Share

bab 6

Author: amathiaston
last update Last Updated: 2021-06-15 21:16:07

Sekitar jam 9 kami sampai di desa Kaliwuhan. Ternyata benar berdasarkan isu yang ada. Desa disini sangat berbeda dengan desa lainnya, masih sangat primitif. Bangunan rumah yang rata-rata dari bambu, hanya gedung sekolah, balai desa, dan bangunan penting lainnya yang terbuat dari batu bata dan semen. Tapi suasana desa masih sangat kental, sawah dan kebun masih sangat rapat, jalanan asli dari tanah bukan aspal, sungai-sungai yang masih sangat deras dan jernih, anak-anak bermain bersama kawanannya bukan memegang ponsel. Bahkan televisi disini pun hanya orang kaya saja yang punya, benar-benar masih menjaga khas tradisional nya. Serasa aku kembali ke zaman waktu kecil dulu.

Bis yang kutumpangi di parkir di lapangan, begitupun dengan bis 2 dan bis 3. Lapangan disini sangat luas sekali, kalau di perkirakan 2 kali lapangan yang ada di Jakarta. Maklum, ini lahan kosong yang biasa digunakan anak-anak bermain sepak bola.

“So wow! Tak pernah kubayangkan aku akan kesini. Hei kita seperti penjelajah!”

Entahlah suara siapa itu, dari tadi berisik sekali, sejak di bis, aku dan sersan Andin membicarakan dirinya. Mulutnya tidak bisa berhenti mengoceh.

“Oh lihatlah, pohon beringin itu sangat bes- … Aw!”

Aku bersama yang lainnya tertawa melihat orang tadi di sentil oleh kapten Andika. Dia langsung terdiam. “Mulutmu diamlah, Anton!”

Owh, jadi namanya Anton, Terlihat sangat childish. Sangat berbeda dengan penampilannya yang gagah perkasa.

Lanjut aku bersama tim berjalan kaki menuju ke balai desa. Jarak dari lapangan ke balai 1 km. Karena jalanan yang kecil dan tidak memungkinkan, bis kami tidak bisa masuk. Koper dan tas besar lainnya ditinggalkan di sana, hanya tas selempang kecil yang dibawa.

“Memang benar-benar masih sangat primitif ya dok” Sersan Andin memulai percakapan.

“Iya, sama waktu aku masih kecil dulu. Bukan di Jakarta tapi di Surabaya. Suasananya benar-benar sama”

“Jadi dokter orang Surabaya?”

“Bisa iya bisa tidak, aku campuran darah Jawa-Bali. Ayahku orang Surabaya dan Ibuku orang Bali. Dan saat aku akan masuk SMP baru pindah ke Jakarta” Sersan Andin mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Bisa Bahasa Jawa dong?”

“Hehe tidak” Jawabku sambil menggaruk belakang kepala. Jawaban dariku mengakhiri percakapan kami berdua, dan bertepatan dengan sampainya tim ke balai desa. Di balai desa, sudah banyak sekali orang, mulai dari pak Camat kemarin, kepala desa, kepala dusun, pak Rt, dan warga setempat.

"Assalamualaikum" 

"Waalaikumussalam warahmatullah" Jawab semua orang serempak.

"Ah kalian sudah datang, ayok masuk .." Seorang bapak bapak berbicara dengan logat medan yang sangat khas, terkesan tegas dan keras. 

Setelah semuanya duduk di kursi yang telah disediakan, ketua tim, kapten Andika memulai percakapan, mulai dari apa saja yang akan dilakukan, sampai rencana pengadaan program yang akan membantu desa Kaliwuhan. 

Pukul 1 dzuhur, aku dan tim beranjak pergi dari balai desa. Kami semua akan tinggal di posko yang akan di didirika di lapangan tadi. Tenda-tenda milik militer yang akan digunakan. Untuk wanita akan di tempatkan di lapangan bagian kanan, dan untuk laki-laki di sebelah kiri. Untuk mandi, semuanya mandi di sungai bersama warga lainnya karena disini tidak ada kamar mandi. Sungai yang digunakan pun berbeda, laki-laki dan perempuan tidak berada di satu tempat yang sama. 

