Share

Bab 4

“Mas Raga harus minta istri mas buat berhenti bekerja disini. Kita tidak akan bisa bebas kalau dia masih bekerja disini!” Kalimat ini terus saja terngiang-ngiang di kepala Raga.

Tidak terasa sudah 1 minggu lamanya Kania bekerja dikantor suaminya. Tidak seperti biasanya, Raga dan Kezia yang selalu bebas berduaan dikantor seketika menjadi kesulitan karena mereka merasa jika Kania selalu mengawasi mereka. Sebenarnya Kezia sendiri memilih untuk tidak terlalu memperdulikan hal itu, toh Kania sendiri juga sudah tahu jika ia adalah selingkuhan suaminya. Hanya saja Raga yang merasa kurang nyaman setiap kali melihat Kania memergokinya berduaan dengan Kezia. Hal itu lah penyebab kenapa Kezia mendesak Raga untuk memaksa Kania berhenti bekerja.

“Tumben mas sudah pulang jam segini? Biasanya mampir lembur dulu,” tanya Kania dengan nada seperti sebuah sindiran tat kala melihat suaminya pulang tidak lama setelah dirinya pulang dari kantor.

Dengan tatapan malas Raga menarik tangan Kania masuk kedalam kamar. Bisa dilihat bagaimana tak sukanya Raga saat menatap sang istri yang kini berdiri didepannya setelah beberapa saat yang lalu menyindirnya.

“Aku mau kamu berhenti bekerja dikantorku.” Sangat to the point, Raga sama sekali tidak ingin bertele-tele saat berbicara dengan Kania. Pria itu langsung mengatakan jika ia ingin Kania berhenti bekerja di kantornya.

Seperti dugaan Raga sebelumnya, pria itu sudah berpikir jika pasti tidak akan mudah meminta istrinya berhenti bekerja. Istrinya itu pasti akan menolak, dan dugaannya pun 100% benar karena Kania pun juga langsung to the point menolak permintaan suaminya untuk berhenti bekerja.

“Kania, kamu boleh bekerja dimanapun asalkan jangan dikantorku. Atau kamu benar-benar kekurangan uang? Aku bisa memberimu lebih banyak, katakan saja berapa yang kamu minta aku akan berikan asalkan kamu berhenti bekerja dikantorku.”

“Bagaimana kalau aku minta 1M perbulan, apa kamu mau memberikannya?”

Bisa dilihat bagaimana ekspresi kaget Raga saat mendengar nominal uang yang diinginkan Kania. Gila, sekaya-kayanya dia, 1M berbulan adalah nominal yang sangat besar dan pria itu tidak akan mau memberikannya apalagi pada seorang wanita yang sebenarnya tidak begitu ia cintai.

“Kamu ingin memerasku?!”

“Kenapa, tidak sanggup? Kalau begitu jangan memintaku berhenti bekerja dikantormu.”

“Sebenarnya apasih yang kamu inginkan? Aku tahu kamu tidak benar-benar membutuhkan uang sebanyak itu. Kamu benar-benar hanya ingin menggangguku dan Kezia kan?”

Sebuah senyuman sinis tersungging dibibir Kania. Ternyata suaminya itu cukup peka dan sadar juga, pria itu tahu alasan kenapa dia tetap bertahan bekerja dikantornya. “Kalau mas Raga sudah tahu lalu kenapa masih bertanya? Mas, tidak ada satu orang pun istri yang rela suaminya selingkuh termasuk aku. Aku tidak ingin rumah tanggaku hancur hanya karena wanita itu, jadi aku tidak akan membiarkanmu leluasa bermain api dengan wanita itu.”

“Kania, kamu….”

“Sebenarnya apasih yang mas cari darinya? Cantik? Apa aku masih kurang cantik? Pintar? Akupun juga tidak kalah pintar, buktinya papa mempercayakan jabatan sebagai kepala keuangan padaku. Jika dipikir tidak ada yang kurang dariku, lalu kenapa mas Raga berkhianat dengan wanita itu?”

“Kamu ingin tahu apa yang kurang darimu? Karena kamu bukan wanita yang aku cintai. Kamu hanya sebuah opsi yang tidak bisa aku tolak karena paksaan dari papa. Kamu ini sangat jauh berbeda dibanding Kezia yang sejak awal sudah aku cintai, jadi jangan pernah menganggap dirimu setara atau bahkan lebih baik dari Kezia karena itu mustahil!” Tepat setelah mengatakan kalimat menohok ini, Raga langsung melangkahkan kakinya keluar kamar. Dengan sangat keras pria itu membanting pintu kamar.

Sakit hati, kecewa, semuanya campur aduk menjadi satu. Kania tidak pernah menyangka jika suaminya akan mengatakan hal seperti tadi padanya. Namun meskipun begitu wanita itu tidak ingin menjadi lemah, Kania menganggap jika semua yang suaminya katakan hanyalah sebuah kalimat yang sengaja ingin membuatnya membenci suaminya itu agar kemudian suaminya bisa dengan leluasa bersama selingkuhannya.

“Tidak Kania, kamu tidak boleh menangis. Kamu harus kuat. Kamu harus bisa membuktikan pada suamimu dan selingkuhannya jika kamu kuat, kamu bukan wanita lemah yang akan mudah hancur hanya karena mereka. Jika kamu hancur maka mereka juga harus ikut hancur sama sepertimu.”

:::

Keesokan paginya Raga kembali harus menahan rasa kesalnya saat papanya memaksanya berangkat ke kantor bersama Kania. Pria itu sudah menolak dengan alasan dia harus pergi menemui salah satu teman bisnisnya sebelum kekantor untuk menghindari permintaan papanya berangkat kekantor bersama Kania. Tapi sialnya papanya terus memaksanya untuk berangkat bersama Kania.

