Beranda / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 02. Perpisahan dan Penghianatan

Share

02. Perpisahan dan Penghianatan

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 16:13:50

Sepuluh bayangan yang menyerupai roh, setengahnya adalah bayangan putih sedangkan setengahnya adalah bayangan hitam berkumpul bersama dengan mengelilingi Kevin Drakenis yang berada di tengah. Aura mengerikan terpancar dari seluruh bayangan ini yang membuat suasana Kuburan Iblis dan Dewa ini seperti mengalami badai kosmis. Aura mengerikan ini menunjukkan kehebatan mereka di masa kejayaan serta jaman keemasan dewa dan iblis ini.

Saat ini, sepuluh penghuni Kuburan Iblis dan Dewa yang masih aktif ini tampak sangat berbahagia. Setelah lima tahun berlalu, mereka masih enggan untuk melepaskan Kevin ke dunia luar yang kejam.

Ratusan tahun menunggu pewaris yang tepat, akhirnya mereka menemukan Kevin yang terjerumus masuk ke dalam Kuburan Iblis dan Dewa. Sekarang mereka tampak bahagia terhadap Kevin, tapi lima tahun lalu saat Kevin pertama kali tiba di kuburan ini, ia mengalami siksaan lahir-batin dari iblis dan dewa yang menghuni Kuburan Iblis dan Dewa ini selama berabad-abad lamanya.

Sekarang, Kevin sudah saatnya pergi karena terlalu lama di Kuburan Iblis dan Dewa akan membuat fisik aslinya terkikis menjadi bayangan seperti gurunya.

"Master, murid mau pamit untuk pergi dari kuburan ini selama-lamanya!" kata Kevin sambil bersujud tiga kali terhadap masing-masing gurunya.

"Pergilah! Balaskan dahulu dendam keluargamu! Kamu bisa memasuki Kuburan Iblis dan Dewa sekarang dengan pikiranmu! Kami akan selalu bersamamu mulai sekarang! Masih ada beberapa iblis dan dewa yang belum bangkit dan memilih tidur panjang! Mungkin saja, kamu bisa menggugah hati mereka untuk bangkit kembali dan membantumu!"

Bagaimana Kevin Drakenis yang berasal dari Paviliun Drakenis yang menjadi praktisi bela diri tertinggi di Nagapolis ini bisa terdampar di Kuburan Iblis dan Dewa ini?

Kevin Drakenis membungkuk dalam-dalam, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Napasnya perlahan-lahan dihembuskan, seperti mencoba menenangkan gelombang emosinya yang bergejolak. Ini adalah penghormatan terakhirnya, sebuah perpisahan yang tak akan pernah ia ulangi secara fisik. Hanya kekuatan pikirannya yang mungkin akan kembali ke tempat ini, jika ada Dewa atau Iblis yang berhasil keluar, selain sepuluh sosok yang telah menurunkan seluruh ilmu mereka kepadanya.

"Murid mohon pamit, Master!" suaranya tegas, namun mengandung kegetiran yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah melewati waktu panjang bersama.

Namun, tidak ada jawaban. Para Dewa dan Iblis hanya tertawa riang, seakan perpisahan ini hanyalah angin lalu. Mereka bersuka cita, seolah tugas mereka telah selesai, seakan Kevin bukanlah bagian dari kehidupan mereka selama lima tahun terakhir.

Tiba-tiba, tubuh Kevin lenyap dalam sekejap, menghilang tanpa jejak. Seiring dengan kepergiannya, tawa mereka pun mereda, meninggalkan keheningan yang menggantung di udara. 

"Kevin tidak boleh tahu apa yang akan terjadi dengan Kuburan Dewa dan Iblis ini ke depannya," ucap salah satu Dewa dengan suara rendah, hampir seperti bisikan rahasia yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang berada di sana. 

Mereka telah sepakat. Mengabaikan salam perpisahan Kevin bukanlah karena ketidaksopanan, melainkan untuk menghindari beban emosional yang tidak perlu. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat, dan dalam lima tahun itu, Kevin telah menjadi bagian dari mereka.

