Share

Petaka Satu Malam
Petaka Satu Malam
Penulis: FitriElmu

Boss Baru

"Wow! Akhirnya queen of late kita datang juga."

Kiara tersenyum tipis menanggapi ledekan Ayu. Napasnya masih tersengal karena berlarian tadi.

Queen of late, atau ratu telat. Yah, itu julukannya. Tidak ada hari tanpa datang terlambat. Untung saja pak Dedi-presdir perusahaan GF Corp-bossnya tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Asal tidak sampai merusak jadwal meetingnya.

"Gila lo, Ra. Ini hari pertama beliau loh. Gak takut kena damprat lo?" tukas Nadia.

"Buah jatuh gak jauh dari pohonnya. Semoga aja beliau bisa memaklumi gue, kayak pak Dedi," jawabnya santai.

"Ya, tapi kan setidaknya lo bikin kesan yang baik dong. Hari pertama, Kiara," ujar Ayu gemas. Mungkin heran saja dengan kesantaian gadis itu.

"Belum tahu aja dia, kejadian pagi tadi." Nadia tersenyum tipis, melirik ke arah Ayu.

"Bener. Buruan gih, ke ruangan beliau sekarang!"

Kiara mengangkat bahu, nanti saja. Keringatnya masih belum hilang. Ya kali, hari pertama ketemu sama boss baru dengan bau keringat. Makanya itu dia masih setia menikmati hembusan ac.

Jarak rumah Kiara ke kantor jauh banget. Itu pun harus naik bis dan berdempetan dengan penumpang lain. Sangat bersyukur dia punya boss sebaik pak Dedi. Tapi sayangnya beliau sekarang digantikan oleh anaknya.

Yah, semoga aja boss barunya sebaik pak Dedi. Dan bisa memaklumi keadaannya, dia cuma bisa berharap.

"Lo tahu, Ra. Beliau bahkan udah datang pagi-pagi banget. Gue aja kaget, pas baru tiba kok nemu orang guanteng. Eh, ternyata boss baru kita," tutur Ayu, matanya berbinar saat menyebut boss baru itu. Sesekali melirik ruangan di depan ruangan mereka. Ya, ruangan milik presdir. Mereka adalah karyawan atas dan langsung berurusan dengan peresdir. Makanya ruangan mereka berada di lantai yang sama.

"Gila. Ganteng banget. Gue kira malah pangeran nyasar."

"Lebay lu, Nad." Kiara tertawa kecil. Seganteng apa sih boss baru itu. Sampek segitunya.

"He'eh. Gue langsung fallin love at first sigh. Kalau saja beliau gak ...."

"Ra, lo dipanggil ke ruangan pak Devan sekarang."

Satrio, orang kepercayaan pak Dedi tergesa-gesa memanggil Kiara, memotong perkataan Ayu tadi. Dia baru saja keluar dari ruangan presdir. Raut wajahnya terlihat buruk. Kiara menoleh ke arahnya.

"Pak Devan? Siapa?" Dahinya mengernyit, belum pernah denger nama itu, pikirnya.

"Ck. Presdir kitalah. Cepetan! sebelum beliau murka."

Satrio mendorong bahu Kiara padahal gadis itu kan masih ngeblank.

Apa mungkin pak Devan itu presdir baru itu? pengganti pak Dedi. Hm, siap-siap pasang senyum terbaik. Siapa tahu beliau luluh, dan memaafkan keterlambatannya.

Kiara melenggang ke ruangan sang presdir dengan percaya diri.

.

.

Kiara ketuk pintu ruangan presdir barunya tersebut.

"Masuk!" terdengar suara berat dari dalam.

"Huft!" Gadis itu menarik napas dan mengeluarkannya, demi menetralkan perasaannya yang mendadak dagdigdug. Satu ulasan senyum tertarik di bibir tipisnya, sembari mendorong pelan pintu.

"Selamat pagi pak. Eh!"

Kiara terlonjak kaget mendapati seorang pria muda menghadang tepat di depan pintu. Tangannya bersidekap dengan tatapan tajamnya yang terlihat dingin.

"Siapa kamu!"

"Eh? A-anu ... Sa-saya sekretaris ..."

"Bukan urusanku."

Lah kok?

"Saya ...."

"Siapa kamu sehingga bisa berangkat lebih siang daripada saya!" tekannya. Bukan seperti pertanyaan, tapi lebih mirip penekanan.

Kiara menunduk. Aura-aura mengerikan sepertinya mulai mengelilinginya. Kiara, sepertinya kamu salah besar. Putra pak Dedi sama sekali tidak mirip dengan papanya.

"Maaf pak, saya tadi ketinggalan bis. Dan saya ...."

"Saya tidak peduli."

Pria itu membalikkan badannya. Lalu beranjak duduk di kursi kebesarannya. Dan kembali menatap gadis itu tajam.

"Kamu tahu kan? Tidak ada perusahaan yang mentolerir ketidak disiplinan. Datang terlambat bukannya cepat menemui saya malah berleha-leha, ngobrol santai. Kamu kira ini kantor milikmu?" tekannya.

Kiara menunduk. Dia tahu itu.

"Ini masih hari pertama saya disini saja, kamu sudah membuat saya kecewa. Kamu terlambat satu jam. Tahu?"

"Tahu pak." Kiara masih menunduk.

"Haish!" Pria itu membuang napas kesal.

"Tapi, saya biasanya juga terlambat pak. Dan pak Dedi memakluminya. Rumah saya jauh, harus naik bis dan ...."

"Hey! Saya gak nanya!"

Kiara langsung terdiam.

Mimpi apa dia semalam. Kenapa mendadak dapat boss jadi killer gini.

"Kalau pak Dedi memaklumimu, itu dulu, urusanmu dengan beliau. Tapi tidak dengan saya. Saya tidak suka ada karyawan yang tidak disiplin dan selalu menjawab. Apalagi bertindak sesukanya hanya karena sebuah kata 'maklum'. Hanya berpangkat pegawai saja kamu bertingkah. Bagaimana kalau jadi boss?" tatapannya tajam sekali. Kiara benar-benar menunduk. Tenggorokannya tercekat. Boss barunya mengerikan.

"Ah, bagaimana mungkin orang yang menjadikan terlambat sebagai kebiasaan bisa jadi boss. Imposible." Dia menyeringai, meremehkan. Yang membuat sang gadis semakin menunduk.

Ya Tuhan, kata-katanya menyakitkan. Air matanya yang hampir jatuh. Kiara menahannya kuat-kuat. Menggigit bibir bawahnya seiring dada yang kian menyesak.

"Hari ini kamu saya maafkan. Lain kali, kalau sampai terlambat, bahkan satu detikpun ..." tatapnya tajam.

"Jangan harap ada toleransi!" Intonaa

Sinya, dingin.

"Baik pak," jawab Kiara lirih.

Sorot matanya mengisyaratkan agar gadis itu segera keluar.

Dengan langkah gontai, Kiara melangkah keluar.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status