Share

BAB 5 - Pesta

Aku kembali mematut diriku di cermin. Tak percaya dengan hasil karyaku sendiri. Aku memoleskan make-up tipis pada wajahku agar menampilkan kesan senatural mungkin. Rambut hitamku kugelung ke atas dan menyisakan sedikit bagian anak-anak rambut yang bebas pada tengkukku.

Aku kini memperhatikan tubuhku yang dibalut oleh gaun yang panjang sebatas mata kaki.

‘Ini merupakan gaun yang indah.’ Batinku.

Gaun hitam dengan aksen glitter yang tak berlebihan. Gaun ini memiliki model lengan yang terbelah dan menampakkan belahan dada dan punggungku, namun tak cukup jelas karena tertutupi oleh kain transparan yang menyambung pada tanganku. Ya, aku bagaikan memiliki sepasang sayap untuk terbang. Aku memutar tubuhku sekali lagi dan terlihat jelas heels dengan warna perak di kakiku. Penampilanku sempurna dan terima kasih untuk ayah tiriku. Hal ini mengingatkanku pada percakapan kami siang tadi.

Flashback

“Bagaimana jika aku tak pergi ke pesta?”kataku pada ayah tiriku yang sedang  menikmati waktunya meminum teh di halaman samping rumah.

“Jangan konyol, Anakku. Aku membuat pesta ini jelas untukmu. Jadi, bagaimana mungkin pesta terselenggara tanpa pemeran utama.”

“Kalau begitu maukah Papa mengabulkan satu permintaanku.” kulihat ayah tiriku mendelik menyunggingkan senyum padaku yang duduk di sampingnya. Ia meletakkan korannya di atas meja dan menatapku dengan penuh tanya.

“Tentu saja, jangankan satu, semua permintaanmu akan kulakukan dan apa permintaanmu itu, Anakku?”

“Ini berkaitan dengan partner-ku.” tanpa sadar ayah tiriku menaikkan sebelah alis matanya padaku.

“Baiklah, apa itu?”

“Seperti yang kau katakan, aku akan memberikan kejutan untukmu dengan partner-ku, tapi sebagai gantinya, maukah Papa meminjamkan satu hal?”

“Benarkah? Ok, lalu apa yang ingin kau pinjam dariku?”

“Aku ingin membawa mobil sendiri karena sepertinya aku harus menjemput partner-ku secara langsung. Jadi, maukah Papa meninjamkannya kepadaku?” kudengar suara tawa Aryo memekak di telingaku. Aku mengernyit bingung padanya.

“Apa hanya itu permintaanmu?” ia masih terkekeh geli dan aku mengangguk mantap.

“Oh tentu saja sayang, kau boleh membawanya. Kau boleh memakai semua jenis mobil yang aku miliki di garasi keluarga Dirgantara.” aku menghela napas pelan. Lagi-lagi ia menyombongkan kekayaannya yang sangat berlimpah itu.

“Kalau begitu boleh aku pinjam mobil sedan tuamu, Papa?” kulihat tawanya terhenti. Sekarang ia ganti menatapku bingung.

“Kenapa dari semua mobil mewah yang keluarga Dirgantara miliki, kau justru menginginkan mobil itu?” tanya tak mengerti. Aku mengedik dan tersenyum padanya.

“Karena aku menyukai segala sesuatu yang berbau klasik. Lagipula mobil itu tidak akan terlalu mencolok dan yang paling penting, aku tidak perlu membayar mahal jika sewaktu-waktu aku membuat kerusakan padanya.” tawa ayah tiriku kembali memekak.

“Aku tidak menyangka kau akan memikirkannya sampai situ, Nak. Walaupun pada faktanya aku tidak mempermasalahkan jika kau merusak semua mobil mewah yang kumiliki.” ia mengedip dan aku tersenyum puas menatap padanya.

“Jadi, boleh aku membawanya?” ia menatapku sejenak. Ada segurat tatapan sendu pada wajahnya yang dikemas dengan senyuman menawan khas seorang pria tua.

“Tentu, kau boleh memakainya sesukamu.”

“Oh, terima kasih, Papa.” kataku tanpa sadar dengan cepat mengecup pipinya. Ia nampak terkejut dengan tindakanku walaupun pada akhirnya ia kembali tertawa terbahak.

“Oh ya, satu hal.” ia menghentikan langkahku ketika aku ingin beranjak pergi meninggalkannya.

“Gunakan ini pada pesta nanti!” ia menyodorkan dua buah kardus besar dengan hiasan pita di atasnya kepadaku.

“Apa ini?”

“Bukalah, maka kau akan mengetahuinya.” ia mengedip sekali lagi kepadaku dan aku berlalu di hadapannya dengan pikiran penuh tanya terhadap dua buah kotak kardus besar di tanganku.

End Of Flashback

Ia benar-benar melakukan tugasnya sebagai seorang ayah rupanya. Aku mengedik tidak terlalu peduli.

Tapi siapa sangka mungkin aku akan mengecewakannya hari ini. Ia terlalu berekspektasi lebih terhadap ‘partner-ku’.

