Home / Romansa / Pewaris Tunggal Sang Presdir / 5. Keberadaan Camilia

Share

5. Keberadaan Camilia

Author: Mini Adila
last update Last Updated: 2021-04-11 07:19:16

Beberapa bulan kemudian

Tuan Alfonso duduk termenung sendirian di ruangan kerjanya yang terpisah dengan rumah utama. Dia kemudian berdiri dan melangkah menuju kamar yang tersekat oleh dinding. Presiden Direktur perusahaan property itu kemudian menghampiri lemari kaca yang berada di sudut kamar.

Lemari kaca telah dibukanya. Dia kemudian menyentuh sebuah kotak yang berisi peralatan pendeteksi tekanan darah. Hal itu mengingatkannya pada Camilia yang telah beberapa bulan menghilang. Batin Tuan Alfonso merasa rindu dengan perawatnya itu yang telah membuat dirinya jatuh cinta.

Sementara, di rumah utama, Nyonya Merry menunggu kedatangan asisten pribadi kepercayaan anaknya. Nyonya Besar itu, sesekali mendongak ke arah benda bulat yang menempel di dinding.

"Permisi, Nyonya Besar! Saya telah datang," panggil Tuan Reinhard yang telah berdiri di depan pintu ruangan Nyonya Merry.

"Masuklah! Aku telah menunggu sejak tadi." Nyonya Besar mempersilakan Tuan Reinhard untuk segera masuk ruangannya.

Tuan Reinhard pun segera memutar handel pintu dan masuk ke ruangan itu. Dia duduk berhadapan dengan Nyonya Merry.

"Bagaimana dengan anak itu? Apakah kamu telah mencarinya? Aku sedang membicarakan Camilia, apakah kamu mengerti?" tanya Nyonya Merry setelah beberapa bulan merasa kebingungan dengan keberadaan Camilia.

"Iya, Nyonya. Bahkan, saya juga telah menyuruh beberapa orang untuk mencari ke kota kelahirannya dan tempat-tempat yang biasa dikunjunginya," sahut Tuan Reinhard kemudian.

"Terus, bagaimana hasilnya? Apakah sudah ada laporan mengenai anak itu?" cecar sang Nyonya Besar.

"Saya kehilangan jejaknya, Nyonya. Apalagi dia tidak mempunyai kerabat," balas sang asisten pribadi Tuan Alfonso.

"Betulkah?" Nyonya Merry tersentak mendengar kabar jika Camilia tidak ada kerabat satupun di kota kelahirannya. Nyonya Besar merasa telah putus harapan untuk menemukan Camilia. Wanita tua itu menarik napas berat.

"Iya, Nyonya." 

"Kandungan anak itu pasti telah membesar," gumam Nyonya Merry sembari menoleh ke arah jendela.

"Saya akan segera mengirim orang yang banyak untuk mencarinya lagi hingga ke sudut-sudut kampung sekitar kota kelahirannya, Nyonya. Jadi, saya mohon jangan cemas, Nyonya!" Tuan Reinhard berusaha membujuk Nyonya Besar itu agar tenang dengan kebohongan yang ia ciptakan. Selama ini, asisten pribadi Tuan Alfonso itu tidak bersungguh-sungguh mencari keberadaan Camilia.

"Lalu ... pada siapa kamu berpihak? Kepada anakku atau kepada istrinya? Untuk siapa kamu bekerja di sini?" tanya Nyonya Merry saat asisten pribadi anaknya itu hendak undur diri. Tuan Reinhard terkejut mendengar pertanyaan wanita tua itu yang tiba-tiba. Lelaki itu merasa disudutkan.

Tuan Reinhard terdiam sejenak. Dia teringat dengan Nyonya Agatha yang telah mengandung 3 bulan benih cinta bersamanya. Nyonya Agatha mengatakan jika perusahaan property itu kelak menjadi milik anak yang dikandungnya.

"Bekerja untuk siapa dirimu?" tanya Nyonya Merry lagi, membuat lamunan Tuan Reinhard buyar seketika.

"Sa-saya bekerja untuk perusahaan Cakrawala Abadi Property, Nyonya. Demi pertumbuhan dan kejayaan perusahaan." Tuan Reinhard menjawab dengan hati-hati atas pertanyaan Nyonya Merry. Dia takut jika Nyonya Besar itu menjebak dirinya.

