Share

BAB 4 - Partner

“Mmm.. Kak.” aku memanggil Bayu ragu saat ia sedang serius bekerja dengan notebook di hadapannya.

“Apa?” jawabnya tak lama kemudian tanpa menatapku dan fokus membolak-balik lembaran kertas di samping notebook-nya, seperti mengecek keakuratan data di notebook dan lembaran kertas tersebut.

“Soal.. Soal pesta itu..”

“Papa sudah memberitahumu rupanya.” sergahnya menatapku tanpa mengangkat wajahnya.

“Iya dan aku ingin bertanya, siapa pasangan..” tiba-tiba telephon di atas meja kantor Bayu berbunyi nyaring. Bayu menekan tombol speaker dan terdengar suara Sasa di sana.

“Iya ada apa, Sasa?” jawab Bayu menerima panggilan dengan nada tegas yang bijaksana seperti biasa.

“Maaf, Pak tapi Bapak ada tamu yang menunggu di luar?”

“Siapa?”

“Nona Armenita Chandra. Ia mengaku sebagai teman karib, Bapak.”

‘Armenita Chandra?’

Bayu terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut seolah baru saja mengingat sesuatu yang terlupakan.

“Ya, Sasa. Suruh dia masuk.” Panggilan dari interkom terputus.

“Kita lanjutkan pembicaraan soal pesta nanti.” kata Bayu padaku merapikan jas kerjanya seolah ingin menyambut tamu ‘wanitanya’ dengan rapi.

Tak berapa lama kemudian pintu ruangan Bayu terbuka dan muncul dari sana seorang wanita berparas cantik dalam balutan rok hitam pensil dengan paduan blouse berwarna merah muda. Ia memiliki kulit yang putih bersih dan juga kaki yang jenjang. Rambutnya tergerai sampai pada tengkuknya dan ia memiliki mata bulat besar yang tengah menatap Bayu dengan tatapan berbinar.

“Bayu Putra Dirgantara!” ucap wanita itu membentangkan tangannya saat melihat pada Bayu. Dadaku seperti teriris saat melihat Bayu keluar dari balik mejanya dan menyambut wanita itu dengan balas memeluknya sambil menyertakan sebuah senyuman yang lumayan lebar. Seorang Bayu tersenyum pada seorang wanita? Itu adalah hal yang jarang terjadi.

Aku memperhatikan gerak-gerik wanita itu saat mengamati Bayu dari ujung kepala sampai ujung kakinya.

“Tidak ada yang berubah dari kamu, kecuali kamu yang sekarang memimpin perusahaan Dirgantara.” Perempuan itu tertawa diikuti tawa kecil seorang Bayu yang hanya terlihat berusaha sopan. Saat perempuan itu tertawa, tak sengaja tatapan mata kami bertemu. Tawanya terhenti dan ia menatapku penuh tanya. Cepat-cepat aku menundukan kepalaku dan kembali pada pekerjaanku.

“Adikku.” jelas Bayu kemudian membuatku menatap kosong pada lembaran dokumen kerjaku.

“Aku tidak tahu kau memiliki seorang adik lagi, selain Kevin dan Safira tentunya.”

“Begitulah.. terjadi begitu saja.” sahut Bayu singkat.

“Lalu apa yang dilakukannya di ruanganmu?” aku memberengut dalam tatapan yang merunduk. Kenapa juga wanita ini mempertanyakanku dengan begitu menyelidik? Apakah Bayu harus membeberkan semuanya kepadanya baru ia mau berhenti bertanya.

“Ia masih memerlukan bimbinganku.” wanita itu memberikan nada O besar kepada Bayu. Kurasakan suara heels merah mudanya terdengar mendekat dan begitu aku menengadahkan kepalaku, kulihat tangan wanita itu sudah terulur ke arahku dengan sebuah senyuman yang lebar. Aku terperanjat kaget sebelum akhirnya aku berdiri lalu balas menjabat tangannya.

“Armenita. Kau bisa memanggilku Ara.” aku balas tersenyum padanya sebelum kemudian menyahut.

“Rinata. Panggil aku Rina.”