*****

Angin dingin berembus di puncak tebing Gunung Dragonia. Tubuh Kevin muncul begitu saja di sana, diterpa oleh hembusan angin yang membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering 

"Akhirnya aku kembali..." gumamnya lirih, matanya menatap tajam ke arah hutan lebat di bawahnya.

Bayangan masa lalu kembali menyergapnya. Lima tahun lalu, ia melangkah keluar dari hutan itu dengan hati yang hancur, hanya untuk terjun ke jurang demi menyelamatkan diri.

Lima tahun yang lalu…

Malam kelam menyelimuti Paviliun Drakenis, tempat yang dulu menjadi rumah dan perlindungan bagi keluarganya. Namun malam itu, kehangatan yang biasa menyelimuti paviliun berganti dengan hawa kematian.

Sejumlah pria bertopeng dan berpakaian hitam melangkah tanpa suara, menyusup seperti bayangan yang membawa kehancuran. Pedang mereka berkilat di bawah cahaya bulan, berlumuran darah dari korban-korban yang tak mampu melawan.

Teriakan kesakitan memenuhi udara, disusul dengan suara tubuh yang roboh ke tanah. Darah mengalir di lantai kayu, menodai kejayaan keluarga yang selama ini dihormati.

Keluarga Drakenis… Keluarga praktisi bela diri nomor satu di Nagapolis, bahkan di seluruh Alexandria, kini tinggal kenangan yang hanya bisa diingat dengan rasa pilu.

Sementara itu, di tempat lain, Kevin masih berada di kediaman Keluarga Caraxis. Ia datang untuk bertemu dengan kekasihnya, Helena Caraxis, wanita yang selama ini menjadi pusat dunianya.

Namun, cinta yang ia yakini ternyata hanya sebuah ilusi.

Dengan tatapan dingin dan senyum licik, Helena menghunus pedang spiritualnya dan menghunjamkannya ke dantian Kevin. Rasa sakit yang luar biasa menjalar ke seluruh tubuhnya, merobek seluruh harapan yang pernah ia bangun.

Kevin tersentak mundur, matanya membelalak tak percaya.

"Helena... kenapa?" suaranya bergetar, lebih karena luka di hatinya dibandingkan luka di tubuhnya.

Helena tertawa, suara tawanya bergema di udara, meresap ke dalam jiwa Kevin seperti racun.

"Dasar keluarga sampah!" suaranya penuh hinaan. "Kalian hanya keluarga kecil yang kebetulan menjadi nomor satu! Seharusnya Keluarga Caraxis yang memegang kejayaan di Nagapolis! Ayah sudah merencanakan ini sejak lama, bodoh! Apa kau tidak menyadarinya, hah?"

Kata-katanya menikam lebih dalam dari pedang yang telah ia hunuskan. Kevin mundur beberapa langkah, nafasnya tersengal-sengal.

Ia masih tidak percaya kalau kekasihnya yang lembut ini bisa menghianatinya. Kenapa Helena menghianatinya dan keluarganya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Lia Lintang
Ah, aku bisa membayangkan
goodnovel comment avatar
Zhu Phi
Terima kasih Kak ...
goodnovel comment avatar
EverlastingLoveYou
good story, permulaan yang bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   03. Dendam

    Kevin Drakenis masih saja tidak habis pikir dengan sikap kekasihnya yang berbalik membencinya."Ayahku memperlakukanmu dengan baik, menerima keluargamu saat kalian hampir bangkrut! Begini cara kalian membalasnya?!" suaranya penuh kemarahan, namun tubuhnya terlalu lemah untuk melawan. Helena mendekat, menatap Kevin seolah ia adalah serangga yang pantas dihancurkan. "Kau sudah bukan Jenius Bela Diri lagi, Kevin. Sekarang, akulah yang akan menggantikanmu! Dan hari ini, Keluarga Drakenis akan binasa dari Vandaria!" Pernyataan itu menyadarkannya. Kevin berbalik dan berlari secepat mungkin, mengabaikan rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya. Ketika akhirnya ia tiba di Paviliun Drakenis, semua sudah terlambat. Bangunan yang dulu megah kini hanya reruntuhan yang dilalap api. Bau anyir darah bercampur dengan asap hitam yang membubung ke langit. Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang halaman, tubuh mereka dingin dan tak bernyawa Di antara mereka, Kevin menemukan sosok yang paling ia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   04. Chief Executive Paviliun Dracarys