...

Langit petang terlihat menenangkan. Merah sepanjang jalan yang mengikuti. Gumpalan awan putih terlihat memerah, pucuk-pucuk hutan kampung terlihat memerah, juga atap kayu rumah-rumah panggung. Angin lembah bertiup lembut, memainkan ujung rambut. Dari arah sungai terdengar banyak sekali teriakan seru. Anak-anak sedang ramai mandi dan bermain air. Selepas aku mandi, tidak langsung balik ke tenda. Tapi melihat anak-anak itu bergurau. Aku yang awalnya ingin  ikut bermain, tapi tidak jadi karena hari sudah petang dan tidak mau basah-basahan lagi. Lagipula ashar telah lewat dan akan terdengar adzan maghrib.

Satu persatu anak pulang karena dipanggil oleh ibu mereka. Ada yang dimarahi, dan malah ada yang kabur karena takut terkena marah ibu mereka.

Aku berdiri dari dahan kayu yang kududuki di tepian sungai, lekas ingin pulang ke tenda.

"Eh lihat kakak itu cantik sekali" 

Aku dengan reflek menoleh kearah suara. Sekumpulan bocah dengan rata-rata tinggi sedadaku. Kisaran umur 7 sampai 12 tahun. Hanya memakai celana pendek selutut dan bertelanjang dada, seperti habis mandi.

Aku tersenyum lembut kearah mereka. "Hai" 

Sapaan ringan dariku membuat mereka tertawa dan menyapa balik. "Hai kakak manis" Aku tersenyum malu-malu. Mereka sangat imut. Aku berjalan menghampiri mereka.

Anak yang memakai celana hijau menodongkan tangannya, membuatku kebingungan. Lalu tiba-tiba semua anak juga begitu. Kupikir mereka meminta uang atau hadiah, tapi melihat kebingunganku, anak-anak itu bicara. "Salim kakak"

Langsung saja aku tersadar dan menyalimi mereka satu-persatu. Ternyata itu adalah kebiasaan disini. Tidak pandang bulu, entah keluarga atau orang asing. Senyum mereka bahkan belum pudar, sebuah penghormatan untukku. 

"Kakak cantik namanya siapa?" Aku terkesiap, kalau anak kecil memanggil ita cantik. Berarti itu memang benar adanya. omg.

"Nama kakak Nabil, makasih loh ya, adik-adik manis"

Semua mengangguk antusias, senang sekali rasanya melihat mereka bahagia. 

"Kalian belum pulang? Ini hampir malam loh" 

Sejenak semuanya saling berpandangan, dahi kukerutkan heran. "Haduh, kita mau ke surau, langsung habis mandi kesana" 

Ya, belasan anak itu membawa sarung dan baju yang masih belum dipakai. Ku anggukkan kepala tanda mengerti, Lalu perhatianku jatuh pada 2 anak yang dibelakang sendiri. Di tangan mereka ada bambu kecil, setengah meter kira-kira, mirip obor. "Itu apa?"

"Oh itu obor bambu kak" Jawab anak celana merah. 

"Kalian pakai obor?" Aku hampir menggeleng tidak percaya, sangat sulit untuk dipahami. Bahwa mereka masih memakai alat tradisional.

"Bukan, ini untuk penerangan jalan. Kalau dirumah kita pakai lentera atau lampu listrik. Tapi tidak semua" Pernyataan itu sekali lagi membuatku menarik nafas pelan. Sungguh, kalau orang-orang hedon kesini pasti mereka akan pingsan kegerahan. 

"Yasudah, kakak duluan ya. Hati-hati di jalan" Kulambaikan tangan kepada mereka, dengan senang hati mereka membalas. Lalu kedua kakiku, berjalan menuju lapangan. Untuk sholat, semuanya juga ikut di surau. Hanya saja ini masih belum memasuki waktu tenggelamnya fajar. 