“Apa kau mau berbicara di cafeteria?” suara Bayu menyela acara perkenalan kami.

“Tentu. Kebetulan banyak sekali yang ingin kubicarakan denganmu.” Detik berikutnya fokus Armenita kembali pada Bayu. Aku meringis pelan.

“Baiklah, sampai jumpa Rinata.” Kata perempuan itu berusaha sopan padaku sebelum akhirnya menghilang dibalik pintu bersama Bayu yang bahkan tak mengucapkan satu patah katapun padaku. Gagal sudah usahaku hari ini untuk menanyakan pada Bayu tentang partner pestanya. Mungkin aku bisa menanyakannya di lain waktu.

***

“Kalian akan mengadakan pesta? Wooww..” ucap wanita itu antusias pada ayah tiriku. Ayah tiriku itu, tertawa renyah menanggapi komentarnya diikuti tawa kecil Bayu. Hari ini entah sudah berapa kali aku menyaksikan tawa Bayu itu. Sepertinya perempuan ini memiliki pengaruh yang besar pada dirinya dan aku akui aku cemburu sedari tadi.

“Kakak juga boleh hadir jika Kakak mau, iya kan Pa?” terdengar suara manja khas Safira pada ayah tiriku. Ia bergelayut manja seolah ingin menunjukkan kedekatannya pada papanya itu.

“Tentu saja. Papa akan sangat senang jika kamu mau datang. Kamu bisa menjadi partner Bayu pada acara itu.”

Papa melihat sekilas padaku saat menekankan kata partner, seolah ingin menyindirku secara bersamaan. Ayah tiriku itu pasti tahu kalau aku belum bisa menemukan partner untuk acara itu.

“Sepertinya pestanya akan seru. Kalau begitu aku ikut.” Wajah wanita itu lagi-lagi terlihat berbinar bahkan kali ini ia menyentuh tangan Bayu yang tergeletak di atas meja.

“Lalu Safira, kamu akan berpasangan dengan siapa? Tidakkah ada seorang pria yang ingin kau jadikan partner-mu malam itu?” kulihat Safira menyembunyikan wajahnya malu saat mendengar pertanyaan Armenita padanya.

“Sebenarnya ada.. tapi Papa menyuruhku untuk datang bersamanya.” ucapnya dengan wajah merah merona. Setauku Safira memang belum kulihat sekalipun menggandeng seorang pria semenjak tiga tahun yang lalu ia putus dengan anak rekanan bisnis Papa. Belum ada satu orang pria pun yang datang ke sini untuk menemuinya atau bahkan sekadar menjemputnya.

“Kalau kamu Kevin?” 

Kevin sendiri memiliki banyak teman wanita. Kebanyakan dari mereka bahkan menjadi pemuas napsunya. Betapa menjijikannya Kevin dan aku yakin ia tidak akan sulit menemukan partner untuk dirinya sendiri.

“Aku bingung ingin mengajak yang mana.” Sahutnya terlihat bangga diikuti tawa para anggota keluarga Dirgantara dan Ara, kecuali aku dan Bayu. Sesaat tatapan mata kami bertemu dan Kevin menyeringai padaku. Aku memutus tatapan mata kami cepat.

“Lalu bagaimana denganmu,  Rina?” Ara kini mengalihkan pertanyaannya padaku. Semua mata kini tertuju padaku.

“A.. Aku..”

Bingung harus bagaimana menjawabnya.

“Aku rasa Rina akan mengejutkan kita nanti di pesta dengan partner-nya.” sahut ayah tiriku tiba-tiba. Aku bahkan tidak berpikir akan mengejutkan mereka dengan pasangan pestaku, kecuali mereka akan terkejut saat mendapati aku datang sendiri ke pesta itu! Aku menggeleng ragu kemudian menjawab.

“Mungkin ya.” kataku dengan cepat menjejali mulutku dengan makanan di piring, berharap mereka melihat bahwa mulutku telah penuh sehingga tidak memungkinkan untuk diajak bicara lagi.

***

“Jangan bercanda!”

