Beranda / Lainnya / Petaka Mendua / Dibela Mertua

Share

Dibela Mertua

Penulis: Rias Ardani
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-05 08:04:58

Petaka Mendua

Part3

"Para warga sekalian, biarlah semua ini saya dan keluarga selesaikan. Terimakasih atas segala bentuk perhatian kalian, saya selaku orang tua mereka semua, memohon maaf atas kekacauan ini."

"Tolong menantu dan Putrinya di urus dengan benar! Jangan sampai mengotori kampung kita!" celetuk Ibu Andin, tetangga depan rumahku.

"Iya, masa yang bukan mahram bebas berduaan dalam rumah! Apa nanti kata anak gadis kami, mereka bisa saja mencontoh hal buruk itu." Ibu Daung menimpali, ia merupakan pemilik toko sembako yang berdekatan lokasinya dengan toko HP milik mas Alif.

"Iya, insyaAllah, semua tidak akan terulang lagi." 

Bapak menjawab dengan getir, ia seakan menahan rasa malu.

Mereka pun akhirnya pergi, tinggalah aku, Mas Yusuf, Aisya dan Ibu, serta Bapak. 

Kami semua duduk di atas karpet, rumah Bapak memang tidak menyediakan sofa untuk tamu.

"Tolong percayalah, kami tidak melakukan apapun, Kak." 

Aisya masih mengiba.

"Maafkan Aisya, Kak. Andai Aisya tidak selalu datang berkunjung, hal ini pasti tidak akan terjadi, ini kesalahan Aisya. Sekali lagi, maaf."

"Kamu memahami itu? Seharusnya kamu pikirkan ini dari awal. Aku bukan tidak pernah mengingatkan kamu, tapi kamu yang tidak mau mendengarkan perkataanku."

Aisya terdiam, menunduk tanpa berani melihatku yang terlanjur emosi berat.

Aku menghela napas panjang, berusaha menyabarkan diri.

"Assalamualaikum," ucap suara diambang pintu.

Ibu mertua datang bersama Bapak mertua. 

"W*'alaikumsallam!" jawab kami serentak.

"Silahkan masuk!" sambut Bapak seraya berdiri, kemudian kami semua menyusul berdiri, mengekor Bapak.

Kami semua pun bersalaman, tanpa terkecuali. Mereka berdua di persilahkan masuk ke dalam, dan ikut bergabung bersama kami.

"Pak, kami berdua terkejut mendengar kabar, mengenai Yusuf dan Aisya, yang katanya di giring warga ke rumah ini." 

Ibu mertua mengawali pembicaraan.

"Itu salah paham sebenarnya, Ummi." Yusuf menyahut pertanyaan Ibu mertua kepada Bapakku.

Ibu mertua menatap dingin pada Mas Yusuf.

"Saya pun sebenarnya belum begitu paham dengan masalah mereka ini," jawab Bapak. "Sebaiknya kalian jelaskan dengan kami semua!" lanjut Bapak, seraya memandang mereka berdua bergantian.

"Aisya hanya datang untuk membagi sayur dan ikan yang Ais masak! Untuk kak Karin dan mas Yusuf."

"Betul, Pak, Bu, Ummi dan Abah. Kami tidak melakukan seperti yang di tuduhkan warga."

Mas Yusuf mencoba ikut membela perkataan Aisya, yang sejatinya memang benar adanya.

"Bukankah kalian kepergok berduaan di rumah, saat aku tidak ada! Dan kamu Ais, Kakak kan sudah bilang, tidak usah datang membawakan apapun."

"Maafkan, Ais. Ais hanya kangen sama Kakak, di rumah ini sepi, Ais nggak punya teman."

"Akal-akalan kamu saja!" cetusku, kemudian aku memberikan kepada Bapak, surat-menyurat milik dua sejoli yang sok polos ini.

Mas Yusuf tercengang, wajahnya memucat, ia bahkan berkali-kali menyeka keringatnya.

Aisya, ia yang menundukkan kepalanya, tidak menyadari sesuatu yang Bapak pegang.

"Ais, jelaskan ini!" titah Bapak, seraya melempar kasar surat dari Aisya, untuk mas Yusuf, sebulan yang lalu.

Sedangkan surat mas Yusuf, yang di tuju untuk Aisya, Bapak berikan kepada Ibu mertuaku.

Ibu mertua nampak beristighfar berkali-kali, sambil menggelengkan kepalanya.

"Apa yang salah dengan cinta, Pak?" Aisya berkata dengan lembut, sambil meremas pelan surat miliknya.

