, menekan dada Margareta dengan sepatu boots-nya.Margareta merasakan tekanan itu. Jantungnya berdegup kencang thump thump thump seperti dr

  • Petaka Di Gunung Rinjani   Bab 80

    Margareta menatap tali itu dengan mata terbelalak. Napasnya memburu, dada naik-turun dengan cepat. Setiap insting dalam tubuhnya berteriak untuk lari, tapi kakinya tidak bergerak—terlalu lemah, terlalu ketakutan."Jangan..." suaranya gemetar. "Pak, kumohon..."Pak Darto tidak menjawab. Dia melangkah maju dengan tenang, seperti sedang melakukan pekerjaan rutin. Tangannya menggenggam tali dengan kuat.Margareta mencoba merangkak mundur, tangannya mengais-ngais tanah berbatu kres, kres mencari pegangan apa pun. Punggungnya menekan batu besar di belakangnya. Tidak ada jalan keluar."TOLONG!" Margareta berteriak sekeras yang dia bisa. Suaranya bergema di antara tebing dan jurang, tapi hanya kembali sebagai gema kosong. "FIRMAN! DIANA! TOLONG AKU!"Pak Darto berhenti sejenak, menyeringai."Teriaklah sepuasmu. Mereka terlalu jauh. Mereka tidak akan mendengar." Dia melirik ke arah jalur di kejauhan. "Bahkan jika mereka mendengar, mereka akan pikir kamu sedang mengamuk lagi. Gadis gila yang be

  • Petaka Di Gunung Rinjani   Bab 79

    "Pak... tolong... saya butuh bantuan..." suaranya parau, hampir berbisik.Pak Darto tersenyum. Bukan senyum hangat yang biasa dia tunjukkan. Ini berbeda. Senyum dingin, tanpa kehangatan, tanpa kemanusiaan. Matanya—yang selama ini tampak bijaksana—kini memancarkan kekosongan yang mengerikan."Bantuan?" Pak Darto tertawa pelan. Suara tawanya bergema di antara bebatuan. "Kamu pikir aku akan membantumu, Margareta?"Hening sesaat. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan lapuk."Tidak ada yang akan membantumu di sini." Pak Darto melangkah lebih dekat, sepatu boots-nya menginjak kerikil kecil kres... kres... kres. "Kamu tahu kenapa?"Margareta menggeleng lemah, air mata mulai mengalir di pipinya."Karena akulah yang membunuh mereka semua." Kata-kata itu keluar dengan tenang, seperti seseorang yang sedang membicarakan cuaca. "Setiap. Satu. Orang."Deg.Jantung Margareta seakan berhenti berdetak. Dunia berputar. Meski dia sudah menduga, mendengar pengakuan langsung dari mul

  • Petaka Di Gunung Rinjani   Bab 78

    Ini dia. Hari terakhirku.Pikiran itu datang jernih, tajam, tidak bisa disangkal lagi.Ciit, ciit, ciit.Burung-burung pagi mulai berkicau di luar. Suara yang indah, yang biasanya membawa harapan. Tapi pagi ini, suara itu terdengar seperti lagu duka.Srek.Ritsleting tenda terbuka. Diana muncul dengan senyum yang dipaksakan."Pagi, Margareta. Ayo bangun. Pak Darto sudah siapkan sarapan spesial untukmu."Margareta duduk perlahan. Setiap gerakan terasa berat, seperti bergerak di dalam air."Spesial?""Iya. Katanya kamu butuh energi untuk sesi konseling nanti."Diana mengulurkan tangan, membantu Margareta berdiri. Sentuhan tangannya hangat, tapi ada kekhawatiran di matanya—kekhawatiran untuk orang yang dia anggap sakit mental.Margareta keluar dari tenda. Udara pagi dingin menusuk kulit. Langit masih berwarna ungu pucat di timur, berubah gradasi menjadi merah jambu, lalu oranye.Matahari terbit. Indah. Dramatis.Matahari terakhir yang akan kulihat.Pak Darto berdiri di dekat api unggun y

  • Petaka Di Gunung Rinjani   Bab 77

    Margareta berbaring kaku di sleeping bag. Matanya terbuka menatap kegelapan atap tenda. Jantungnya berdetak tidak teratur.Thump-thump... thump-thump-thump... thump.Ada sesuatu yang salah malam ini. Udara terasa lebih dingin, lebih mencekam. Seperti ada yang menunggu di luar sana sesuatu yang gelap dan lapar.Wuuush.Angin gunung berhembus, membuat kain tenda bergerak-gerak. Bayangan-bayangan menari di dinding.Lalu dia mendengar suara. Pelan. Berbisik. Datang dari luar tenda."...besok pagi."Suara Pak Darto."Yakin aman, Pak?"Suara Firman.Margareta membekukan. Napasnya tertahan. Telinganya menajam, menangkap setiap kata."Tenang saja. Aku sudah melakukan ini berkali-kali."Krek.Suara langkah kaki bergeser."Sesi besok akan membantu dia... satu cara atau yang lain."Jeda panjang. Margareta membayangkan Firman mengangguk, menerima kata-kata itu tanpa pertanyaan."Terima kasih sudah percaya, Firman. Kamu sahabat yang baik.""Sama-sama, Pak. Yang penting Margareta bisa pulih."Langk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status