"Jangan sampai tujuanmu keluar dari motivasi itu! Lebih baik kamu temukan Camilia terlebih dahulu! Bawa dia kembali ke sini dalam keadaan baik-baik saja!" desak Nyonya Besar.

Tuan Reinhard teringat lagi ucapan Nyonya Agatha yang saat ini mengandung buah hati bersamanya. Satu sisi wanita yang dicintainya menginginkan dirinya untuk mencari Camilia dan membuang bayi yang dikandungnya. Sedangkan sisi yang lain, Nyonya Merry yang juga majikannya, menyuruh membawa Camilia kembali dengan keadaan baik-baik saja. Tuan Reinhard saat ini merasa dilema, tetapi hatinya tahu persis dia harus berbuat apa.

"Baik, Nyonya," jawabnya kemudian. Tuan Reinhard lantas berpamitan untuk kembali ke kantor. 

Nyonya Merry yang menatap punggung asisten pribadi anaknya itu lantas tersenyum penuh arti. Wanita tua itu seolah-olah tahu apa yang disembunyikan Tuan Reinhard.

Tuan Reinhard melajukan mobil dengan kencang menuju perusahaan. Tak berapa lama, lelaki itu tiba dan bergegas masuk ke ruangannya. Baru sejenak dirinya duduk di kursi kerjanya, telepon terdengar berdering. Dia lantas berbicara dengan seseorang di ujung telepon.

Pembicaraan Tuan Reinhard  selesai dan ditutup dengan senyuman menyeringai. Lelaki itu lantas bergegas keluar ruangan lagi dan meninggalkan perusahaan. Dia juga mengajak beberapa orang untuk menumpang di mobil yang sama menuju suatu tempat.

Tuan Reinhard memberikan komando kepada orang-orang yang diajaknya sembari mengemudikan mobil. Mereka yang berada satu mobil merasa paham dan menurut pada setiap ucapan dan perintah Tuan Reinhard.

Mobil yang dikemudikan tangan kanan Tuan Alfonso itu tiba di sebuah klinik terpadu milik pemerintah yang berada di pinggiran kota. Mereka lantas turun dan melangkah beriringan menuju klinik tersebut.

Tuan Reinhard dan rombongannya tampak duduk di ruang tunggu depan sebuah ruang pemeriksaan. 

"Giliran selanjutnya silahkan masuk!" perintah seorang Dokter dari dalam ruangan membuat rombongan Tuan Reinhard merangsek masuk.

Dokter yang berada di depan meja kerjanya seketika berdiri ketika Tuan Reinhard dan rombongan memasuki ruangannya.

"Kenapa anda datang ke sini?" tanya Dokter itu yang merasa heran.

"Apakah staf perawat anda ada yang bernama Camilia? Tolong panggilkan segera, saya ingin bertemu dengannya, sekarang! Ada hal penting yang akan saya sampaikan padanya!" seru Tuan Reinhard kemudian.

"Maksud, Anda?" tanya Dokter itu yang semakin curiga dengan sikap Tuan Reinhard.

"Siapa lagi pasiennya, Dok?" tanya Camilia yang tiba-tiba keluar dari ruangan pemeriksaan usai menangani seorang wanita lanjut usia.

Sang Dokter yang belum sempat mendengar jawaban Tuan Reinhard merasa terkejut. Camilia yang tiba-tiba keluar ruangan itu lantas menatap Tuan Reinhard yang telah dikenalnya cukup lama. Camilia yang keberadaannya merasa terancam bergegas berlari keluar klinik melalui pintu samping. Wanita yang kandungannya telah tampak membesar itu, seolah-olah mengetahui jika akan ada hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Tunggu! Jangan lari, kamu!" seru Tuan Reinhard mengejar Camilia. Namun, langkah lelaki dan rombongannya itu dihalang-halangi oleh Dokter jaga tersebut. Sehingga Camilia lolos begitu saja.

Tuan Reinhard dan rombongan berhasil menyingkirkan kedua lengan sang dokter yang mencoba menghalangi. Bahkan, salah satu anak buah asisten pribadi Tuan Alfonso itu menganiaya sang Dokter. Mereka lantas mengejar Camilia yang terus berlari sembari memegangi perutnya.