Tim yang non-muslim akan memasak untuk makan malam. Cukup banyak, dari 30 orang, 9 orang nya beragama kristen dan hindu. Dan saat pembagian makanan, shift nya berganti. Jadi semua bergantian oleh bekerja. Dan mulai besok, tujuan untuk kesini dimulai. Membantu masyarakat untuk memajukan daerahnya. 

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Surau milik pak Rt terletak di seberang sekolah SD satu-satunya di kampung. Untuk tiba di surau itu, kami harus melewati jalan becek yang panjangnya sekitar 100 meter dari pemukiman warga. Karena jalanan masih tanah, dan masih berada di musim hujan. Jadilah jalanan becek karena air dari langit. 

Kami berangkat pukul 17.15 dari tenda. Waktu perjalanan memperlambat sampai ke surau. Tapi karena banyak orang yang pergi, mereka mengajak ngobrol sedikit. Memperkenalkan diri dan bercerita masa lalu kampung mereka. 

Tidak ada kata malu, hanya bersyukur. Dibuktikan jelas adanya senyum lebar di wajah mereka. Mereka percaya pada Tuhan, bahwa dunia bukan merupakan aset yang berharga. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pick You!   bab 41

    Rumah terakhir, dan hari terakhir menjalankan aksi penunjangan. Jumlah rumah adalah 100 rumah di satu Kelurahan Kaliwuhan. Tak banyak tapi kami harus menghabiskan waktu selama 4 hari lamanya.Ada saja gangguan yang menghambat, jika tidak ada badai hujan kemarin lusa mungkin akan selesai dalam waktu dua hari saja.Butiran air hujan masih menggelayut manja di dedaunan. Jam 2 siang ini akan berakhir di rumah Wak Dolah. Mantan kepala RT periode kemarin.Masalahnya kali ini lebih kompleks, karena kami harus turun tangan langsung untuk mengatasinya."Masalahnya kau sudah beberapa tahun tak bayar hutang! Lihat kebunmu itu, kau sudah panen kan? Oi, bunga nya akan berkali-kali lipat naiknya!."Disini dia disebut Juragan Jerigen. Karena dia punya pabrik minyak kelapa sawit yang diisi di banyak tabung jerigen. Kebun kelapa yang berhektar-hektar, dan kekayaan yang tentu saja melimpah ruah.Tapi sifatnya yang sombong dan suk

  • Pick You!   bab 40

    Rasi-rasi bintang membentuk bentuk yang sangat indah. Walau aku tidak percaya akan maknanya, yang aku tahu bintang diatas sana sedang sangat cantik-cantiknya.Berkilap indah dan berwarna warni. Terkadang ungu, merah, lalu biru. Melihat dari atas bukit adalah kegiatan yang menyenangkan. Ditemani sebotol teh hangat, dan musik pengiring tidur.Aku menggelar matras, lalu berbaring diatasnya. Rumput-rumpur bergoyang karena angin. Suara jangkrik dan hewan sawah saling bersahutan. Bulan sedang berada di puncaknya, bersinar terang bundar sempurna.Sambil memejamkan mata sambil mengingat wajah ayah dan ibu. Mengingat wajah Noah dan Reno. Mengingat wajah Aldo dan Pak Roy.Ah aku sangat merindukan mereka. Jika aku bermimpi bertemu mereka malam ini, aku pasti akan berdoa dalam mimpiku :"Ya Tuhan. Jangan lah Engkau hentikan apa yang Kau berikan padaku malam ini."Bukit ini tak jauh dari pemukiman, dan tidak menyeramkan seperti di dalam hutan