"Jelas salah Aisya, laki-laki ini suami Karin, kakak kamu sendiri. Jangan kamu redupkan cahaya rumah tangga mereka, dengan cara tidak terpuji seperti ini!" bentak Bapak.

"Kamu harus tahu, mencintai suami Kakak mu itu perbuatan yang memalukan. Dan hanya di lakukan orang yang tidak berakal." Ibu Hanum menimpali.

"Bapak, Ibu, bukankah sudah jelas, kalau mas Yusuf hanya mencintai Aisya?"

Aisya berkata dengan mata berkaca-kaca, namun ia menatap tajam kepada Bapak.

"Aisya, kamu sadar nggak Nak? Cinta kalian jelas salah. Dan kamu Yusuf, seharusnya bisa bertanggung jawab terhadap Karin. Bukannya malah merayu adiknya, tolong jangan rusak keluarga kami."

Ibu Hanum berkata dengan suara lirih dan serak.

Aisya hanya terdiam, ia mendadak membeku.

"Yusuf, Ummi malu dan kecewa terhadap kamu," ungkap Ummi. Ia menatap dalam wajah anaknya, yang ia kenal begitu salehah.

Namun kini, justru ia mencoreng nama baik Ibu dan Bapaknya.

"Maafkan Yusuf, Ummi, Abah. Demi kebaikan bersama, izinkan Yusuf, menikahi Aisya."

Semua tercengang mendengar penuturannya lagi.

"Silahkan, Mas. Tapi ceraikan aku dahulu!" pintaku dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak, Ummi tidak setuju," jawab Ibu mertua.

Ibu mertua mulai terisak, begitupun denganku.

"Yusuf, ini pernikahan, Nak. Jangan kamu mempermainkannya! kamu rusak ikatan suci tali pernikahan, hanya demi keinginan sesaat. Ingat, Karin itu perempuan sama seperti Ummi. Ia juga pasti sakit hati, dengan perbuatan kamu, yang seakan tidak berperasaan."

Ibu mertua kemudian memandangi Aisya lekat.

"Aisya, berhentilah bersikap manis, Ummi tidak suka, wanita yang membiarkan harga dirinya jatuh, di depan lelaki yang bukan mahramnya."

Aisya tercengang, mendengar penuturan Ibu mertuaku, setidaknya ini pelajaran pertama yang aku berikan untuk kalian.

❤️ Terimakasih ❤️

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Aisyah sok polos dan lugu,ternyata di balik itu semua jiwa pelakor
goodnovel comment avatar
Isabella
orang tua nya bijak" jd aku suka ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Petaka Mendua   Panik

    Bab110 "Tenang," seru Dewi, yang sadar, dari tadi majikannya tidak tenang. "Apaan sih." Tania kesal. Ia pun mengetikkan sebuah pesan singkat, dan mengirimnya kepada Raka, yang tengah sibuk meeting. "Aku menyesal, telah ada di saat keluarga kamu butuh. Sedangkan kamu, ah sudahlah. Kadang, kebaikan tidak harus dibalas dengan hal yang sama." Membaca pesan singkat dari Tania, Raka merasa tidak nyaman hati. Meskipun faktanya, proyek ini masih bisa dihandle anak buahnya. Namun Raka yang selalu bertanggung jawab penuh dengan pekerjaannya, tidak ingin melakukan kesalahan sama sekali.Sebab itulah, dia tidak ingin meninggalkan proyek ini. Namun membaca pesan singkat itu, mendadak Raka menjadi gusar. Ia pun tidak konsen, memulai pekerjaannya hari ini.______ Tania dan Dewi yang sudah sampai di rumah Sari, pun mulai bertanya banyak, tentang hal yang menimpa Karin. Sari mulai menceritakan semuanya secara detail. Wanita paru baya it

  • Petaka Mendua   Tidak Tenang

    Bab109"Maaf? Ada apa?" tanya Karin, sembari melepaskan diri, dari pelukan Hanung."Ya maaf," Hanung menunduk. "Aku berburuk sangka pada kamu dan Emilia. Aku nggak nyangka aja, anak kecil itu begitu dewasa.""Aku juga tidak menyangka, dia akan menolakku. Tapi aku lega, dia tidak melupakanku sama sekali," ucap Karin, sembari menyeka air matanya."Setidaknya, aku bisa melepas rindu. Melihat dia tumbuh dengan baik saja, aku sudah merasa tenang. Meskipun di lubuk hati yang paling dalam, aku tidak bahagia, merelakannya tetap di sana. Tapi aku ...."Karin menghela napas berat, ia mulai kesulitan untuk bicara. Wajah bahagia Emilia, saat bertemu dia tadi, selalu terngiang diingatan Karin.Apalagi, saat Emilia berkata kangen, membuat Karin semakin merasakan sakit luar biasa."Ya Allah, anakku!" pekik Karin, membuat Hanung sedikit terkejut.Karin menangis dengan meraung, layaknya anak kecil. Bahkan, dia tidak lagi duduk diata