Dengan cepat aku menuruni anak tangga dan terkejut dengan pemandangan di bawah. Keluarga Dirgantara tengah berkumpul di sana. Maksudku dengan seluruh keluarga Dirgantara adalah kakak beradik dari ibu ketiga kakak tiriku. Tante Salma, Om Radian, Catherine—anaknya, dan adik bungsu mendiang istri ayah tiriku. Om Rudi dan partner-nya—yang pasti wanita itu bukan istrinya, karena Om Rudi belum menikah hingga saat ini. Aku hampir saja lupa bahwa pesta ini mengharuskan kita membawa partner.

Langkahku terhenti saat pada akhirnya menemukan sosok Bayu di sana. Setelah sekian lama ia menghilang sama seperti halnya Dandy dan juga Anton. Ia terlihat tampan dengan setelan tuxedo hitam yang membalut tubuh rampingnya yang tegap. Tatapan kami bertemu untuk beberapa saat dan jantungku kembali berdegup kencang. Namun, perasaan itu tak berlangsung lama saat menemukan Ara berdiri tepat di samping Bayu dengan sebuah senyumannya yang menawan

“Oh ini dia pemeran utama sudah datang!” ucap ayah tiriku terlihat sangat bahagia menatapku. Kini tatapan semua orang tertuju padaku. Safira yang nampak cantik dengan gaun merah mudanya terlihat enggan untuk menatapku. Ia memalingkan wajah bersamaan dengan bergabungnya aku bersama mereka. Kulihat Catherine merangkul lengan Kevin. Sepertinya mereka ber-partner malam ini dan ini merupakan sebuah kejutan karena Kevin tidak membawa wanita malamnya.

Catherine terlihat acuh padaku. Ia seolah tak tertarik dengan ucapan ayah tiriku sambil mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai ke samping. Sementara Kevin, ia tercengang menatap kehadiranku. Entah apa yang membuatnya bersikap seperti itu. Tante Salma persis seperti Catherine yang acuh saat melihatku, bedanya Tante Salma mendengus geli walaupun ia terlihat tak peduli. Om Radian terlihat netral, ia tidak menunjukkan jenis ekspresi apapun saat menatapku. Hanya Om Rudi dan ayah tiriku yang menyambutku dengan sebuah senyuman.

“Kau terlihat sangat cantik malam ini, Nona.” Om Rudi mengulurkan tangannya untuk membantuku menuruni anak tangga terakhir setelah melepas rangkulan wanita cantik di sisinya.

“Terima kasih.” ucapku malu-malu.

“Kau memang layak menjadi pemeran utama malam ini.” aku mengernyit bingung mendapati komentar Ara padaku yang tiba-tiba. “Persis seperti yang Om Aryo katakan.” Ungkapnya dan membuat jelas dari mana ia mendapatkan informasi itu.

“Ya dan semoga saja ia tidak bersikap memalukan di pesta nanti.” tanggapan yang sarkastik kudengar dari mulut cantik Tante Salma.

‘Terima kasih!’ gerutuku dalam hati. ‘Dan semoga kau tidak merusak malamku dengan semua hinaanmu.’

“Lalu siapa partner-mu malam ini, Cantik? Aku yakin seseorang tidak ingin melewatkanmu.” kata Om Rudi. Aku menatap kembali Bayu dan tak kuduga Bayu masih menatapku dengan tatapannya yang dingin hingga akhirnya ia yang terlebih dahulu memutus kontak mata kami.

“Tentu saja orang yang special.” sahut ayah tiriku cepat.

“Dan semoga tak memalukan untuk keluarga Dirgantara.” celetuk Safira pelan namun dapat terdengar jelas di telinga kami semua. Ayah tiriku berdehem pelan menanggapi komentar anak bungsunya itu sebelum kembali menatapku.

“Siap menjadi bagian dari keluarga Dirgantara seutuhnya?” ia mengacungkan sebuah kunci kepadaku. Tentu saja, kunci mobil sedan bututnya. Aku tersenyum getir mengambil kunci itu dari tangannya.

“Oh ayolah, Papa. Aku tidak pernah bisa menjadi bagian dari kalian.”

“Baguslah kalau kau tahu itu.” perkataan Tante Salma kembali menggema dan kurasakan situasi sedikit menegang sebelum ayah tiriku kembali melanjutkan.

“Kenapa tidak? Buktinya setelah malam ini kau akan resmi menjadi bagian dari Dirgantara dan semua orang akan tahu mengenai hal itu.”

Aku menggeleng.

“Tapi aku yakin kau tahu bahwa aku tak pernah menginginkannya.” jawabku dengan nada yang hampir seperti berbisik walaupun keheningan mencekam di tengah-tengah ruang keluarga tetap dapat mengantarkan kata-kataku pada seluruh anggota Dirgantara lainnya. Kulihat sekilas tatapan kecewa ayah tiriku sebelum kemudian ia kembali mengulas senyumnya padaku.

“Aku berangkat, Papa.” kataku lagi-lagi mengecup pipinya cepat sebagai refleks. Entah kenapa belakangan aku terus melakukan hal itu padanya. Mungkin karena aku telah benar-benar menganggapnya sebagai ayahku sekarang. Aku melewati Bayu dan tersenyum kecil saat ia kembali menatapku. Aku tidak peduli tentang apa yang dipikirkannya terhadapku, terutama saat ini, tapi yang jelas aku mantap dengan satu hal, bahwa aku mencintainya.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
hs020863
teringat masa masa muda jadinya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status