Share

Talak

Penulis: Rias Ardani
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-05 08:23:49

Petaka Mendua

Part6

Sepulang Ibu mertua dan Bapak, aku tidak menunggu waktu lama. Hari ini semua harus jelas, agar aku mendapat kepastian.

"Mas, aku akan mengemasi barang-barangku hari ini, setelah itu, mas pulangkan aku ke rumah Bapak."

Mas Yusuf menghela napas berat. "Rin, mas nggak tahu harus seperti apa? Ummi begitu menyayangi kamu! Mereka akan murka pada Mas, jika kita bercerai."

"Mas, itu resiko dalam pilihan. Siap nggak siap, mas harus terima itu."

"Karin, pernikahan ini belum ada setahun, apakah kamu yakin, ingin mengakhirinya?" tanya Mas Yusuf, dengan suara bergetar.

"Yakin, insyaAllah ini yang terbaik. Mas jangan egois, menahanku dengan status istri, namun menginginkan Aisya juga. Jujur, itu buruk! Mempermainkan hati wanita, hanya demi menyenangkan hati sendiri."

"Mas tidak bermaksud seperti itu, mas mencintai Aisya dengan tulus! Jauh sebelum kita menikah," jawabnya lugas dan sangat jelas. 

Nyeri, hatiku teramat nyeri, namun apa boleh buat? Jika itu kenyataannya.

"Lalu mengapa menikahiku? Kamu jahat dan tega." 

Mas Yusuf menunduk, dia terlihat mengatur laju napasnya.

"Semua mas lakukan demi berbakti kepada Ummi dan Abah! Namun ternyata mas tidak bisa melupakan Aisya. Apalagi ketika mas tahu, Aisya juga memiliki rasa yang sama."

"Jahat, kamu mengorbankan masa depanku, demi sebuah bakti. Demi Allah, aku tidak rela seumur hidup, semesta yang akan menghukummu, Mas."

Entah kenapa, rasanya aku teramat hancur, aku tidak kuat menahan rasa sakit didada.

Meskipun awalnya aku berusaha dewasa, menerima kenyataan dengan lapang dada. 

Namun, ternyata aku kalah, aku tidak kuat mendengar kejujurannya.

"Yang mas lakukan itu jahat!" pekikku, sambil meremas kedua telapak tangan, menatap marah pada laki-laki yang tertunduk lesu di hadapanku ini.

"Maaf!" lirihnya.

"Maaf! Untuk apa maaf kamu itu? Apakah bisa mengembalikan masa depanku yang hilang?" 

Mas Yusuf mencoba meraih tanganku.

"Stop ..., Jangan sentuh aku! Mulai detik ini, kita tidak memiliki hubungan apapun lagi. Aku tidak sudi, bersentuhan dengan pecundang."

"Karin ..., kamu kasar! Aku ini masih suami sah-kamu."

"Suami sah! Penghancur masa depanku, jahat. Seharusnya kita tidak menikah, aku tidak akan menyandang status janda di usia muda. Dan mungkin, aku bisa menikahi laki-laki yang akan menjadi imam dan teman seumur hidupku."

"Maafkan, Mas, Karin."

Aku membuang muka, kemudian menangis terisak-isak, menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

"Pernikahan yang didamba setiap anak manusia, dengan harapan memiliki kehidupan yang baik dan indah. Namun, kamu dan Asiya, sukses menghancurkan mimpiku itu."

"Tidak ada yang salah dengan cinta kami, aku yang salah! Kurang bijak dalam mengambil keputusan," katanya.

"Sudahlah, aku lelah." 

Aku beranjak dari dudukku, kemudian berjalan cepat menuju kamar. 

Kuraih tas hitam, kumasukkan semua baju-bajuku. Kemudian satu set perhiasan emas, yang menjadi hadiah pernikahanku dari Ummi.

Usai semua masuk dalam tas, aku meraih foto-foto kami yang menempel didinding. Kukumpulkan semua dalam kardus, sedangkan mas Yusuf, lelaki itu hanya diam membeku di ruang tamu.

Aku membawa kardus berisi foto, baju kebaya pengantin, hadiah pernikahan dari mas Yusuf saat itu dan tas serta perlengkapan saat seserahan kumasukkan semua dalam kardus. Kubawa menuju keluar rumah, tempat pembakaran sampah.

"Karin, mau kamu apakan itu?" tanya mas Yusuf, seraya berdiri mengekorku.

Kulempar semua, masuk ke dalam drum, khusus untuk membakar sampah. Tanpa banyak bicara, kusulutkan api ke arah barang-barang itu.

"Ya Allah Karin, mubazir."

"Biarlah, cerita kita akan musnah terbakar, sama seperti itu!" tunjukku kepada baju kebaya pengantinku itu.

