"Ada apa lagi?" tanya Kepala HRD yang masih kesal."Itu, Pak. Demi kenyamanan karyawan lain, Pak Direktur meminta Alana untuk berganti pakaian yang sudah robek," jelas perempuan itu."Oh, kupikir ada apa," jawab Kepala HRD, "Alana, cepatlah berganti pakaian dulu," sambungnya.Alana kaget, ternyata sejak awal Direktur perusahaan sedang memperhatikannya. Ia merasa malu dan canggung saat sadar setiap gerak-geriknya diperhatikan oleh orang hebat sekelas Presiden Direktur."B-baik, dimana saya bisa berganti pakaian?" tanya Alana, canggung."Di ruang khusus milik Direktur, karena perusahaan tidak memiliki ruang ganti pakaian," terang perempuan itu.Alana merasa tak nyaman, bagaimanapun ia masih asing dengan lingkungan perusahaan. Ia juga tak tahu apakah Direktur ini orang mesum atau bukan. Bagaimana jika ternyata di ruangan itu ada kamera CCTV? Bukankah seseorang akan melihatnya berganti pakaian?"Bagaimana? Tenang saja, kami menjamin keamanan setiap karyawan," sambungnya lagi."O-oh, baikl
"Itu… Ajudan keluarga Lucio masih terus mengintai perusahaan kita. Tadi saya bertemu dengan mereka saat di restoran," jelas Danu."Apa mereka melihatmu?" tanya Evan, yang masih menatap istrinya."Tidak, saya sengaja mengenakan masker untuk berjaga-jaga.""Bagus. Nanti, suruh orang bayaran untuk mengintai Ajudan keluarga Lucio. Jangan sampai mereka mendekati perusahaan, apalagi sampai tahu keberadaanku.""Baik, Pak!"Menit hingga jam berganti, tak terasa sudah waktunya pulang. Evan sengaja pulang lebih awal agar bisa berpura-pura menjemput Alana dengan motor pinjaman tadi pagi.Evan sudah menunggu di depan gedung dengan mengenakan masker dan jaket bertudung. Hingga saat keluar dari gedung, Alana yang sedang berbincang dengan Aldi pun langsung melihat Evan."Sayang, ini Kak Aldi yang aku ceritakan kemarin," ucap Alana."Evan!" Menyodorkan tangan mengajak berjabat."Aldi... aku suami dari sahabatnya Alana," jelasnya yang takut Evan salah paham. "Kalau begitu, aku duluan ya." Aldi pamit d
Alana heran mengapa orang tuanya langsung bersembunyi saat melihat pria di luar rumah. Ia pun langsung keluar menghampiri pria tersebut."Maaf, cari siapa?" tanya Alana, penasaran."Apa benar ini rumah Alana? Anak dari Rudi dan Desy?" tanya pria itu dengan nada meninggi.Alana sedikit ragu saat menjawab."I-iya, saya Alana," jawabnya, sedikit gugup."Oh, ternyata kamu! Cantik juga," goda pria itu sambil menatap Alana dengan genit.Alana merasa ngeri sendiri melihat tatapan genit dari pria yang penampilannya seperti preman itu.Mendengar pria itu menggoda Alana, Evan langsung keluar dan menemuinya."Ada apa mencari istriku?" Evan menatap tajam pria bertubuh gempal tersebut."Aku tidak ada urusan denganmu. Orang tua perempuan ini mengatakan jika dialah yang akan melunasi hutang mereka padaku," jelas pria itu.Alana memegang tangan Evan sambil gemetaran. Ia sungguh tak menyangka jika orang tuanya sampai hati meminta dirinya untuk bertanggung jawab atas hutang mereka."Mengapa harus istri
"Ini, Kakak lihatlah sendiri." Brian menunjukan selembar kertas pada Alana."Tiga puluh juta? Hanya uang pendaftaran kuliah saja sudah sebanyak ini! Apa kamu tidak berpikir dulu sebelum masuk ke universitas bergengsi seperti ini?" bentak Alana."Kan Kakak sudah mulai kerja di Astira! Semua orang tahu kalau gaji di sana itu besar, makanya aku berani daftar kuliah," sahut Brian."Astira… Astira… Astira…! Kalian pikir aku tidak memiliki kebutuhan?" bentak Alana yang benar-benar muak dengan keluarganya sendiri.Evan hanya menyimak. Ia ingat sekali jika uang yang mereka pinjam dari Joni adalah lima puluh juta. Sedangkan uang pendaftaran Joni hanya tiga puluh juta."Rentenir itu menagih lima puluh juta! Lantas kemana yang dua puluh juta?" tanya Evan yang terpaksa ikut campur.Mendengar Evan ikut bicara, Rudi dan Desy langsung menatap tajam pada menantunya itu."Apa? Lima puluh juta? Kemana uang yang dua puluh juta?" gertak Alana, sambil memegangi keningnya karena pusing."Untuk membayar uan