“Aku turun didepan saja, takut ada yang lihat.”

“Bagus kalau kamu sadar.”

Tepat setelah Raga menghentikan mobilnya tidak jauh dari kantor, Kania langsung turun dari mobil itu tanpa mengatakan sepatah katapun. Saat itu juga Raga kembali melajukan mobilnya, meninggalkan Kania yang sudah turun dari mobilnya.

Hembusan napas panjang terdengar keluar dari mulut Kania. Wanita itu benar-benar kesal melihat sikap dingin suaminya yang amat sangat tidak pernah peduli atau setidaknya sedikit perhatian padanya. Padahal niatnya tadi hanya basa-basi minta diturunkan tapi ternyata suaminya benar-benar menurunkannya dipinggir jalan. Salah Kania sendiri, sudah tahu sifat suaminya seperti itu malah diajak basi basi.

“Loh Kania? Kamu Kania kan?”

Baru ingin melanjutkan langkahnya menuju kantor, Kania dibuat terkejut saat mendengar ada seseorang yang memanggil namanya. Cukup lama wanita itu memperhatikan seorang pria yang baru saja turun dari mobil dan berjalan menghampirinya. Hingga tak lama setelahnya sebuah senyuman tersungging dibibirnya begitu mengingat siapa pria itu.

“Narendra? Kamu Narendra kan?”

“Yup betul! Syukurlah kamu masih mengingatku.”

“Ya ampun Naren!” Saking senangnya bertemu teman lama, Kania tidak sadar langsung memeluk pria itu. Tidak jauh berbeda dengannya, pria bernama Narendra itupun juga membalas senang pelukan Kania.

Narendra sendiri adalah teman baik Kania. Pria itu juga sempat menghadiri pernikahan Kania dan Raga, namun setelah itu harus pergi keluar kota untuk mengurus salah satu perusahaan orang tuanya yang sedang tidak baik-baik saja.

“Nggak nyangka kita ketemu disini. Kamu ada waktu? Kita ngobrol bentar yuk?”

“Aku harus kerja sih, tapi gapapa deh masih ada waktu 30 menitan. Kita ngobrol di warung depan aja gapapa kan?”

Tanpa pikir panjang Narendra mengangguk sebelum kemudian meminta Kania masuk kedalam mobilnya untuk pergi ke tempat mereka mengobrol.

“Mas Raga pasti bakalan marah kalau tahu istrinya pelukan sama pria lain.” Siapa sangka ternyata sejak tadi Kezia yang kebetulan tidak sengaja melihat Kania dan Narendra berpelukan pun mengabaikan momen itu untuk diperlihatkan pada Raga. Wanita itu yakin foto itu pasti bisa membuat rumah tangga Raga dan Kania semakin hancur.

:::

Sesuai dugaan, Raga langsung marah begitu melihat foto Kania berpelukan dengan pria yang cukup dia kenal. Melihat rencananya membuat Raga marah berhasil tentunya Kezia sangat senang. Kezia yakin sebentar lagi Kania akan mendapat amukan dari Raga.

“Kamu dapat foto ini darimana?”

“Aku sendiri yang foto. Tadi aku tidak sengaja melihat mereka tidak jauh dari kantor. Sekarang mereka pergi berdua entah kemana.”

Decapan sebal terdengar keluar dari mulut Raga. Tanpa mengatakan sepatah katapun pria itu langsung keluar dari ruangannya. Tujuannya saat ini adalah ruang kerja Kania. Namun baru ingin memasuki lift, pria itu tidak sengaja melihat orang yang saat ini sedang membuatnya marah baru saja keluar dari lift yang hendak ia naiki.

“Mas Raga sakit!” Pekik Kania begitu Raga menarik tangannya kuat hingga membuatnya kesakitan.

“Raga? Kamu apa kabar, sudah lama ya tidak bertemu.” Sapa Naren sambil menyunggingkan senyumnya saat melihat keberadaan Raga.

Berbeda dengan Naren yang tampak menyunggingkan senyumnya pada Raga, Raga justru terlihat memperlihatkan tatapan tak sukanya. “Kamu ngapain kesini? Kamu juga Kania, ngapain kamu pelukan sama dia ditempat umum? Kamu sengaja ingin membuatku malu?”

“Pelukan? Apa maksud mas Raga?”

“Tidak usah pura-pura bodoh, tadi kamu pelukan sama dia ditempat umum kan? Kamu sudah gila ya? Bagaimana kalau ada yang tahu?”

“Pelukan? Sepertinya kamu salah paham. Tadi kita hanya terlalu senang kembali bertemu sampai reflek pelukan. Kamu tidak usah berpikir yang tidak-tidak.” Ini bukan Kania yanh menjawab melainkan Naren. Pria itu berusaha menjelaskan jika dia dan Kania hanya berpelukan secara reflek karena terlalu senang bertemu, tidak ada niat lainnya.

“Kamu juga ngapain disini? Bukannya kamu diluar kota?”

“Aku sudah pindah kesini lagi. Kemarin om Salim menghubungiku dan memintaku datang ke kantornya. Dia bilang ingin memberikanku pekerjaan disini.”

“Apa? Kamu mau bekerja disini? Ckk apalagi sih yang papa rencanakan. Kemarin Kania sekarang kamu. Aku harus berbicara dengan papa!” Tanpa memperdulikan Kania dan Naren, Raga segera melangkahkan kakinya pergi. Pria itu ingin meminta penjelasan pada papanya kenapa papanya memperkerjakan Kania dan Naren di kantornya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status