Mas Yusuf hanya mengucapkan istighfar. Aku kembali ke dalam, menyeret tas hitam milikku.

"Pulangkan aku ke rumah Bapak. Kamu harus menjatuhkan talak disana, agar kita resmi, tidak memiliki ikatan suci lagi."

Aku menghela napas berat, berusaha menahan diri untuk tidak memaki.

"Oh, pada dasarnya itu sudah tidak suci, dari awal memang sudah kotor, seperti hatimu yang tega merusak masa depanku."

Mas Yusuf tidak bersuara, ia meraih tas hitam milikku, kemudian membawanya ke dalam mobil. 

Aku mengekor, dan masuk di samping kemudi. 

Mobil meluncur menembus senja, menuju rumah Bapak.

Sesampainya di rumah Bapak, Ibu Hanum membuka pintu, menatap iba kepadaku.

Kemudian Bapak dan juga Aisya, muncul di belakangnya. Aku masuk kedalam tanpa suara, sedangkan mas Yusuf bersalaman kepada Bapak dan Ibu. 

Aisya menyusulku, yang masih berdiri, menunggu mas Yusuf masuk, membawa tas milikku.

"Letakkan di sini saja!" tunjukku ke pojokan, ketika mas Yusuf masuk ke dalam rumah.

Mas Yusuf meletakkan tas itu, sesuai dengan yang aku pinta. 

Kami semua duduk. Bapak menatap lekat wajah mas Yusuf.

"Hari sudah mau senja, segera utarakan, yang kiranya, nak Yusuf ingin sampaikan."

"Bapak, Ibu, maafkan Yusuf. Dengan berat hati dan mohon ampun, Yusuf mengembalikan Karin. Karin Khumaira Putri Binti Zainuddin, saya talak kamu di depan Bapak dan Ibu, mulai detik ini, kamu bukan lagi menjadi istri dan tanggung jawabku."

Tangis itu seketika pecah, sedangkan Bapak nampak berusaha tegar, meskipun terlihat raut kesedihan di wajahnya. Sedangkan Aisya, ia hanya menunduk.

"Pulanglah, Nak Yusuf, cukup sekali kami memiliki menantu sepertimu! Tidak akan ada restu untuk cinta kamu dan Aisya!" kata Ibu Hanum, dengan suara serak, ia menahan emosi dalam dirinya.

Ia bahkan enggan menatap mas Yusuf.

"Ibu, tolong jangan seperti ini, itu sama saja ibu tidak memikirkan perasaanku!" ucap Aisya pelan.

"Inalilahi wa innailaihi rojiun!" pekik Bu Hanum, kemudian dengan emosi, ia menatap tajam wajah Aisya.

Plakkk .... satu tamparan keras mendarat di pipinya.

"Demi Allah, akulah orang yang paling kecewa dengan semua ini. Mending kamu sakit hati, dari pada mati empati terhadap saudara sendiri, demi seorang pecundang!" 

Ibu menyeka kasar air matanya, kami semua terdiam membeku, melihat Ibu yang begitu emosi. 

Aisya memegang pipinya yang sakit, juga memerah.

❤️ Terimakasih ❤️

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Tampar pipi si Pelakor satunya lagi Bu biar tau rasa...dan jangan sekalian tampar juga pipi suami sok sholeh
goodnovel comment avatar
Isabella
ibunya Aisyah keren tidak membela anak kandung
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
panas tu pipi,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Petaka Mendua   Panik

    Bab110 "Tenang," seru Dewi, yang sadar, dari tadi majikannya tidak tenang. "Apaan sih." Tania kesal. Ia pun mengetikkan sebuah pesan singkat, dan mengirimnya kepada Raka, yang tengah sibuk meeting. "Aku menyesal, telah ada di saat keluarga kamu butuh. Sedangkan kamu, ah sudahlah. Kadang, kebaikan tidak harus dibalas dengan hal yang sama." Membaca pesan singkat dari Tania, Raka merasa tidak nyaman hati. Meskipun faktanya, proyek ini masih bisa dihandle anak buahnya. Namun Raka yang selalu bertanggung jawab penuh dengan pekerjaannya, tidak ingin melakukan kesalahan sama sekali.Sebab itulah, dia tidak ingin meninggalkan proyek ini. Namun membaca pesan singkat itu, mendadak Raka menjadi gusar. Ia pun tidak konsen, memulai pekerjaannya hari ini.______ Tania dan Dewi yang sudah sampai di rumah Sari, pun mulai bertanya banyak, tentang hal yang menimpa Karin. Sari mulai menceritakan semuanya secara detail. Wanita paru baya it

