Home / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 2 Gema Kekuatan yang Terbangun

Share

Bab 2 Gema Kekuatan yang Terbangun

Author: Raden Arya
last update Last Updated: 2025-07-16 22:46:19

Fajar berikutnya datang dengan warna kemerahan yang tidak biasa. Desa Aokami masih diliputi keheningan setelah kejadian aneh kemarin. Banyak warga yang membicarakan fenomena itu dengan bisik-bisik, seolah takut jika kekuatan yang bangkit itu mendengarkan mereka.

Di rumah kecil di pinggiran desa, Itachi duduk bersila di tengah ruangan. Keringat dingin menetes dari dahinya, tubuhnya masih terasa asing. Di dalam dirinya, kekuatan terus bergetar seperti badai yang belum mereda.

Ibunya, Nari, duduk di sudut ruangan dengan tatapan khawatir. "Bagaimana perasaanmu, Nak?" tanyanya lembut.

Itachi mencoba mengatur napasnya. "Aku… mendengar suara mereka, Bu. Angin berbicara, tanah bergetar, air bernyanyi, dan api… aku bisa merasakannya mengalir di nadiku."

Nari menatap anaknya dengan perasaan bercampur aduk. Ia tahu saat ini akan datang, tapi tidak menyangka secepat ini. "Itachi, mungkin waktunya kau tahu tentang darah yang mengalir dalam tubuhmu."

Namun sebelum Nari sempat melanjutkan, ketukan keras menggema di pintu. Aishi berdiri di ambang pintu bersama dua orang prajurit dari kediaman kepala desa. Wajahnya kaku, matanya menatap Itachi dengan campuran rasa penasaran dan ketegangan.

"Kepala Desa memanggilmu," Kata Aishi tanpa basa-basi.

Tanpa banyak tanya, Itachi bangkit, mengikuti langkah-langkah Aishi menuju aula utama desa. Sepanjang perjalanan, warga desa mengintip dari balik pintu, menatapnya seolah ia adalah makhluk asing.

Di aula, Kepala Desa Ouma sudah menunggu. Pria tua berambut abu-abu itu duduk di atas kursi batu dengan tongkat kayu ukiran naga di tangan kanannya. Tatapannya tajam, namun penuh rasa ingin tahu.

"Itachi," Ouma membuka percakapan, "kemarin kau telah membangunkan sesuatu yang lebih besar dari yang kami bayangkan. Kau harus diuji."

Itachi mengangguk pelan. Ia tahu perjalanan ini baru saja dimulai.

"Aishi, kau yang akan mengujinya," Lanjut Ouma.

Aishi tersentak. "Saya? Tapi..."

"Tidak ada tetapi," potong Ouma. "Kau pemuda terkuat di Aokami, dan kau harus membuktikan seberapa jauh kekuatanmu dibandingkan dengan warisan yang bangkit dalam diri Itachi."

Lapangan Api kembali menjadi saksi bisu pertarungan yang tidak pernah diduga siapa pun. Para tetua berkumpul, pemuda-pemudi Aokami berjejer menyaksikan, dan para prajurit berdiri berjaga.

"Itachi, jangan tahan dirimu," Bisik Nari sebelum pertandingan dimulai.

"Kau siap kalah?" Ejek Aishi sambil menggulung lengan bajunya, tubuhnya dikelilingi percikan api merah membara.

Itachi tidak menjawab. Matanya perlahan berubah warna keemasan, udara di sekelilingnya mulai berdesir.

Ouma mengangkat tongkatnya. "Pertarungan dimulai!"

Aishi melesat terlebih dahulu, kedua tangannya melepaskan bola api yang meluncur cepat ke arah Itachi. Namun, sebelum bola api itu mengenai targetnya, tanah di bawah kaki Itachi bergetar, membentuk dinding tanah yang menghalau serangan itu dengan mudah.

Mata Aishi membelalak, namun tidak gentar. Ia berputar, menginjak tanah, memanggil pilar api yang meloncat dari tanah menuju Itachi. Kali ini, angin menyelimuti tubuh Itachi, membuatnya bergerak secepat kilat menghindar ke samping, kemudian melompat tinggi ke udara.

"Bagaimana mungkin…" Aishi berbisik, mulai merasa tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Dari udara, Itachi mengarahkan kedua tangannya ke tanah. "Arashi!" Teriaknya.

Awan hitam menggumpal dengan cepat, badai petir terbentuk di atas lapangan. Kilatan cahaya menyambar tanah hanya beberapa meter dari Aishi, membuatnya terpental ke belakang.

Ouma mengamati dengan penuh perhatian. "Dia tak hanya menguasai satu elemen…"

Aishi kembali bangkit, wajahnya dipenuhi debu dan amarah. "Aku tidak akan kalah dari anak tanpa elemen sepertimu!" Dengan teriakan keras, api di sekeliling Aishi meledak, membentuk singa api yang mengaum ganas.