  • Petaka Mendua   Maaf

    Bab108"Ummi, Karin mohon!" pinta Karin, wanita itu pun berusaha bersimpuh.Namun Hanung mencegahnya."Mau memberikan Emilia baik-baik, atau lewat jalur hukum?" gertak Hanung.Mendengar ucapan suami baru Karin itu, Ummi melotot. Sedangkan Abah, berusaha untuk tetap tenang."Berani sekali kamu mengancam orang tua! Apakah kamu tidak di ajari Ibumu?" bentak Ummi.Mendengar dirinya disinggung. Sari hanya memusut dada, membesarkan rasa sabar, dan berpikir jernih."Ibu, istri saya ini, berhak atas anak ini. Dan Ibu, jangan coba menghalangi kami membawanya. Kecuali, Emilia menolaknya," terang Hanung dengan tegas.Ummi berjongkok, mensejajarkan wajahnya pada Emilia."Emil, kamu sayang Nenek, kan?" tanya Ummi.Emilia terisak. "Emilia sayang Nenek, juga Kakek. Tapi ...."Gadis kecil itu menghentikan ucapannya, dia menatap lekat wajah Neneknya yang sangat sedih."Tapi apa, Nak?" tanya Karin tidak sabar.

  • Petaka Mendua   Di Tolak

    Bab107Karin melangkah pelan, dia menuju pintu utama."Kak Karin," seru Aisya, yang baru keluar dari dapur.Karin berbalik badan, dan menoleh ke arah Aisya dengan terheran."Kamu ada disini?" tanya Karin, sambil mengucek matanya berkali-kali."Aish ....""Hhmm, ada apa?" Aisya tahu, bahwa Karin penasaran, dengan rumah yang kini dia tempati untuk tidur."Ini rumah teman Aish, kita kemalaman dijalan, kasihan Bang Hanung, sepertinya sangat lelah. Sedangkan perjalanan menuju kampung Abah, masih sangat jauh. Jadi, Aisya meminta izin teman umtuk menginap."Karin mengangguk. "Ayo tidur lagi," pinta Aish pada Karin.Karin pun percaya begitu saja, dan mau menuruti ucapan Aisya.Untung saja Aisya cepat tanggap, jika tidak, mungkin malam ini, mereka tidak jadi tidur lagi.Sebab jika Karin tahu, bahwa dia ada di kampungnya. Maka, dia akan terus mengomel hingga pagi, dan membuat kegaduhan.______Usai salat subu

  • Petaka Mendua   Penasaran

    Bab106Azzam meminta waktu, untuk berbicara dengan Aisya berdua saja."Ada apa?" tanya Aish, dia nampak sangat kesal, dengan keputusan Azzam, yang menolak memberikan alamat."Ummi dan Abah kembali ke kampung. Kata Ayah, mereka juga mengadakan sukuran, ulang tahun Emilia.""Kamu tidak bohongkan, Mas?" selidik Aisya. Seakan semua kebetulan, membuat Aisya meragu."Sebenarnya, Ummi dan Abah, sudah tiga hari ini, ada di kampung. Dan esok, adalah perayaan ulang tahun Emilia.""Alhamdulilah, Mas.""Eh, jadi dari tadi, Mas ngerjai aku?" pekik Aisya, yang tiba-tiba sadar.Azzam terkekeh. "Iya maaf."Bibir Aisya manyun, dia kesal, dengan ulah suaminya."Malam ini juga, kalian duluan saja ke kampung. Ibu beneran sakit.""Yakin, nggak lagi ngerjain aku?""Iya, bener.""Dirujuk ke rumah sakit beneran?""Iya, Mas akan langsung, menemui mereka nanti. Kamu bawa saja, kak Karin ke rumah kita. Tadi

