Pewaris Tunggal Sang Presdir

Pewaris Tunggal Sang Presdir

last updateLast Updated : 2021-12-14
By:  Mini AdilaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
122 ratings. 122 reviews
45Chapters
58.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Pewaris Tunggal Sang Presdir Sinopsis: Camilia dan Brandon adalah sepasang ibu dan anak. Camilia adalah bekas perawat dan pengasuh yang hamil dengan majikannya yang seorang Presiden Direktur perusahaan Cakrawala Abadi Property. Brandon merupakan anak yang dilahirkan Camilia. Meskipun merupakan anak di luar nikah, Brandon diangkat menjadi pewaris ayahnya berkat kemampuannya yang hebat dalam membuat desain property. Hak waris Brandon menjadi rebutan oleh istri sah sang ayah beserta anak-anaknya. Mereka bekerja sama menyingkirkan Brandon. Brandon berhasil mewujudkan mimpinya menjadi ahli desain property yang hebat, berkat kegigihan dan semangat pantang mundurnya. Brandon memulai kariernya di bawah. Sepanjang perjalanan hidup, Camilia dan Brandon penuh rintangan. Sepasang ibu dan anak itu sering terluka. Bahkan Brandon terjebak cinta di antara dua wanita yaitu wanita cinta pertamanya dan seorang wanita yang selalu mendampingi melalui ujian hidup.

View More

Chapter 1

1. Malam yang Tak Terduga

Dengan wajah sepucat kertas, Puspa Rahayu menggenggam lembar hasil pemeriksaan yang menyatakan hamil di luar kandungan. Ia pencet nomor HP suaminya—suami secara hukum, setidaknya.

Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya tersambung. Suara Indra Wijaya tetap datar, tanpa gelombang emosi, seperti biasa, "Ada apa?"

Genggamannya di kertas laporan mengencang. Tenggorokannya terasa tercekat. Ia berkata dengan suara lirih, "Kamu bisa nggak datang ke rumah sakit sebentar?"

Indra belum sempat menjawab, namun suara perempuan terdengar dari seberang, ceria dan agak terkejut, "Indra, ini hadiah ulang tahun darimu?"

Nggak ada pertanyaan lanjutan. Indra langsung memutuskan percakapan dengan cepat. "Aku sedang sibuk. Hubungi Sekretaris Cakra saja."

Sebelum sambungan benar-benar terputus, Puspa masih sempat mendengar suara lembut dari suaminya, suara yang tak pernah ia dapatkan, "Suka nggak?"

"Indra..."

Namun sebelum ia bisa selesaikan panggilannya, yang terdengar hanya nada sibuk. Jemarinya yang memegang laporan semakin menggenggam erat hingga buku-bukunya memutih.

Puspa tahu siapa perempuan itu—Wulan Hasmita. Cinta lama Indra, yang nggak pernah benar-benar pergi dari hatinya.

"Keluargamu sudah datang?"

Dokter memandang Puspa kembali seorang diri dan bertanya.

Wajah Puspa masih pucat pasi, "Aku tanda tangan sendiri."

Dokter yang sudah kenyang pengalaman nggak kelihatan kaget.

Berbaring di atas ranjang operasi yang dingin, mata Puspa menatap kosong ke langit-langit. Instrumen logam masuk ke tubuhnya tanpa peringatan. Setetes air mata meluncur di sudut matanya, mengalir hingga tenggelam di helai rambut.

Ia tersenyum miris dalam hati. ‘Ya, bagaimana mungkin dirinya yang cuma ‘penangkal sial’ bisa dibandingkan dengan cinta sejatinya?’

Pernikahan mereka sejak awal adalah lelucon belaka.

Lima tahun lalu, Indra mengalami kecelakaan parah. Dokter sudah angkat tangan. Keluarga Wijaya, nggak ingin ia meninggal sendirian di usia muda, ingin memberinya ‘kehidupan yang lengkap’ sebelum ajal menjemput.

Karena kecocokan perhitungan tanggal lahir mereka, Puspa dipilih sebagai ‘istri penangkal sial’. Kalau bukan karena itu, ia nggak akan pernah punya kesempatan masuk ke keluarga Wijaya.

Namun keajaiban terjadi. Nggak sampai sebulan setelah menikah, bukannya mati, Indra justru berangsur pulih.