Evan hampir saja menabrak pejalan kaki yang sedang menyebrang. Ia menghindar dengan membelokkan motor ke sembarang arah. Hingga, tanpa sengaja kaki Alana menyerempet badan mobil yang berada di sebelah motor mereka."Aw… sayang, dengkulku sakit," ringis Alana.Mendengar Alana kesakitan, Evan pun segera menepikan motornya dan mengecek kondisi istrinya tersebut."Maafkan aku, gara-gara keteledoranku kamu malah jadi terluka begini." Evan panik sekaligus merasa bersalah."Tidak apa-apa, nanti lebih berhati-hati saja. Jangan mengendarai motor sambil melamun," protes Alana."I-iya, Sayang. Sekarang kita obati dulu ya. Ada klinik bagus dekat sini," ajak Evan.Alana menahan tangan Evan. "Tidak usah! Klinik itu terkenal mahal, belikan aku alkohol dan plester saja. Itu sudah cukup," pintanya.Evan merasa sesak saat mendengar ucapan istrinya itu. Di saat ia memiliki banyak uang dan harta, Alana malah berpikir untuk berhemat meski lututnya sudah bercucuran darah."Jangan pikirkan soal uang! Aku ak
"Ah ini, aku mau mengantarkan obat pereda nyeri," ucap Evan sambil berpura-pura meraba-raba saku, "kenapa tidak ada, padahal tadi sudah aku bawa," sambungnya.Alana tak sedikitpun curiga pada suaminya itu, ia malah khawatir kalau ada karyawan lain yang melihat Evan disini dan mengusirnya karena bukan bagian dari perusahaan.Alana segera menarik Evan. "Sayang, kamu harus cepat keluar dari sini. Aku takut nanti kamu malah kena marah."Evan hanya pasrah, ia berusaha untuk terlihat senatural mungkin dengan berpura-pura merasa gelisah.Alana beberapa kali berpapasan dengan karyawan lain. Sebagian dari Karyawan itu menatap Alana dan Evan dengan tatapan terkejut, tak percaya jika sang Presdir yang mengerikan itu sedang dituntun oleh seorang karyawan biasa.Lain dengan Alana yang berpikir jika para karyawan itu terkejut karena melihat orang biasa bisa seenaknya masuk ke perusahaan bergengsi sekelas Astira."Sayang, setiap kali berpapasan dengan karyawan lain mereka malah menatap aneh pada kit
"Apa mungkin dia salah satu orang yang saat itu merundungku," gumam Alana, merasa gelisah."Hah, merundungmu? Bisa saja dia orangnya, yang namanya istri orang kaya wajar saja jika seenaknya pada orang lain," bisik Risa yang takut ucapannya terdengar oleh orang lain.Alana hanya tersenyum mendengar ucapan Risa yang ceplas-ceplos. Namun, ia sedikit tak menyangka jika salah satu peserta seleksi kemarin salah satunya adalah istri Presdir. Meski begitu, Alana sangat salut pada Presdir yang tetap memberi sanksi pada orang yang salah meski itu adalah istrinya sendiri.Jam isitirahat pun habis, Alana dan Risa kembali ke ruang kerja. Hingga waktu pulang tiba, barulah mereka bisa sedikit bersantai dari pekerjaan yang tak kunjung habis."Alana, kamu bawa kendaraan sendiri?" tanya Risa, sambil meregangkan badan."Biasanya suamiku datang menjemput," jawab Alana."Suami? Jadi, kamu sudah menikah?" Risa tertawa, ia tak menyangka jika orang yang terlihat muda seperti Alana ternyata sudah menikah.Ala
Meski cemas mereka berdua tetap pulang ke rumah."Sayang, kamu masuk duluan saja, aku akan mencari tahu siapa mereka sebenarnya," titah Evan.Alana tak berpikir macam-macam, ia langsung menuruti saja apa yang Evan suruh. Karena terlihat dari sisi mana pun dua orang itu sangatlah menyeramkan, yang membuat Alana takut untuk berurusan dengan mereka.Setelah Alana masuk ke dalam rumah, Evan pun langsung meminta kedua orang itu untuk berbincang dengan sedikit menjauh dari rumah."Jadi, ada urusan apa kalian kemari? Bukankah aku sudah mengatakan agar kalian tak usah menemuiku lagi," gertak Evan."Maaf Tuan muda! Kami diperintahkan untuk menyampaikan sesuatu pada Anda," ujar salah satu dari dua pria tersebut."Apa lagi?" tanya Evan, kesal.Pria itu kemudian memberikan sepucuk surat yang ternyata adalah tulisan dari kedua orang tuanya.Evan kemudian membuka surat tersebut.'Evanders Lucio. Ibu sudah tahu jika perempuan itu adalah penyebab yang telah membuatmu menjadi seperti ini. Ibu benar-ben