  • Petaka Mendua   Pupus Lagi

    Bab105Melihat wajah Hanung yang sangat datar, menimbulkan tanya dihati Karin. Wanita itu, yang tadinya sangat bersemangat, kini tiba-tiba meredup, seperti lilin yang menyala, kemudian padam tertiup angin."Ada apa?" tanya Karin, dengan perasaan, yang mulai tidak nyaman."Karin, Emilia itu bagian dari masa lalu. Dan kami, kami masa depanmu!" ucap Hanung. Membuat Karin merasa syok, begitu juga dengan Aisya, yang tidak sengaja, mendengar ucapan Hanung."Mas, tega sekali kamu berkata begitu!" lirih Karin. "Tidak ada yang kata masa lalu buat anak. Emilia itu darah dagingku, cinta pertama dalam hidupku. Dia yang mengajari aku jadi Ibu. Dan kamu, memintaku melupakannya? Jahat kamu!" kata Karin dengan terisak."Bukan begitu, Karin. Mas tidak minta, kamu untuk melupakan Emilia. Aku mengerti, tidak ada mantan anak. Tapi tidak bisakah, kamu hanya fokus kepada kami? Dan Emilia, biarkan dia, hanya ada di hati kamu.""Apa? Maksudnya apa?""Ya, kam

  • Petaka Mendua   Mendapatkan Alamat

    Bab104"Suami kamu!"Aisya terdiam, melihat Azzam yang nampak kusut."Suami Aisya?" tanya Hanung pada Karin. Karin mengangguk.Sari memegang bahu Aish. "Hadapi, dan selesaikan baik-baik," ucap Sari."Iya, Aish. Bagaimana pun juga, dia masih suami kamu," timpal Karin.Meskipun rasa hati teramat berat, Aisya tetap, mengikuti saran mereka.Karin keluar dari mobil, membuka pintu pagar. Dan mobil Hanung pun, memasuki pekarangan rumah."Masuklah, Zam!" seru Karin, sembari berjalan, menuju ke arah rumahnya.Mobil Hanung pun menepi, mereka semua keluar. Sedangkan Karin, membuka pintu rumah.Azzam pun berjalan ke depan pintu pagar, semberi menatap istrinya, yang baru keluar dari mobil.Aisya melangkah, mendekati Azzam."Masuk dulu, Mas!" ucap Aisya dengan lembut.Azzam pun mengangguk, mengikuti langkah Aisya. Ada debaran rasa gugup, yang mengganggunya kini.Karin duduk bersama anaknya Aisy

  • Petaka Mendua   Pemakaman

    Bab103Saat itu, pukul 05.30 sore. Sesampainya Raka di rumah Sutina, hanya ada beberapa tetangga dekat rumah, yang berada di rumah duka.Raka menepikan mobilnya, bergegas keluar dan sedikit tergopoh. Di dalam rumah, ada keluarga besar Tania, juga Sutina dan Rina."Ayah!" lirih Raka. Sutina tidak mau menoleh ke arah Raka, begitu juga dengan Tania.Kedua wanita ini, merasa sangat terluka, dengan perlakuan Raka. Mereka merasa, Raka abai dan begitu mementingkan perasaannya sendiri."Ayah, maafkan Raka ....""Ibu," lirihnya, berusaha memegangi tangan Sutina. Sutina hanya bisa terisak, dia tidak mampu berkata-kata lagi.Secapat ini, Tuhan memisahkan mereka. Bahkan selama ini, Sutina merasa banyak salah dan berdosa pada suaminya.Namun apalah daya, mereka di pisahkan oleh maut, yang di perantai tangan anak kandungnya sendiri."Kamu kemana saja?" tanya Sutina dengan pelan, ketika Raka memeluk ibunya."Ma

  • Petaka Mendua   Kabar Duka

    Bab102Aisya menulis alamat Karin disecarik kertas. Sebab itulah, dia melupakan ponselnya, dan fokus memegangi alamat rumah Karin.Kini Aisya merasa was-was, kalau Azzam, akan datang menyusulnya ke rumah Karin.Ia pun kembali memencet tombol bell berulang kali, hingga pintu rumah, bercat putih itu kini terbuka."Kak Karin," pekik Aisya. Sambil melambaikan tangan.Karin yang melihat di depan pintu pagar itu Aisya, sedikit berlari ke dalam rumah, dan gegas meraih kunci pagar.Ia pun tidak sabar, ingin berpelukan dengan Aisya, adik yang sangat dia rindukan selama ini.Karin keluar rumah, dan membuka kunci pagar. Aisya mendorong pelan pagar, yang sudah tidak terkunci lagi.Mereka saling berpelukan, melepas sejuta rasa rindu yang mendalam.Sedangkan anak Aisya, hanya menatap heran.Kakak beradik itu menangis terisak, dan melupakan si kecil yang menatap heran pada mereka."Siapa Rin?" tanya Sari, yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status