Namun Itachi tetap tenang. Ia menunduk pelan, tangan kirinya mengarah ke tanah, tangan kanannya ke langit. Dalam sekejap, air dari sungai di sekitar desa naik membentuk pusaran, angin mengangkat tubuhnya lebih tinggi, petir menyelimuti tangan kanannya, dan getaran tanah menguatkan kakinya.

"Cukup!" Seru Ouma tiba-tiba.

Kedua pemuda itu berhenti, walau energi di sekitar mereka masih belum mereda.

"Itachi, kau tidak hanya pewaris satu elemen, tetapi pewaris Keseimbangan. Kau adalah kunci dari ramalan leluhur, sang Pengemban Kekuatan Semesta," Ujar Ouma dengan suara berat.

Warga desa mulai berbisik, sebagian terpana, sebagian takut.

"Mulai hari ini," Lanjut Ouma, "kau tidak akan lagi dipanggil anak lemah. Kau adalah Harapan Aokami."

Aishi mengepalkan tangan dengan rahang mengeras, namun tidak berkata apa pun. Dalam matanya ada kebingungan yang dalam antara rasa iri dan kekaguman.

Itachi menghela napas panjang. Pertarungan pertamanya berakhir, tapi perjalanannya baru saja dimulai. Ia menatap cakrawala, tahu bahwa dunia di luar Aokami akan lebih besar, lebih berbahaya, dan ia harus siap.

Ia telah bangkit. Kini ia harus belajar mengendalikan segalanya. Ia harus menguasai semua elemen yang terbangun dalam dirinya, menyeimbangkan kekuatan yang selama ini tersembunyi. Takdir telah memanggilnya, dan perjalanan menuju legenda baru telah dibuka. Dalam hatinya, tekad menyala, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua yang selama ini meremehkannya. Dunia akan mengenal nama Itachi sebagai penjaga keseimbangan yang sesungguhnya, dan apapun tantangan yang menantinya, ia bersumpah untuk tidak mundur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   94

    Itachi berdiri beberapa saat di depan gerbang batu yang kini telah kembali tertutup. Permukaan batu itu terlihat biasa saja, seolah tidak pernah ada ujian apa pun di baliknya. Namun tubuh Itachi masih merasakan sisa dingin dari roh kegelapan yang menyatu dengannya.Aoka melangkah mendekat. Ia tidak menyentuh Itachi, hanya berdiri di sampingnya, memastikan bahwa keberadaannya nyata.“Kau benar-benar berubah,” kata Aoka pelan. “Auramu… berbeda.”Itachi mengangguk. “Aku tidak merasa lebih kuat,” jawabnya jujur. “Tapi pikiranku lebih tenang. Suara-suara yang biasanya muncul saat aku ragu… sekarang lebih sunyi.”Aoka menatap wajah Itachi. Ia tahu perjalanan barusan bukan ujian biasa. Roh kegelapan tidak meninggalkan bekas luka fisik, tetapi selalu meninggalkan bekas di dalam diri.“Fenrir?” panggil Aoka.Cahaya biru pucat muncul di udara di depan mereka. Wujud Fenrir masih belum sepenuhnya solid, namun sinarnya lebih stabil dari sebelumnya.“Ujian roh kegelapan telah selesai,” kata Fenrir.

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 93

    Gelap itu terus membesar sampai memenuhi seluruh ruang. Tidak ada lagi arah, tidak ada atas atau bawah. Itachi seperti berdiri di tengah pusaran kegelapan yang berubah menjadi dinding cair, mengalir pelan seperti tinta hidup.Perlahan-lahan, kegelapan itu mulai merayap ke kakinya. Bukan seperti kabut, tetapi lebih seperti tangan-tangan halus yang mencoba menariknya masuk, menggigit pikirannya dari bawah.Itachi menggertakkan gigi, memaksa tubuhnya tetap tegak. Namun setelah beberapa detik, lututnya mulai menekuk. Nafasnya terputus-putus. Setiap udara yang ia hirup terasa dingin dan berat, seperti sedang menarik asap tajam ke paru-parunya.“Jangan runtuh… jangan runtuh…” katanya pada dirinya sendiri.Tapi suara gulungan kegelapan itu semakin keras—seperti angin ribut tanpa arah, namun tanpa suara nyata. Hanya getaran di kepala.Tiba-tiba, dari dalam pusaran gelap, muncul dua mata. Bukan mata manusia. Mata itu seperti dua lubang hitam yang berputar pelan, menarik cahaya yang tidak ada.