    Kevin melangkah cepat di antara pepohonan yang menjulang di kaki Gunung Xandaria. Napasnya teratur, tapi sorot matanya tajam, seakan-akan setiap langkahnya membawa kenangan yang tak bisa dihapus oleh waktu. Udara di sekitarnya dipenuhi aroma tanah basah dan dedaunan yang tertiup angin, membawa nostalgia yang mengguncang hatinya. Tak lama, hamparan beton dan kaca dari Kota Nagapolis tampak di depan mata. Kota yang dulu menjadi saksi kejayaan keluarganya, sekaligus kehancuran yang menyisakan dendam.Lima tahun berlalu sejak ia terakhir kali menginjakkan kaki di kota metropolitan ini. Bagaimana rupa kota ini sekarang? Apa yang berubah?Ia harus mencari informasi terlebih dahulu tentang Nagapolis, terutama Keluarga Caraxis yang menjadi sasaran pertamanya untuk menyelidiki kejadian lima tahun yang lalu. Tiba-tiba Kevin teringat kartu magnetik Dracarys yang bisa digunakannya.Jemarinya merogoh saku dalam pakaiannya, menyentuh kartu kristal biru yang terasa dingin di ujung jarinya. Kartu Dra

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   05. Kejamnya Helena Caraxis

    Paviliun Timur Caraxis diselimuti oleh kabut tipis yang bergulung-gulung di antara pepohonan kering. Aroma anyir darah bercampur dengan udara malam yang dingin, menusuk hidung seperti belati tak kasat mata. Cahaya bulan temaram memantulkan siluet seorang gadis yang tergantung di tiang kayu, tubuhnya dililit kawat duri yang mencengkeram erat seperti ular berbisa yang tak ingin melepas buruannya.Ravena Xenagon, gadis berwajah pucat bagai salju musim dingin, hanya bisa menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang menjalari sekujur tubuhnya. Setiap tarikan napasnya seperti serpihan kaca yang menghujam paru-parunya. Darah merembes dari luka-luka yang menganga di kulitnya, menetes perlahan ke tanah yang telah berubah merah tua karena darah yang tumpah di tempat itu.Di hadapannya, seorang wanita dengan gaun merah tua—semerah darah yang mengalir dari tubuh Ravena—menatapnya dengan seringai penuh kemenangan. Helena Caraxis. Wanita itu berlutut dengan santai, tangan kanannya memegang paku panja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   06. Darah Iblis Es

    Ravena merasakan kemarahan meledak di dadanya. "Cih! Aku tak habis pikir mengapa Kak Kevin bisa begitu jatuh cinta pada wanita sekeji dirimu!" Suaranya penuh penghinaan, tapi tubuhnya gemetar oleh ketegangan.Helena menyeringai, melangkah mendekat dengan angkuh. "Kau tak bisa menyentuhku, adik ipar ... hihihi! Jadi, buang jauh-jauh niat membunuhmu!" katanya penuh kepuasan. "Masih bersikeras? Baiklah! Potong kaki pengawal ini!""Tunggu!" Ravena akhirnya berteriak, matanya memancarkan kepasrahan bercampur kebencian. "Baiklah! Aku akan memberikan Darah Iblis Es! Tapi lepaskan mereka!" Suaranya pecah, nyaris memohon. Tiga pengawalnya telah menjadi keluarganya. Dia tak bisa membiarkan mereka mati dengan sia-sia.Helena terkekeh, lalu dengan kejam meraih tangan Ravena. Pisau peraknya bergerak cepat, memotong nadi Ravena tanpa ragu. Darah biru es menyembur keluar, mengalir ke dalam wadah yang telah disiapkan.Helena membutuhkan Ravena dalam keadaan hidup agar Darah Iblis Es yang diambilnya b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   07. Pembalasan Kevin Drakenis