Camilia berkali-kali menengok ke belakang. Dia berlari sambil terus memegangi perutnya dengan napas tersengal-sengal. Perawat itu lantas bersembunyi di sebuah bangunan, bekas kandang sapi milik warga yang lumayan jauh dari klinik tempatnya bekerja. Suara langkah kaki rombongan Tuan Reinhard yang mengejarnya, membuat jantung Camilia berdegup kencang dan tubuhnya gemetar. Bahkan perutnya tiba-tiba terasa mulas hendak melahirkan.

"Ah ... sakit!" rintih Camilia dengan suara lirih saat menyandar di dinding sebuah bangunan yang berisi jerami.

Wanita yang masih mengenakan seragam perawat itu lantas memegang erat tiang dengan sebelah tangannya. Sedangkan tangan yang lain memegangi perut yang mengalami kontraksi. Camilia mengabaikan suara langkah berlarian orang-orang yang kemungkinan Tuan Reinhard beserta anak buah yang masih mengejarnya.

Camilia terus merintih menahan sakit. Dia merasa sebentar lagi akan melahirkan.

"Sakit ... tolong, Tuhan...." Camilia merintih meminta pertolongan. Kakinya terus bergerak dan menyentuh tumpukan kayu bakar yang tersusun rapi di antara jerami.   Sehingga tumpukan kayu bakar itu berjatuhan.

Tuan Reinhard yang menoleh ke sana ke mari di depan bangunan bekas kandang sapi itupun curiga dengan arah sumber suara. Asisten pribadi Tuan Alfonso itu lantas mendekati pintu bangunan tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Tunggal Sang Presdir   45. Pengakuan Martin

    Brandon menjalani serangkaian operasi di bagian lengan dan tangan karena beberapa jemarinya nyaris putus. Ia yang terbaring di meja operasinya pikirannya berkecamuk, sesaat sebelum obat bius bereaksi di tubuhnya. Bayangan wajah ibunya, Martin, Angel bahkan gadis yang ia sangka Emily memenuhi otaknya silih berganti.Pandangannya makin lama makin kabur saat gorden ruang operasi telah ditutup. Kesadarannya perlahan hilang, meskipun masih mendengar apapun di sekitarnya. Brandon berharap operasi di tubuhnya lancar dan ia bisa kembali beraktivitas. Bahkan ia juga ingin membuat perhitungan dengan Martin.Sementara, Angel yang setia menunggu Brandon di rumah sakit merasa cemas. Butiran rosario ia genggam kuat sambil mengucap doa demi kelancaran proses operasi pemuda yang diam-diam ia cintai."Nona Angel! Nona sebaiknya pulang dulu, atau setidaknya makanlah di kantin. Saya khawatir dengan Nona," ucap Martin dengan wajah cemas.

  • Pewaris Tunggal Sang Presdir   44. Kecelakaan Kerja

    "Kamu mau ke mana?" tanya Angel begitu Brandon beranjak dari duduk.Brandon menoleh, menatap Angel dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ia kemudian terkekeh, melihat gadis di hadapannya itu wajahnya bersemu merah."Kenapa bertanya aku mau ke mana? Kamu mau ikut?" tanya Brandon kemudian, tetapi Angel malah menggeleng."Gak usah tanya mau ke mana, kalau kamu gak mau ikut. Cantik-cantik, kok, plin-plan!" sindir pemuda itu sambil melirik genit ke arah Angel yang masih terpaku."Tapi!""Tapi, apaan?""Temani nonton, yuk!" seru Angel lantas tertunduk. Gadis itu tiba-tiba memberanikan diri mengajak Brandon."Nonton ke mana? Memangnya kamu gak malu jalan sama aku?" tanya Brandon yang urung melangkah keluar kamar."Kenapa aku harus malu? Kamu baik, tampan. Tapi kadang ngeselin, sih!""What