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 92

    Begitu kakinya masuk melewati batas bayangan, cahaya dari luar langsung menghilang. Itachi tidak bisa melihat lantai, dinding, atau bahkan tangannya sendiri. Ruangan itu benar-benar gelap total. Suara dari dunia luar juga langsung hilang. Tidak ada suara langkah, tidak ada suara tumbuhan, bahkan napasnya sendiri terasa teredam.“Tenang,” katanya pada dirinya sendiri. “Ini cuma ujian.”Namun, beberapa langkah kemudian… suara samar muncul.“Ta… chi…”Itachi menoleh cepat. Itu suara yang sangat ia kenal—suara Aoka. Suara itu terdengar seperti Aoka sedang terluka dan menahan tangis.“Kenapa… kamu tinggalkan aku?” suara itu berkata pelan.Itachi mengepalkan tangan.“Itu bukan nyata. Itu cuma ilusi.”Suara Aoka semakin jelas.“Aku selalu mendukungmu… tapi kau malah membiarkan aku mati…”Itachi menggertakkan gigi dan terus berjalan. Langkahnya mantap, namun dadanya terasa berat.Beberapa detik kemudian, muncul lagi suara lain—kali ini suara Guru Shunri.“Itachi… kau mengecewakanku. Aku menye

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 91

    Awan perlahan menutup kembali setelah ujian roh angin selesai. Ao Lie menggerakkan tangan, dan jembatan awan yang mereka injak mulai menyusut, kembali terurai oleh angin. Kini mereka berdiri di sebuah dataran kecil yang dipenuhi angin timur, namun suasananya jauh lebih berat dibanding sebelumnya. Ao Lie memandang jauh ke arah barat tengah, ke tempat kabut hitam menggumpal seperti dinding besar. “Itu adalah batas menuju Titik Roh Kegelapan. Tidak ada elemen lain yang berkumpul di sana… hanya kegelapan murni.” Aoka menggigit bibirnya. “Kegelapan yang seperti apa? Apakah sama dengan yang menguasai kuil Guru Shunri?” Ao Lie menggeleng pelan. “Tidak. Kegelapan di kuil hanya pecahan kecil. Yang ini… adalah sumber dari semuanya.” Zentarion menghunus pedangnya. “Kalau begitu, kita harus siap dari sekarang.” Ao Lie menoleh pada Itachi. “Tubuhmu sudah menyatu dengan roh langit dan angin. Tapi titik roh kegelapan tidak akan menerima kekuatan itu dengan mudah. Jika kau masuk dengan car

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 90

    Angin malam berhembus lembut di puncak altar awan setelah Itachi menuntaskan titik roh langit. Cahaya biru yang masih tersisa di tubuhnya perlahan mereda, namun alirannya tetap terasa sampai ke ujung jari. Ao Lie memandangi Itachi dengan tatapan penuh penilaian. “Bagus. Kau sudah membuka gerbang roh langit. Sekarang, kita menuju titik kedua—Titik Roh Angin.” Aoka menghela napas lega. “Untung angin bukan elemen yang agresif seperti api atau kegelapan…” Ao Lie memandangnya sekilas. “Angin bisa sangat berbahaya bila tidak dikendalikan. Ujiannya tidak kalah berat.” Zentarion mengangguk sambil menyampirkan pedang di bahunya. “Aku sudah merasakan getarannya sejak tadi. Angin timur sedang tidak wajar.” Ao Lie melangkah maju, menyapu udara dengan tongkatnya. Dalam sekejap, jalur putih memanjang terbentuk di udara, seperti jembatan dari awan. Itachi menatapnya dengan kagum. “Ini… jalur angin?” “Bukan. Ini celah antara dua arus udara,” jelas Ao Lie. “Hanya bisa dilewati mereka yang sudah

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 89

    Malam semakin dalam ketika rombongan Itachi turun dari puncak altar awan putih. Cahaya biru yang tersisa di tubuh Itachi masih terlihat samar, terutama di sekitar bahu dan dada. Fenrir tidak muncul dalam bentuk visual, namun auranya menempel kuat seperti pelindung besar yang tidak pernah tidur. Ao Lie berdiri di depan mereka, tongkatnya memancarkan cahaya tipis untuk menerangi jalan setapak menurun menuju lembah batu. “Titik Roh Bumi berada jauh di bawah tanah,” kata Ao Lie. “Jika Titik Langit menguji kestabilan roh, maka Titik Bumi akan langsung menguji tubuhmu.” Itachi mengangguk meski napasnya masih sedikit berat. Aoka memperhatikan wajah Itachi dengan cemas. “Kekuatan Fenrir baru saja aktif penuh. Apa tubuhmu tidak terlalu tertekan?” Itachi tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja.” Zentarion menimpali sambil menepuk pedangnya. “Kalau ada bahaya, aku langsung tolong kau.” Ao Lie melirik mereka berdua sebentar. “Jangan terlalu banyak bicara. Kita belum melewati batas aman.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status