  • Pick You!   bab 39

    Kapten dan aku berpapasan di depan ruang Komite Puskesmas. Dia bersama Letkol Gerald dan Sersan Jessica. Kedua orang itu setelah menyapaku langsung pergi ke kamar Adam. Menyisakan aku dan Kapten yang sedang canggung-canggung nya.Aku menyambutnya dengan dingin. Dia terlihat tenang dan tidak berekspresi.Kukira tidak akan percakapan diantara kami, tapi saat hendak beranjak, Kapten memanggil namaku dengan tegas."Dokter Nabilah!."Aku menoleh sekilas. "Apa?.""Kau marah padaku ya?.""Atas dasar apa opinimu itu?." Sarkastik aku keluarkan.Berbalik badan, dengan tampang rileks aku melanjutkan kalimat. "Dengar Kapten terhormat! Sekarang waktuku dituntut oleh pekerjaan. Aku jarang bersantai karena tugasku juga melimpah ruah. Dan asal kau tau saja, saat kau pulang ke Jakarta aku akan tetap disini selama sebulan lagi. Jadi jangan beranggapan kalau aku sedang marah atau merajuk. Itu konyol sekali!."

  • Pick You!   bab 38

    "Sudah kubilang bodoh! Jangan banyak bergerak dulu. Lukamu akan lama sembuhnya nanti!." Adam menghela nafas lelah. Dia seperti anak kecil saja kalian tau. Susah sekali dibilangin.'Aku hanya ingin ke toilet''Aku ingin keluar sebentar''Ini loh punggungku gatal!'Halah alesan!Pagi ini gerimis melanda. Aku datang ke Puskesmas pagi-pagi sekali saat semua orang mulai memasak. Karena ada Adam yang notabene sedang sakit hampir sekarat, hihi. Dan pekerjaanku mulai menumpuk dari lusa kemarin."Nabilah! Apa ini tak bisa dilepas sebentaaaar... aja? Gatal sekali gila!."Aku mengabaikan Adam. Tanganku sibuk meyisir rambut nya. Karena lama tak keramas jadilah lepek. "Ini rambut apa sabut kelapa? Kusut amat!." Ejekku.Adam menepis tanganku dari kepalanya. Melarang diriku untuk menyisir rambutnya lagi."Ih apaan sih? Orang dibantu juga malah sok banget.""Ini loh lepasin bentar aja. Ak

  • Pick You!   bab 37

    "Mulai hari ini kau ditugaskan ke Puskesmas saja. Untuk mengajar anak-anak akan digantikan oleh Sersan Andin."Aku menutup buku. Sudah kuduga, pasti jadwalku akan terganti. "Oke."Dokter Alice menyerahkan selembar kertas, disitu tertulis tentang data-data milikku. "Coba periksa lagi apa ada kesalahan."Aku mengambil kertas itu. Membacanya hingga akhir, "Ini sudah benar. Tapi buat apa?."Dokter Alice mengambil kembali kertas itu, menaruhnya di dalam map berwarna biru. "Bukan apa-apa. Sekarang berangkatlah kesana, aku nanti menyusul."Hari ini suhu diatas 27° Celcius. Panas sekali. Bahkan pernah sehari bisa berganti 2 musim sekaligus. Pukul 7 pagi sampai 12 siang panasnya tak terkira. Dan jam 1 sampai malam hujannya seperti mau ada tsunami saja.Para petani membungkuk menanam padi yang masih berwarna hijau segar. Gembala hewan ternak membawa sapi-sapi mereka dan kambing-kambing yang besar nan gemuk.Laz

  • Pick You!   bab 36

    DUK! Kepalaku terbentur sesuatu.Aku mengaduh pelan. Jidatku terasa sakit. Pasti terkena penyangga tenda. Tanganku meraba-raba, berusaha duduk. Astaga! Karena terkejut bermimpi menabrak tong sampah sampai-sampai jidatku kejedot tiang tenda. Rasanya sakit, dan sedikit memar.Diluar sana hujan lebat disertai petir yang menggelegar. Aku menyibak jendela kecil, gelap, hanya lampu dapur yang tetap menyala.Sekali lagi aku meraba lantai, mencari arlojiku yang pasti terlempar saat aku menjatuhkan botol tadi.Benda panjang itu menunjukkan angka 01.23 artinya hampir setengah dua dini hari. Terbangun di tengah malam seperti ini bukanlah hal yang nyaman. Dijamin setelah ini mataku akan mustahil terlelap lagi.Luna meringkuk di lantai bawah, dengan mengenakan selimut bercorak 'Keroppi' warna hijau mentah. Udaranya dingin, tak heran Luna tidur dilapisi jaket juga.Aku ikut mengeluarkan selimut ku sendiri dari dalam kop