Apa yang nggak bisa diselesaikan ilmu kedokteran, bisa diselamatkan oleh takhayul. Dan karena jasa ‘selamatkan nyawa’ itu, Puspa pun duduk sebagai Nyonya Wijaya.

Siapa suruh ia bawa ‘keberuntungan’?

Sebelum Wulan kembali pulang, hubungan mereka sebenarnya masih bisa disebut baik. Nggak ada cinta, tapi masih bisa saling menghormati.

Namun sejak perempuan itu kembali, semuanya berubah.

Seperti batu yang dilempar ke permukaan danau, mengacaukan ketenangan yang ada.

Keluar dari ruang operasi, Puspa berjalan lunglai, wajahnya seputih salju.

"Nyonya."

Suara familiar menyapanya. Sekretaris Cakra tiba-tiba muncul. Puspa terkejut, matanya sedikit bersinar. Ia refleks melirik ke arah mobil hitam di belakangnya.

Sekretaris Cakra berkata pelan, "Pak Indra nggak bisa tinggalkan pekerjaannya."

Kalimat itu langsung meredupkan cahaya di matanya. Ia menarik sudut bibir, senyum pahit tersungging. Untuk apa berharap?

Di perjalanan pulang, Puspa menerima sebuah pesan.

Sebuah foto selfie dari Wulan. Bukan yang pertama. Seharusnya ia sudah menghapus kontak perempuan itu, tapi dia malah ‘gatal’ sendiri dan nyimpen kontak itu..

Namun bukan senyum menangnya yang menarik perhatian Puspa—melainkan kalung berlian di lehernya.

[Cantik, ya? Hadiah dari Indra.]

Puspa mengenali kalung itu. Sebulan lalu, ia yang temani Indra ke pelelangan untuk membelinya.

Ia pikir kalung itu akan jadi hadiah ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Ternyata, ia cuma sedang berkhayal sendirian.

Vila Asri.

Begitu masuk rumah, Bu Sekar langsung menyambut, "Nyonya, bahan masakannya sudah siap."

Puspa terdiam sejenak, lalu berkata, "Batalkan saja. Nggak perlu."

Hari ini ulang tahun kelima pernikahan mereka. Awalnya, ia ingin siapkan makan malam istimewa untuk merayakan.

Tapi dibandingkan hari jadi pernikahan, ulang tahun sang kekasih lama tampaknya jauh lebih penting bagi Indra.

Melihat wajah pucat Puspa, Bu Sekar hendak bertanya, tapi wanita itu sudah melangkah naik ke atas.

Sebelum menghilang, Puspa berujar pelan, "Nggak usah siapkan makan malam untukku."

Di bawah sinar bulan, Indra akhirnya pulang.

Bu Sekar menyambut dan mengambil jasnya.

Nggak lihat sosok yang biasanya selalu menunggu di depan pintu, ia bertanya, "Dia di mana?"

"Nyonya sudah naik untuk istirahat," jawab Bu Sekar.

Kamar tidur utama.

Puspa berbaring menyamping. Tidurnya memang nggak pernah nyenyak. Suara mobil berhenti tadi sudah cukup membuatnya sadar. Ia pikir malam ini suaminya nggak akan pulang.

Pintu kamar terbuka. Kasur di sebelahnya tiba-tiba tenggelam saat seseorang naik. Aroma tubuh yang familiar langsung tercium, disusul napas hangat di lehernya.

Setelah bertahun-tahun berbagi tempat tidur, mana mungkin ia nggak tahu apa maksud suaminya?

Tangannya bergerak menepis tangan pria itu, menolak secara halus namun tegas.

Indra tampak heran. Biasanya, ia nggak pernah menolak.

"Kamu kenapa?"

Puspa menjawab tenang, "Aku sedang haid."

"Hari ini bukannya masa subur?"

Matanya menegang. Dulu, ia bisa menipu diri sendiri bahwa perhatian Indra berarti sesuatu.

Tapi kini, ia harus sadar.

Ia tahu kenapa sang suami selalu ingat jadwal masa suburnya—karena keluarga Wijaya ingin cucu, dan nggak ingin kelewatan ‘hari yang tepat’.