  • Petaka Mendua   Tidak Tenang

    Bab109"Maaf? Ada apa?" tanya Karin, sembari melepaskan diri, dari pelukan Hanung."Ya maaf," Hanung menunduk. "Aku berburuk sangka pada kamu dan Emilia. Aku nggak nyangka aja, anak kecil itu begitu dewasa.""Aku juga tidak menyangka, dia akan menolakku. Tapi aku lega, dia tidak melupakanku sama sekali," ucap Karin, sembari menyeka air matanya."Setidaknya, aku bisa melepas rindu. Melihat dia tumbuh dengan baik saja, aku sudah merasa tenang. Meskipun di lubuk hati yang paling dalam, aku tidak bahagia, merelakannya tetap di sana. Tapi aku ...."Karin menghela napas berat, ia mulai kesulitan untuk bicara. Wajah bahagia Emilia, saat bertemu dia tadi, selalu terngiang diingatan Karin.Apalagi, saat Emilia berkata kangen, membuat Karin semakin merasakan sakit luar biasa."Ya Allah, anakku!" pekik Karin, membuat Hanung sedikit terkejut.Karin menangis dengan meraung, layaknya anak kecil. Bahkan, dia tidak lagi duduk diata

  • Petaka Mendua   Maaf

    Bab108"Ummi, Karin mohon!" pinta Karin, wanita itu pun berusaha bersimpuh.Namun Hanung mencegahnya."Mau memberikan Emilia baik-baik, atau lewat jalur hukum?" gertak Hanung.Mendengar ucapan suami baru Karin itu, Ummi melotot. Sedangkan Abah, berusaha untuk tetap tenang."Berani sekali kamu mengancam orang tua! Apakah kamu tidak di ajari Ibumu?" bentak Ummi.Mendengar dirinya disinggung. Sari hanya memusut dada, membesarkan rasa sabar, dan berpikir jernih."Ibu, istri saya ini, berhak atas anak ini. Dan Ibu, jangan coba menghalangi kami membawanya. Kecuali, Emilia menolaknya," terang Hanung dengan tegas.Ummi berjongkok, mensejajarkan wajahnya pada Emilia."Emil, kamu sayang Nenek, kan?" tanya Ummi.Emilia terisak. "Emilia sayang Nenek, juga Kakek. Tapi ...."Gadis kecil itu menghentikan ucapannya, dia menatap lekat wajah Neneknya yang sangat sedih."Tapi apa, Nak?" tanya Karin tidak sabar.

  • Petaka Mendua   Di Tolak

    Bab107Karin melangkah pelan, dia menuju pintu utama."Kak Karin," seru Aisya, yang baru keluar dari dapur.Karin berbalik badan, dan menoleh ke arah Aisya dengan terheran."Kamu ada disini?" tanya Karin, sambil mengucek matanya berkali-kali."Aish ....""Hhmm, ada apa?" Aisya tahu, bahwa Karin penasaran, dengan rumah yang kini dia tempati untuk tidur."Ini rumah teman Aish, kita kemalaman dijalan, kasihan Bang Hanung, sepertinya sangat lelah. Sedangkan perjalanan menuju kampung Abah, masih sangat jauh. Jadi, Aisya meminta izin teman umtuk menginap."Karin mengangguk. "Ayo tidur lagi," pinta Aish pada Karin.Karin pun percaya begitu saja, dan mau menuruti ucapan Aisya.Untung saja Aisya cepat tanggap, jika tidak, mungkin malam ini, mereka tidak jadi tidur lagi.Sebab jika Karin tahu, bahwa dia ada di kampungnya. Maka, dia akan terus mengomel hingga pagi, dan membuat kegaduhan.______Usai salat subu

  • Petaka Mendua   Penasaran

    Bab106Azzam meminta waktu, untuk berbicara dengan Aisya berdua saja."Ada apa?" tanya Aish, dia nampak sangat kesal, dengan keputusan Azzam, yang menolak memberikan alamat."Ummi dan Abah kembali ke kampung. Kata Ayah, mereka juga mengadakan sukuran, ulang tahun Emilia.""Kamu tidak bohongkan, Mas?" selidik Aisya. Seakan semua kebetulan, membuat Aisya meragu."Sebenarnya, Ummi dan Abah, sudah tiga hari ini, ada di kampung. Dan esok, adalah perayaan ulang tahun Emilia.""Alhamdulilah, Mas.""Eh, jadi dari tadi, Mas ngerjai aku?" pekik Aisya, yang tiba-tiba sadar.Azzam terkekeh. "Iya maaf."Bibir Aisya manyun, dia kesal, dengan ulah suaminya."Malam ini juga, kalian duluan saja ke kampung. Ibu beneran sakit.""Yakin, nggak lagi ngerjain aku?""Iya, bener.""Dirujuk ke rumah sakit beneran?""Iya, Mas akan langsung, menemui mereka nanti. Kamu bawa saja, kak Karin ke rumah kita. Tadi