  • Pick You!   bab 35

    Sejak aku tahu apa itu senapan angin, rasa penasaranku memuncak. Apalagi kegiatan yang terjadi di depan mataku menambah rasa keingintahuanku.Para tentara sedang latihan mingguan. Kali ini mereka menggunakan senapan angin untuk latihan, dengan membuat papan berbentuk bundar, dan diisi warna merah ditengahnya, sebagai bidikan.Peserta bumi perkemahan dibubarkan sehari yang lalu. Setelah tiga hari mereka bersama kami untuk pelatihan Pramuka dasar. Dan ini saatnya aku melihat bagaimana gagahnya mereka menarik pelatuk di benda panjang nan berat itu.Benda ini lebih friendly daripada pistol, a.k.a low budget. Hanya untuk latihan biasa. Kalau untuk agenda tertentu sih bisa pakai sniper atau shotgun yang tentunya lebih bagus.Aku duduk dibawah pohon kelapa sambil membawa handphone dan minum sebotol air putih. Diam menonton mereka denga sesekali memotret pemandangan langka ini. Akan kujadikam polaroid rencananya saat pulang ke Jakarta, sed

  • Pick You!   bab 34

    4 tahun sebelum koas pt V Pernahkah aku bercerita tentang teman seangkatan ku yang bernama Cleopatra? Belum, karena aku sengaja ingin menceritakannya hingga tiba di bagian ini. Dia anak pendiam yang pintar, tidak punya kawan selain buku-bukunya yang tebal, dan kemana-mana selalu memakai kacamata bundar karena min yang dideritanya. Dia pandai sekali dalam pelajaran matematika, mungkin hanya dia yang mengelu-elukan pelajaran itu. Namanya Cleopatra, biasa dipanggil "Cleo" atau saat anak lain mengejeknya memanggil "Fir'aun". Itu adalah panggilan yang sangat kejam, hanya orang tidak beradab yang memanggilnya begitu. Aku menyukai namanya, selain unik juga punya makna tersendiri. Nama Cleopatra tentu saja kalian tahu itu siapa. Cleopatra adalah Ratu dari zaman Mesir kuno. Yang selalu diidentikkan dengan rambut pendek, memakai eyeliner panjang, dan bermahkota ular kobra. Dikabarkan Ratu itu memiliki kecantikan yang luar biasa,

  • Pick You!   bab 33

    Anak-anak ramai berkerumun di depan hutan kampung. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut kesini melawan rasa takutku. Ketua panitia sudah ancang-ancang hendak memulai acara. Satu-persatu anak mulai masuk kedalam hutan dengan masing-masing membawa satu keranjang untuk wadah buah.Didalam hutan sana ada banyak pengawas untuk mengawasi dan menjaga anak-anak agar tetap hati-hati. Walaupun ini hutan aman, tetap saja waspada harus nomor satu.Banyak warga dan orang tua dari anak yang menonton. Duduk-duduk di batang pohon kelapa yang sudah roboh sambil menggendong anak balita, ada juga yang sambil menyuapi anaknya. Mereka sangat antusias melihat bagaimana aksi anak mereka didalam hutan sana."Siapapun yang membawa buah paling banyak, dia pemenangnya!"Buah didalam hutan sangat lebat. Mangga, salak, alpukat, sawo, dan banyak lagi. Ketua panitia sebut saja Letnan Unus. Laki-laki berumur sekitar 40 tahunan. Tak salah pilih untuk dijadikan ketua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status