Home / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 3 Jalan Menuju Penguasaan

Share

Bab 3 Jalan Menuju Penguasaan

Author: Raden Arya
last update Last Updated: 2025-07-16 22:58:05

Cahaya pagi menembus celah-celah dedaunan hutan Aokami. Angin berembus lembut, membawa aroma embun dan suara burung-burung yang bernyanyi riang. Namun di dalam hutan itu, suasana berbeda. Suara benturan energi menggema, menandai awal perjalanan seorang pemuda yang baru saja menggenggam takdirnya.

Itachi berdiri tegap di tengah lingkaran batu besar. Tubuhnya basah oleh keringat, napasnya terengah, tetapi matanya memancarkan semangat yang tak tergoyahkan. Di hadapannya berdiri seorang pria tua berjubah putih, dengan tongkat kayu besar yang di ujungnya terukir lambang empat elemen: api, air, tanah, dan angin.

"Fokuslah, Itachi," Kata pria tua itu dengan suara berwibawa. "Namaku adalah Hiroto, pelatih para pewaris kekuatan semesta. Mulai hari ini, kau akan berlatih di bawah pengawasanku."

Itachi membungkukkan badan, "Aku siap, Guru Hiroto."

Hari-hari Itachi tidak lagi sama. Sejak pagi buta hingga matahari terbenam, ia ditempa dengan latihan keras. Tidak hanya tubuhnya, tetapi juga pikirannya diuji hingga batas. Hiroto membawanya menyusuri hutan, mempelajari harmoni alam, merasakan kekuatan yang bersemayam di sekelilingnya.

"Untuk menguasai elemen, kau tidak boleh memaksakan kehendakmu," Ujar Hiroto suatu pagi ketika mereka berdiri di tepi sungai. "Air mengalir mengikuti lekukan bumi, tetapi memiliki kekuatan yang dapat menghancurkan batu. Belajarlah dari air, Itachi."

Selama seminggu penuh, Itachi berlatih mengendalikan air. Pada awalnya, tangannya gemetar, setiap percobaan hanya menghasilkan percikan kecil. Namun Hiroto tidak memberi ampun, mendorongnya untuk terus mencoba, terus merasakan getaran di bawah permukaan air.

Hari ke delapan, sebuah keajaiban terjadi. Dengan satu gerakan halus, Itachi mampu mengangkat pusaran air dari sungai, membuatnya berputar di udara sebelum meluncurkannya ke arah batu besar, menghancurkannya seketika.

"Bagus," Hiroto tersenyum tipis. "Kau mulai mengerti."

Setelah air, latihan berlanjut ke elemen tanah. Di lereng pegunungan batu, Hiroto mengajarkan bagaimana mendengar bisikan bumi, merasakan denyut nadi yang tersembunyi di dalamnya. Itachi berlatih mengangkat bebatuan, membentuk dinding pelindung, hingga mengendalikan gempa kecil. Setiap malam, tubuhnya terasa remuk, tetapi semangatnya terus membara.

Tidak lama kemudian, Hiroto membawa Itachi ke dataran berpasir, tempat angin bertiup kencang sepanjang hari. Di sana, Itachi belajar bagaimana menjadikan angin sebagai perisai maupun senjata. Ia mengatur hembusan angin menjadi gelombang yang mampu menghempaskan pepohonan. Sekali waktu, ia bahkan mampu membentuk pusaran tornado kecil yang berputar di telapak tangannya.

Namun yang terberat adalah mengendalikan api. Api, sebagaimana dirinya, liar dan penuh amarah. Setiap latihan bersama elemen ini selalu berujung pada luka bakar, pakaian robek, dan kekecewaan. Hiroto mengajarkan bahwa api bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang pengendalian diri.

"Kemarahanmu adalah senjata sekaligus kehancuranmu, Itachi," kata Hiroto tegas. "Jika kau tidak bisa menenangkan hatimu, maka api akan menelanmu bulat-bulat."

Butuh waktu berminggu-minggu sebelum Itachi mampu menyalakan api dari telapak tangannya tanpa terbakar. Ia mengingat kata-kata ibunya, suara angin yang menenangkan, kesejukan air, kekokohan tanah. Semua itu membantu menyeimbangkan emosinya hingga api tidak lagi membakar dirinya, tetapi menjadi bagian dari dirinya.

Di akhir bulan ketiga, Hiroto membawa Itachi ke pusat pelatihan terakhir, sebuah lembah tersembunyi yang dikenal sebagai Lembah Keseimbangan. Di sana, energi alam berkumpul, membentuk pusaran energi yang bisa melahap siapapun yang tidak mampu menguasai keseimbangan dirinya.

"Di lembah ini, kau akan belajar menggabungkan keempat elemen," Ujar Hiroto. "Tidak mudah, bahkan banyak pewaris sebelum dirimu yang gagal dan memilih mundur. Tapi kau, Itachi, memiliki kekuatan untuk menyatukan mereka."

Itachi mengangguk dengan penuh percaya diri, dalam hatinya merasa sangat yakin bisa menguasa keempat elemen alam semesta, namun...