    "Kevin Drakenis! Beraninya kau menampakkan wajah busukmu di sini!" serunya penuh kejijikan. "Bukannya kau telah mati, sampah!" Kevin mengeraskan tatapannya. "Helena Caraxis! Kau telah membantai keluargaku, mengorbankan adikku demi Darah Iblis Es, dan sekarang kau berdiri di sini, bertingkah seolah tak bersalah?! Kau ini manusia atau iblis, hah?!" Helena tersenyum sinis sebelum melambaikan tangannya. Beberapa pengawal Paviliun bergegas masuk, pedang mereka terhunus. "Habisi dia! Potong tubuhnya dan beri makan binatang buas!" Lima pengawal mengepung Kevin. Salah satu dari mereka melangkah maju, mengayunkan pedangnya dengan cepat. Namun— SRET! Kepala pengawal itu tiba-tiba terlepas dari tubuhnya, jatuh dan menggelinding di atas tanah. Matanya masih terbuka lebar, seolah tak percaya telah mati begitu cepat. Empat pengawal lainnya membeku, tak sempat bereaksi sebelum nasib serupa menimpa mereka. Dalam sekejap, kepala mereka juga terpenggal, darah memancar liar ke segala arah. Kevi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   08. Menyembuhkan Ravena Xenagon

    KRAAAK! KRAAK!Suara tulang kakinya remuk terdengar nyaring. Teriakan Helena menggema di seluruh paviliun, menciptakan pemandangan yang mengerikan. Air matanya bercampur darah yang mengalir dari luka-lukanya. Namun, Kevin tidak berhenti di situ. Dengan satu gerakan cepat, ia merogoh bagian dada Helena dan merampas botol kecil berisi Darah Iblis Es yang disembunyikan perempuan itu. Mata Helena berkilat dengan kebencian yang membara. “Aku akan membunuhmu, Kevin Drakenis!” raungnya dengan napas terengah-engah. Tetapi, tubuhnya tetap tak bisa bergerak. Totokan Kevin memastikan bahwa bahkan bunuh diri pun bukanlah pilihan baginya. Kevin menatap botol itu, kemudian kembali menatap Helena yang kini sudah tidak semenarik dirinya yang dulu. Hanya sisa seorang wanita yang telah kehilangan segalanya. Tanpa berkata-kata lagi, Kevin berbalik dan melangkah pergi, membiarkan suara tangisan dan jeritan Helena menggema di dalam kegelapan malam. Ia harus secepatnya mengembalikan kondisi Ravena yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   09. Mempermalukan Helena Caraxis

    Helena terduduk bersandar pada dinding Paviliun Timur, napasnya memburu, tubuhnya lunglai seakan tak lagi memiliki semangat hidup. Dulu, ia adalah wanita yang memesona, penuh percaya diri, dan begitu dihormati. Namun kini, sosoknya bak bayangan masa lalu—lusuh, tak berdaya, dan kehilangan sinar kecantikannya. "Bajingan kau, Kevin! Aku harap kau mati dicincang oleh Keluarga Caraxian!" suaranya melengking, penuh amarah dan keputusasaan. Kevin, yang baru saja melangkah masuk, berhenti sejenak. Matanya menyala oleh kemarahan yang membara. Tanpa banyak bicara, ia meraih rambut panjang Helena yang sudah kusut dan menjambaknya dengan kasar. "Dasar iblis! Apa kau tidak pernah diajarkan untuk bertobat?" geramnya. Helena menjerit, kedua tangannya berusaha mencengkeram pergelangan tangan Kevin agar melepaskannya. "Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Namun Kevin tidak peduli. Dengan kekuatan yang tak tertahan, ia menyeret tubuh ringkih Helena keluar dari Paviliun Timur. Sepanjang perjalanan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   10. Bertemu Ayah Mertua