Maka setiap bulan, Indra akan ‘bekerja keras’, seperti sapi jantan yang sedang musim kawin.

Namun yang ia nggak tahu, hanya beberapa jam lalu, ia sudah kehilangan kesempatan untuk jadi ayah.

Puspa menyentuh perutnya, membayangkan bayi yang nggak akan pernah tumbuh di rahimnya. Hatinya seperti diremas-remas, sesak hingga sulit bernapas.

Sejak tahu dirinya hamil, hingga dinyatakan kehamilan itu di luar kandungan, hanya tiga puluh menit berlalu. Tapi bagi Puspa, rasanya seperti terjun dari surga ke neraka.

Saat ia berada di ujung keputusasaan, suaminya malah bersenang-senang dengan cinta lamanya.

Tenggorokannya tercekat, matanya kembali memanas.

Indra akhirnya bertanya, "Kamu ke rumah sakit tadi, kenapa? Ada yang sakit?"

Pertanyaan yang datang terlambat itu nggak bawa kehangatan. Justru membuat dada Puspa semakin dingin.

Ia menatap pria yang telah membuatnya jatuh cinta selama sepuluh tahun—lima tahun menyimpan perasaan, lima tahun menjadi istri. Separuh hidupnya ia dedikasikan untuknya.

"Ayo kita cerai."

Ia nggak ingin menunggu lebih lama.

Indra tampak nggak terpengaruh. Ia mengangkat tangan, menyentuh keningnya. "Kamu demam?"

Puspa menepis tangannya, nadanya mantap, "Aku nggak ingin jadi penghalang cintamu. Kalau kita cerai, kau bisa bersama Wulan tanpa harus sembunyi-sembunyi."

Dahi Indra berkerut halus. "Kamu sedang cemburu?"

Cemburu? Apa ia punya hak untuk itu?

Seperti yang pernah dikatakan Wulan—yang tidak dicintai adalah pihak ketiga yang sesungguhnya.

"Aku dan Wulan nggak ada hubungan apa-apa. Kami hanya teman."

Teman? Teman yang bisa tidur bersama?

Menahan pahit di tenggorokan, Puspa berkata, "Besok aku akan cari pengacara dan urus surat cerai. Aku yang minta cerai, tapi kamu yang salah. Jadi aku tetap mau kompensasi yang layak"

Ia bukan malaikat. Ia nggak akan pergi dengan tangan kosong.

Cinta nggak ia dapatkan, masa hartapun ia lepaskan?

Ia tahu setelah cerai, hidupnya nggak akan semewah saat menjadi Nyonya Wijaya. Tapi ia juga nggak bodoh untuk menyia-nyiakan segalanya demi harga diri kosong.

Wajah Indra, yang biasanya tanpa ekspresi, akhirnya menunjukkan ekspresi nggak senang. "Kamu marah Karena aku nggak nemanin kamu ke rumah sakit? Aku sudah minta Cakra untuk jemput kamu. Biasanya kamu nggak sesensitif ini."

Ucapannya membuat dada Puspa kembali teriris. Ia bahkan merasa seolah Indra menganggap kiriman sekretarisnya itu adalah bentuk kebaikan besar.

"Kamu tahu ini hari apa?"

Sorot mata Indra menunjukkan keraguan. Puspa melihatnya jelas, dan tatapan mengejek itu justru makin menjadi-jadi.

"Ulang tahunmu?"

Untuk sekali ini, suara Puspa terdengar tajam."Menurutmu... siapa yang sedang kamu pikirkan sekarang?"
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Ratings

10
98%(120)
9
2%(2)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
122 ratings · 122 reviews
Write a review

reviewsMore

Martin Chin
Martin Chin
lama ya, jgn dikit2 bentar aja habis bacanya
2021-08-04 17:39:42
1
0
Martin Chin
Martin Chin
lama apdate nya
2021-07-31 21:03:55
1
0
Martin Chin
Martin Chin
lama amat tulis yg bnyk
2021-07-30 21:21:31
3
0
Arthie avrillia
Arthie avrillia
kim tak gu
2021-07-24 22:03:51
1
0
Martin Chin
Martin Chin
sedikit amat kapan tamat tolong di percepat biar selesai tamat hehehe
2021-07-08 23:08:30
1
0
45 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status