Latihan di Lembah Keseimbangan lebih berat dari apapun yang pernah ia alami. Tubuhnya diterpa badai, diserang oleh kobaran api liar, dihantam gempa dan dilanda banjir. Itachi tidak hanya harus bertahan, tetapi mengendalikan semua itu dalam satu kehendak.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Luka-luka di tubuhnya semakin banyak, tetapi juga semakin cepat sembuh. Itachi menyatu dengan alam, memahami ritme semesta. Hingga suatu malam, di bawah cahaya purnama, Hiroto memanggilnya ke puncak bukit.

"Inilah waktunya, Itachi," kata Hiroto. "Perlihatkan pada alam semesta siapa dirimu sebenarnya."

Dengan napas panjang, Itachi berdiri di atas lingkaran elemen. Angin berputar di sekelilingnya, air mengalir mengitari kakinya, api berkobar di kedua tangannya, dan tanah bergemuruh di bawahnya. Ia menutup mata, mengatur pernapasan, membiarkan kekuatan itu menyatu dalam dirinya.

"Aku adalah pewaris Keseimbangan," bisiknya.

Ledakan energi meletus dari tubuhnya, langit bergetar, lembah berpendar dengan cahaya yang belum pernah terlihat sebelumnya. Dari kejauhan, para tetua desa Aokami melihat pilar cahaya yang menjulang ke langit, menandakan kebangkitan legenda baru.

Ketika cahaya mereda, Hiroto menatap muridnya dengan bangga. "Mulai hari ini, kau bukan lagi hanya seorang anak desa. Kau adalah Penjaga Keseimbangan, pelindung dunia dari kehancuran yang akan datang."

Namun, belum sempat Itachi merayakan pencapaiannya, suara gemuruh terdengar dari utara. Langit menghitam, aura gelap menyelimuti cakrawala.

"Guru… apa itu?" Tanya Itachi dengan alis mengernyit.

Hiroto menatap ke arah langit dengan ekspresi serius. "Itu adalah bayangan lama… Kegelapan yang ingin menghancurkan keseimbangan dunia. Waktumu belajar telah berakhir, Itachi. Kini waktumu berperang."

Dan dengan langkah mantap, Itachi bersiap melangkah ke babak berikutnya dari takdirnya. Dunia sedang berubah, dan ia harus berada di garis depan pertempuran demi masa depan semua makhluk hidup di dunia ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 70. Masa Lalu Artheon

    Guru Shunri tersenyum hangat. “Bukan mengendalikan, Itachi. Tapi menyatukan. Kau bukan penguasa alam, kau bagian dari alam itu sendiri. Jika kau bisa memahami hal itu, maka tak ada kekuatan yang bisa melawanmu.” Kabut perlahan menipis. Cahaya mentari pagi mulai menghangatkan kulit. Dan di tengah ketenangan itu, Itachi menatap cakrawala merasakan bahwa hari itu bukan sekadar latihan, melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih besar. Roh-roh di udara berbisik lembut seolah menyambut kebangkitannya. Sementara dari kejauhan, Guru Shunri memejamkan mata, bergumam pelan, “Artheon… pewarismu telah mulai memahami bahasa dunia. Kini, takdir akan mulai bergerak lagi.”Udara malam di Kuil Roh Puncak Sembilan Langit terasa begitu tenang. Angin berhembus lembut membawa aroma dupa dan dedaunan kering, sementara kabut putih menari di antara lentera-lentera batu yang berjejer di halaman. Itachi duduk bersila di bawah pohon suci, di depan kolam roh yang memantulkan cahaya bulan samar.Namun mal

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 69. Pelatihan Elemen Roh Dasar

    Pagi hari di Kuil Roh diselimuti kabut lembut yang bergulung seperti tirai sutra putih. Embun menggantung di ujung dedaunan, dan hawa spiritual yang tenang menyelimuti seluruh puncak. Cahaya mentari pertama menembus awan tipis, memantulkan warna keemasan di atas atap kuil kuno itu.Di tengah halaman batu yang luas, Itachi berdiri dengan tubuh tegap. Di hadapannya berdiri Guru Shunri, sang pengendali roh agung, berpakaian jubah putih panjang dengan bordiran simbol spiral yang melambangkan keselarasan antara alam dan jiwa. Tatapannya lembut, namun penuh kedalaman seperti samudra yang tak terukur.Di sisi lain, Aoka dan Nala berdiri memperhatikan dari bawah pohon suci. Keduanya tampak menahan napas, karena atmosfer pelatihan hari itu terasa berbeda. Aura spiritual yang begitu pekat memenuhi udara.“Elemen roh,” ucap Guru Shunri perlahan, suaranya bergema lembut namun penuh wibawa, “adalah elemen tertua yang lahir sebelum bahkan api dan air diciptakan. Roh adalah nafas alam semesta, pengh

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 68. Kepercayaan Roh Kuno Qilin Kepada Itachi