    "Kevin Drakenis, Tuan!" jawab kepala pelayan dengan suara hampir berbisik. Alfred yang duduk di samping Albert sontak terkejut. "Mana mungkin? Kevin Drakenis sudah dinyatakan tewas dalam insiden Keluarga Drakenis lima tahun lalu!" Kepala pelayan menggeleng lemah. "Ia bangkit dari kematian, Tuan... Sekarang ia bagaikan iblis yang membalaskan dendam keluarganya. Seluruh pengawal Nona Muda telah tewas di tangannya." Albert mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Bangsat! Kevin atau bukan, pria itu harus disiksa sampai mati!" BOOM! Sebuah ledakan menggelegar dari gerbang baja yang kokoh. Guncangannya membuat gelas-gelas di meja bergemerincing. Albert menoleh tajam, matanya membelalak melihat pintu gerbang baja itu terhempas jauh, menabrak dinding hingga remuk berkeping-keping. DUUARR! Dari balik kepulan asap, seorang pria muncul, menyeret sosok yang tak berdaya di tanah. Helena. Gaun putihnya sudah tercabik, tubuhnya berlumuran darah. Albert menatap putrinya yang t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24

Bab terbaru

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   106. Pedang Kristal Es

    Suara itu, meski tipis, menembus kabut peperangan, menusuk langsung ke relung hati Kevin. Tubuhnya yang semula membeku perlahan bangkit. Tangannya mengusap darah yang mengalir dari sudut bibir, dan di matanya—di balik luka, amarah, dan lelah—muncul seberkas cahaya baru ... harapan.“Benar …” bisik Kevin pelan, nyaris seperti doa. “Jika kekuatan Dewa tidak cukup … maka aku akan membakar jiwaku untuknya.”Dengan gerakan pelan namun penuh tekad, ia mengangkat pedang ke atas kepala. Cahaya baru mulai berpendar—bukan hanya satu warna, tapi perpaduan merah menyala, emas menyilaukan, dan biru setenang samudra. Udara seakan menghirup napas panjang, sunyi sesaat sebelum ledakan keajaiban.“PHOENIX FLAME BLAST!!”Jeritan mantra itu memecahkan keheningan. Dari ujung pedang, api abadi meluncur deras, menggumpal membentuk sosok burung phoenix yang megah. Sayapnya terentang lebar, memercikkan bara ke langit-langit, matanya menyala seperti dua matahari kecil yang membawa kehidupan sekaligus kematian

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   105. Keraguan

    Gerakan Kevin sangat cepat dengan lesatan yang menyerupai petir ilahi.Namun …Ting!Dengan gerakan sehalus angin berbisik, Roh Iblis Es mengangkat satu jari. Sebuah dinding es bening muncul, begitu keras hingga serangan Kevin berhenti seolah menebas gunung batu. Kilatan cahaya mental pecah ke segala arah, menyulut percikan petir yang menghantam lantai, dinding, bahkan langit-langit, menciptakan letupan-letupan kecil.Kevin mendarat, lututnya sedikit menekuk, napasnya memburu seperti binatang yang terperangkap. Uap putih mengepul dari bibirnya saat udara makin tipis, makin dingin. Telapak tangannya menggenggam erat gagang pedang, dan di matanya, hanya satu pantulan yang tersisa ... Ravena, atau mungkin, harapan kecil yang masih tersisa di dalam tubuh yang kini dikuasai darah iblis es.“Cepat, tapi … masih ragu …” desisan itu merayap di udara seperti kabut tipis yang mencabik-cabik ketenangan, menusuk gendang telinga dan bergetar hingga ke tulang belakang. Mata merah menyala Roh Iblis

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   104. Kebangkitan Roh Iblis Es