“Aku tidak sedang bercanda.” seru suara seseorang dari ponselku. Waktu menunjukkan pukul 10 malam dan aku memilih menghabiskan waktuku untuk terus merayu Anton agar ia mau menjadi partner-ku dalam pesta. Namun, bukannya respon positif yang aku dapatkan, ia justru malah memberikan aku sebuah kabar buruk yang seharusnya membahagiakan, jika saja aku tidak dalam situasiku saat ini.

“Bagaimana bisa?”

"Semua terjadi begitu saja. Aku pikir Sasa juga tidak akan mau tapi ia mengiyakan ajakanku.”

“Dan itu alasanmu menolak ajakanku?” kataku skeptis.

“Oh ayolah, kamu seharusnya ikut berbahagia untukku, sweetheart!

“Tidak malam ini Anton dan tidak sampai akhir pekan ini berakhir, karena aku membutuhkanmu.” Keluhku terdengar egois. Bukan, tapi aku akui aku memang egois saat ini dan keadaanlah yang mendesakku untuk bersikap egois.

“Chill, Nats.. aku berjanji akan membantumu untuk menemukan partner-mu untuk pesta itu.”

“Kau sudah berjanji.” tekanku lagi padanya.

“Ya, aku berjanji.” katanya terdengar bersungguh-sungguh.

Hening.

“Oh, shit!” tiba-tiba saja kudengar suara Anton yang tengah mengumpat di sebrang.

“Ada apa? Ada apa?” tanyaku panik dan dengan cepat terbangun dari ranjangku.

“Tidak. Tiba-tiba saja hal ini terlintas di kepalaku. Kenapa tidak terpikirkan olehku lebih awal.”

“Apa maksudmu?”

Kenapa kamu tidak mencoba mengajak Dandy ke pesta itu?”

“Dandy??” kataku mengulangi kata-kata Anton kembali.

“Iya, Dandy. Kamu bisa sedikit mempermaknya dan voila!”

“Tidak!” seruku cepat pada Anton. Kudengar ia menghela napas kasar.

“Kenapa memangnya? Aku pikir hubungan kalian baik-baik saja.”

Hubungan kami memang baik-baik saja, tapi aku tidak mungkin mengambil resiko membawa seorang preman yang sedang dalam pengejaran sekelompok gangster ke dalam pesta. Belum lagi penampilan Dandy yang terlalu..menyeramkan? Ia memakai sebuah gelang perak dan sebuah kalung berantai dan aku juga baru menyadari bahwa ia memiliki tindikan kecil di telinga sebelah kirinya. Belum lagi kemungkinan ia memiliki tattoo di beberapa bagian tubuhnya. Membayangkannya saja membuatku merinding. Ketampanan tidak begitu saja menutupi kemungkinan ke-brengsek-an seseorang, kan?.

Ayah tiriku memang mengatakan bahwa akulah pemeran utamanya pesta itu, tapi aku juga tidak bisa mengambil resiko tatapan menilai dari para anggota Dirgantara lainnya. Tante Salma, Om Radian, Catherine—sepupu ketiga kakak tiriku, dan yang lainnya. Mereka semua pasti menekanku dan berusaha menyudutkanku.

“Kami memang baik tapi..”

“Tapi apa?”

“Kurasa tugas ini tidak cocok untuknya, ini berbeda dengan tugasnya meng-handle café.” Bahkan tugas itu saja aku sempat meragukannya, kalau saja ia tidak menunjukkan kinerjanya, mungkin aku akan memaki Anton saat ini.

“Hmmm.. aku rasa dia cocok. Justru sangat sangat cocok.”

“Kenapa kamu berkata seperti itu?”

“Karena dia memang terlahir untuk itu.”

“Maksudmu?”

Tiba-tiba kudengar suara decitan pelan di sebrang sana.

“Papa datang!” seru Anton menjawab pertanyaanku akan suara itu. “Mungkin kita bisa melanjutkan obrolan ini besok. Bye.” dengan cepat Anton menutup teleponnya dan panggilan terputus. Begitu saja dan ia masih meninggalkan aku menggantung.

“Arrghhhh!” erangku kesal.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
hs020863
makin betah jadinya membaca setiap kata dari cerita ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status