  • Pewaris Tunggal Sang Presdir   43. Berdua dengan Angel

    Brandon berada di stasiun telah hampir setengah jam lamanya. Pemuda itu sebentar-sebentar mengedarkan pandangan ke arah pintu keluar-masuk stasiun. Bahkan ia juga berusaha mengamati setiap penumpang yang naik maupun turun.Sebuah buku yang bertuliskan nama gadis tersebut masih dalam genggaman tangannya yang basah oleh keringat dingin. Brandon tiba-tiba merasakan degup jantungnya berdebar hebat, bersaing dengan suara laju kereta api yang melintas. Ia merasa grogi dan gugup sejak tadi, hingga batinnya berprasangka jika pemilik buku tersebut benar-benar milik gadis yang disukainya saat masih bocah.Tak terasa waktu terus merangkak naik, akan tetapi gadis bernama Emily itu tak kunjung ditemui Brandon. Bahkan batin Brandon sudah tidak sabar. Petugas informasi stasiun mengabarkan jika saat ini tepat jam sembilan pagi. Hal itu, pertanda jika Brandon telah berada di stasiun lebih dari dua jam lamanya.Brandon akhirnya memutuskan

  • Pewaris Tunggal Sang Presdir   42. Berharap itu Emily

    Brandon memasuki halaman luas sebuah rumah mewah. Beruntung, saat dirinya menyelinap, melewati gerbang para penjaga sedang tertidur. Dia lantas berhenti sesaat di halaman, membayangkan deretan masa lalunya. Masa lalu yang begitu menyakitkan baginya, membuat ia ingin membalas dendam atas kesakitannya itu.Sebuah bangunan rumah kecil berhadapan langsung dengan taman, lampunya tampak menyala terang. Pertanda ada seseorang yang Brandon kagumi sedang berada di sana. Perlahan kaki kekarnya melangkah mendekati bangunan rumah itu.Brandon mencari posisi yang tepat untuk mengintip aktivitas di dalam sana. Dia lantas bersembunyi di balik pagar dengan sesekali menyibakkan ranting tumbuhan pagar tersebut. Ekor matanya menatap sang ayah yang sedang beraktivitas di sana. Ayahnya yang telah dua belas tahun ia tinggal gara-gara mencari keberadaan Camilia.Lamunan Brandon mengembara. Ia ingin sekali membalas dendam kepada orang-orang yan

  • Pewaris Tunggal Sang Presdir   41. Salah Paham

    Brandon terkesiap dan lantas menarik lengan salah satu staf yang menolongnya. Ia bergegas menyingsingkan lengan kemeja lelaki itu. Namun, rasa kecewa justru ia dapatkan."Busyet! Kamu mencurigai diriku?" tuduh staf tersebut sembari menatap tajam, seakan-akan merasa jika Brandon tak tahu terima kasih telah ditolong. Brandon justru mencurigainya."Maafkan aku, Tuan!" pintanya sembari menangkupkan kedua tangan dan mencoba tersenyum meskipun sudut bibir Brandon terluka, begitupun dengan lelaki yang menolongnya itu.Tuan Jordan yang mengetahui Brandon dan salah satu stafnya itu sama-sama terluka, kemudian menyuruh kembali ke mes. Staf karyawan yang tidak sebegitu terluka itu kemudian menuntun Brandon menuju mes. Brandon sesekali meringis merasakan perih di beberapa bagian wajahnya.Brandon tiba di rumah yang merangkap kantor tersebut. Saat hendak melewati anak tangga menuju lantai atas, Angel melihatnya.

  • Pewaris Tunggal Sang Presdir   40. Keributan di Gudang

    Brandon terpaksa menerima keadaan untuk berbagi kamar dengan Jimmy. Walaupun dia sebenarnya kurang menyukai pemuda yang tampak sombong tersebut. Apalagi Jimmy juga menampakkan sikap kurang bersahabat dengannya.Kini, anak dari Camilia itu menghabiskan waktu lagi, untuk belajar sekaligus bekerja di kantor ayahnya Angel. Gadis yang terkadang membuat Brandon kesal. Selain belum diterima sepenuhnya oleh teman-teman untuk bergabung di perusahaan kontraktor tersebut, Brandon juga mendapat perlakuan tidak senang dari ayahnya Angel tersebut.Jika tidak karena Tuan Josh, mungkin pemuda itu tidak kembali ke tempat tersebut. Apalagi misinya untuk menemukan sang ibu belum juga berhasil. Jangankan menemukan sang ibu, menemukan orang bertato naga itu saja belum berhasil hingga kini."Hai, sekarang kamu bantu pindahin kayu-kayu itu ke gudang!" perintah ayahnya Angel membuat lamunan Brandon buyar seketika.Sejenak d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status