    Asap pertarungan masih menggantung tipis di udara, aroma logam darah bercampur dengan bau batu hangus. Namun, di tengah keheningan yang menggantung, terdengar suara halus—retakan, seperti kaca tipis yang mulai pecah. Mata Claudia membelalak, Kevin menegakkan tubuhnya, tatapannya tajam tertuju pada altar batu yang perlahan berubah warna.Retakan itu bukan retakan biasa. Bukan akibat pukulan atau ledakan. Dingin ekstrem merembes keluar dari tubuh Ravena yang terbaring di atas altar. Aura biru pucat mengalir lembut dari pori-porinya, melilit di udara seperti kabut hidup, memadat menjadi kepingan-kepingan es yang melayang, berputar pelan seperti bintang mati yang kehilangan cahayanya.Dan kemudian ...KRAAAK!Satu dentuman tajam menggema, membuat seluruh ruangan bergetar. Tubuh Ravena terangkat perlahan, melayang di atas altar yang kini dilapisi es biru bening, begitu murni hingga memantulkan cahaya seperti kaca suci. Es itu menjalar cepat, membungkus kulitnya, menyelimuti darahnya, bahka

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   103. Kekuatan Vermillion Vein

    Kevin menggertakkan giginya. “Aku di sini!” bentaknya lantang, tak gentar. Sorot matanya membalas tatapan iblis itu dengan api semangat yang membara. “Kalau kau memang iblis yang menyiksanya selama ini … maka mari kita akhiri semua ini, di sini dan sekarang!”Tanpa ragu, ia mengangkat batu Vermillion Vein yang kini menyala bagai bara hidup di telapak tangannya. Aura api spiritual di sekelilingnya memekik, memutar arus energi panas yang menusuk kulit. Dengan teknik pamungkasnya—Heavenly Flame Binding Seal—Kevin menghantamkan batu itu langsung ke dada Ravena.Seketika, ledakan cahaya merah keemasan menerangi seluruh ruangan seperti fajar surgawi yang membakar malam tergelap. Api spiritual dari batu Vermillion mengalir deras ke dalam tubuh Ravena, membakar roh iblis dari dalam. Suara jeritan itu berubah—dari teriakan kemarahan menjadi raungan kesakitan, lalu menjadi pekikan sekarat. Sosok iblis itu menggeliat dan menjerit, tubuhnya bergulung dalam pusaran api spiritual yang membakar tak h

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   102. Teknik Jarum Sembilan Ilahi

    Langkah Claudia terdengar cepat namun tenang. Dari balik mantel hitamnya yang dilapisi jimat pelindung, ia mengeluarkan sebuah peti besi perak dengan ukiran rumit dan segel mantra berlapis-lapis yang berpendar merah menyala. Begitu peti itu dibuka, hawa panas menyeruak ke seisi ruangan.Di dalamnya, batu Vermillion Vein berwarna merah darah berdenyut pelan seperti jantung hidup—menyala dan bernafas. Aura panasnya luar biasa, hingga uap tipis langsung naik dari lantai batu di sekitarnya, seolah batu itu hendak membakar dunia sekitarnya hanya dengan kehadirannya.Claudia memandang Kevin dan mengangguk pelan. “Energinya murni. Tapi tidak stabil. Kita hanya punya satu kesempatan, Chief!” katanya dengan suara tegang.Kevin mengulurkan tangan. Saat jemarinya menyentuh permukaan batu itu, rasa panasnya menembus ke dalam tulangnya. Tapi ia tidak mundur. Dengan satu tarikan napas panjang, ia berkata, “Kita mulai sekarang.”Ia duduk bersila di atas lingkaran segel kuno yang digoreskan dengan dar

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   101. Roh Iblis Es Kuno

    Langit di atas Kota Nagapolis secara perlahan berubah warna. Kabut kelabu yang menyelimuti kota sepanjang malam mulai tersibak oleh sinar pertama fajar. Matahari pagi mengintip malu-malu dari balik cakrawala, memancarkan cahaya keemasan yang membasahi atap-atap paviliun, menciptakan bayangan panjang yang menyapu jalanan yang masih sepi.Namun, ketenangan itu tidak berlaku di dalam Paviliun Dracarys.Langkah-langkah tergesa menggema di lorong batu menuju ruang bawah tanah yang tersembunyi jauh di jantung kompleks. Udara di sana terasa berat, penuh aura spiritual yang bergolak tak terkendali. Asap tipis yang mengandung aroma besi dan belerang mengambang di udara, menyusup ke dalam paru-paru dan memberi rasa perih di hidung. Tanah pun bergetar halus, seolah menahan energi yang nyaris meledak dari dalam.Di dalam ruang pemurnian kuno yang dipenuhi ukiran naga berwajah muram dan simbol-simbol langit beku, Ravena terbaring di atas altar batu obsidian. Permukaannya dingin, namun dikelilingi a