  • Petaka Mendua   Pupus Lagi

    Bab105Melihat wajah Hanung yang sangat datar, menimbulkan tanya dihati Karin. Wanita itu, yang tadinya sangat bersemangat, kini tiba-tiba meredup, seperti lilin yang menyala, kemudian padam tertiup angin."Ada apa?" tanya Karin, dengan perasaan, yang mulai tidak nyaman."Karin, Emilia itu bagian dari masa lalu. Dan kami, kami masa depanmu!" ucap Hanung. Membuat Karin merasa syok, begitu juga dengan Aisya, yang tidak sengaja, mendengar ucapan Hanung."Mas, tega sekali kamu berkata begitu!" lirih Karin. "Tidak ada yang kata masa lalu buat anak. Emilia itu darah dagingku, cinta pertama dalam hidupku. Dia yang mengajari aku jadi Ibu. Dan kamu, memintaku melupakannya? Jahat kamu!" kata Karin dengan terisak."Bukan begitu, Karin. Mas tidak minta, kamu untuk melupakan Emilia. Aku mengerti, tidak ada mantan anak. Tapi tidak bisakah, kamu hanya fokus kepada kami? Dan Emilia, biarkan dia, hanya ada di hati kamu.""Apa? Maksudnya apa?""Ya, kam

  • Petaka Mendua   Mendapatkan Alamat

    Bab104"Suami kamu!"Aisya terdiam, melihat Azzam yang nampak kusut."Suami Aisya?" tanya Hanung pada Karin. Karin mengangguk.Sari memegang bahu Aish. "Hadapi, dan selesaikan baik-baik," ucap Sari."Iya, Aish. Bagaimana pun juga, dia masih suami kamu," timpal Karin.Meskipun rasa hati teramat berat, Aisya tetap, mengikuti saran mereka.Karin keluar dari mobil, membuka pintu pagar. Dan mobil Hanung pun, memasuki pekarangan rumah."Masuklah, Zam!" seru Karin, sembari berjalan, menuju ke arah rumahnya.Mobil Hanung pun menepi, mereka semua keluar. Sedangkan Karin, membuka pintu rumah.Azzam pun berjalan ke depan pintu pagar, semberi menatap istrinya, yang baru keluar dari mobil.Aisya melangkah, mendekati Azzam."Masuk dulu, Mas!" ucap Aisya dengan lembut.Azzam pun mengangguk, mengikuti langkah Aisya. Ada debaran rasa gugup, yang mengganggunya kini.Karin duduk bersama anaknya Aisy

  • Petaka Mendua   Pemakaman

    Bab103Saat itu, pukul 05.30 sore. Sesampainya Raka di rumah Sutina, hanya ada beberapa tetangga dekat rumah, yang berada di rumah duka.Raka menepikan mobilnya, bergegas keluar dan sedikit tergopoh. Di dalam rumah, ada keluarga besar Tania, juga Sutina dan Rina."Ayah!" lirih Raka. Sutina tidak mau menoleh ke arah Raka, begitu juga dengan Tania.Kedua wanita ini, merasa sangat terluka, dengan perlakuan Raka. Mereka merasa, Raka abai dan begitu mementingkan perasaannya sendiri."Ayah, maafkan Raka ....""Ibu," lirihnya, berusaha memegangi tangan Sutina. Sutina hanya bisa terisak, dia tidak mampu berkata-kata lagi.Secapat ini, Tuhan memisahkan mereka. Bahkan selama ini, Sutina merasa banyak salah dan berdosa pada suaminya.Namun apalah daya, mereka di pisahkan oleh maut, yang di perantai tangan anak kandungnya sendiri."Kamu kemana saja?" tanya Sutina dengan pelan, ketika Raka memeluk ibunya."Ma

  • Petaka Mendua   Kabar Duka

    Bab102Aisya menulis alamat Karin disecarik kertas. Sebab itulah, dia melupakan ponselnya, dan fokus memegangi alamat rumah Karin.Kini Aisya merasa was-was, kalau Azzam, akan datang menyusulnya ke rumah Karin.Ia pun kembali memencet tombol bell berulang kali, hingga pintu rumah, bercat putih itu kini terbuka."Kak Karin," pekik Aisya. Sambil melambaikan tangan.Karin yang melihat di depan pintu pagar itu Aisya, sedikit berlari ke dalam rumah, dan gegas meraih kunci pagar.Ia pun tidak sabar, ingin berpelukan dengan Aisya, adik yang sangat dia rindukan selama ini.Karin keluar rumah, dan membuka kunci pagar. Aisya mendorong pelan pagar, yang sudah tidak terkunci lagi.Mereka saling berpelukan, melepas sejuta rasa rindu yang mendalam.Sedangkan anak Aisya, hanya menatap heran.Kakak beradik itu menangis terisak, dan melupakan si kecil yang menatap heran pada mereka."Siapa Rin?" tanya Sari, yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status