    “Guru,” katanya perlahan, “apakah… aku akan mengalami hal yang sama?”Guru Shunri menatapnya lama. “Tak ada dua jalan takdir yang benar-benar sama, Itachi. Namun sejarah memiliki kebiasaan buruk ia selalu mencoba berulang, menunggu seseorang yang cukup kuat untuk memutus rantainya.”Aoka menatap Itachi, hatinya berdesir tak tenang. Ia bisa melihat kegelisahan di mata pemuda itu, bayangan Artheon seolah menempel di dalam dirinya.Shunri lalu berdiri, berjalan ke arah Itachi dan menepuk pundaknya.“Artheon gagal karena ia tak bisa menyeimbangkan hati dan kekuatannya. Kau berbeda. Kau memiliki rasa takut… dan itu baik. Karena hanya orang yang takut kehilangan, yang benar-benar tahu arti melindungi.”Zentarion muncul sepenuhnya, menatap Shunri dan mengangguk hormat. “Ia mungkin belum sehebat Artheon… tapi aku tahu, api dalam dirinya berbeda. Ia bukan hanya ingin melawan kegelapan, ia ingin mengubahnya.”Guru Shunri tersenyum. “Maka biarlah sejarah memberi kesempatan kedua bagi semesta ini

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 67. Pewaris Kekuatan Elemen Semesta Pertama

    Aoka tersenyum haru. “Itachi… kau sudah melangkah jauh sekali.” Nala yang duduk di sampingnya juga menatap kagum, “Rasanya… auramu kini seperti bukan manusia biasa.” Guru Tua kemudian menepuk bahu Itachi dengan lembut. “Istirahatlah malam ini. Besok, aku akan memperkenalkanmu pada Roh Penuntun Langit, roh yang hanya akan muncul di hadapan mereka yang benar-benar selaras dengan dirinya.” Sambil menatap langit sore yang mulai memerah, Itachi menggenggam Reizenkai dan berbisik lirih, “Zentarion… terima kasih. Aku tahu, perjalanan ini baru dimulai.” Roh pedang itu menatapnya tenang. “Dan aku akan terus di sisimu… sampai hari di mana langit dan bumi berhenti berputar.” Pada keesokan harinya... Langit pagi di puncak Kuil Roh tampak tenang, namun hawa spiritual di sekitarnya terasa berat dan dalam. Kabut lembut menari di antara pilar-pilar batu, seolah menyembunyikan rahasia ribuan tahun di balik tempat suci itu. Itachi, Aoka, dan Nala berdiri di hadapan Guru Tua Shunri, sang pen

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 66. Pertemuan Kembali Dengan Guru Shunri

    “Aku... takut suatu saat segel kutukan ini membuatku kehilangan kendali. Sama seperti bagaimana Api Abadi mencoba menguasaimu.” Itachi menatapnya lembut. “Kalau itu terjadi, aku akan ada di sana untuk menahanmu.” Aoka menambahkan dengan senyum penuh keteguhan, “Dan aku akan melindungimu, bahkan kalau itu berarti harus melawan seluruh langit.” Nala tersenyum kecil, air matanya hampir jatuh. “Kalian berdua... selalu bicara seperti pahlawan. Tapi... terima kasih.” Itachi memandang dua orang yang kini sudah seperti keluarganya sendiri. Dalam hatinya, ia berjanji tak akan membiarkan siapa pun lagi menderita seperti dulu. Di langit, bintang jatuh melintas sejenak, meninggalkan jejak cahaya putih keperakan di udara. Aoka menatapnya dan berkata pelan, “Kau lihat itu, Itachi? Itu pertanda.” “Pertanda apa?” “Bahwa perjalanan kita belum selesai.” Itachi menatap jauh ke cakrawala, di mana langit dan bumi bertemu. Dalam hatinya, suara Zentharion bergema pelan suara yang hanya bisa ia deng

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 65. Antara Keraguan Dan Nyala Tekad

    Aoka dan Nala saling berpandangan. Ada rasa tenang yang aneh di sekitar pria tua itu, tapi juga kekuatan yang begitu dalam, seperti lautan tanpa dasar. Sementara Ba Xian duduk di atas bahu Itachi sambil tertawa kecil. “Hati-hati, ya. Kalau beliau mulai bicara soal keseimbangan alam semesta, siap-siap kepalamu berasap.” Guru tua itu tersenyum tipis mendengar celoteh si kera, lalu menatap kembali pada Itachi. “Baiklah, anak pewaris elemen semesta. Malam ini kalian akan beristirahat di bawah atap langit. Besok, pelajaran pertama akan dimulai, bukan tentang kekuatan, tapi tentang diri kalian sendiri.” Suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara hewan-hewan roh yang bernafas lembut di sekitar mereka, dan langit yang perlahan diselimuti cahaya bintang. Itachi menatap ke langit, lalu ke arah kuil yang berdiri megah di hadapannya. Ia tahu… langkah berikutnya akan menjadi awal dari ujian baru, bukan hanya melawan kegelapan di luar, tapi juga kegelapan yang tersembunyi di dalam dirinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status