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   100. Cultivator Penjarah Relik

    Pria tua itu tertawa pelan, ujung jarinya mengetuk botol kaca itu. “Sangat … sebanding,” bisiknya, mata logamnya berkilat.Mata pria tua itu berkilat tajam, seperti sepasang batu permata logam yang memantulkan cahaya neraka. Bibirnya melengkung ke dalam seringai licik, rasa puas terpancar dari setiap kerutan wajahnya. Dengan gerakan halus, ia mengangkat tangan, memberi isyarat kecil pada asistennya — seorang pemuda kurus bermata cekung, aura spiritualnya lemah tapi tangannya cekatan.Pemuda itu mendekati sebuah peti kayu hitam, terikat benang-benang spiritual merah yang berdenyut samar, seolah hidup. Dengan mantra pelan, segel-segel itu terbuka satu per satu, memancarkan kilatan kecil cahaya merah. Saat tutup peti terbuka, udara di dalam tenda mendadak menghangat, bahkan membakar ujung-ujung rambut.Di dalam peti, terbaring sebuah batu merah menyala — Vermillion Vein, tampak seperti bara hidup yang bernafas. Setiap detik, pancaran panasnya menggetarkan udara, menciptakan riak-riak tip

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   99. Pasar Gelap Centralpolis

    Di puncak tertinggi Paviliun Dracarys, Kevin berdiri tegak, siluetnya terpotong cahaya remang lampu-lampu kota yang berkedip di kejauhan. Matanya, tajam dan penuh tekad, menatap cakrawala seolah mencoba menembus jarak yang memisahkannya dari takdir yang sebentar lagi datang menghantam. Angin memainkan ujung jubahnya, membuatnya berkibar pelan, seperti sayap naga yang sedang merentang di bawah cahaya samar bulan.Di bawah, di dalam ruangan pusat komando, Claudia nyaris tak berhenti bergerak. Rambutnya yang hitam berantakan menempel di pelipis, sementara jemarinya sibuk menari di atas layar komunikasi holografik. Suara Claudia terdengar cepat, teratur, tapi ada tepi kegelisahan yang merayap di ujung nadanya. “Chief, satu petunjuk mengarah ke Pasar Gelap Agarthium, Centralpolis,” ucapnya dengan suara yang agak serak, kelelahan mulai menggerogoti tenaganya. “Ada rumor… seorang kolektor eksentrik menyimpan batu Vermillion Vein, jenis merah pekat, yang telah melewati ritus pemurnian api na

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   98. Vermillion Vein

    Cahaya lampu di dalam kamar Paviliun Dracarys masih bergetar lembut, memantul di atas lantai marmer yang sempat diselimuti kabut dingin dari kekuatan Darah Iblis Es milik Ravena. Setelah kekacauan itu mereda, Kevin menoleh ke arah Clara yang tengah berjongkok di sudut ruangan, tubuhnya gemetar meskipun hawa dingin sudah mulai menghilang.Kevin menghampirinya, perlahan berlutut hingga sejajar dengan mata gadis itu. Tatapannya lembut, jauh berbeda dari sosok dingin yang beberapa saat lalu mengeksekusi Gubernur Adam Smith tanpa ragu.“Kamu tidak apa-apa, Clara?” tanyanya pelan, suara itu terdengar seperti pelukan hangat di tengah sisa-sisa badai.Clara mengangguk kecil, tapi suaranya serak saat menjawab.“Aku ... aku baik-baik saja, Kev. Tapi ... Vena?” Matanya beralih, mencari sosok yang ia sayangi. “Bagaimana dengan Ravena? Dia … tidak terluka, kan?”Kevin mengangguk meyakinkan. “Dia sudah kembali... masih pingsan, tapi aku berhasil menstabilkan auranya. Dia akan baik-baik saja.”Sebelu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status