Share

Bab 7

Dengan ekspresi wajah penuh ketegangan Kania tidak berhenti berjalan mondar-mandir didepan pintu kamar mama mertuanya. Wanita itu tampak begitu tegang dan cemas menunggu mama mertuanya diperiksa oleh dokter didalam kamarnya.

Beberapa saat yang lalu, tepatnya saat sedang makan malam bersama tiba-tiba nyonya Anggun mengeluh sesak napas yang berhasil membuat seluruh anggota keluarga seketika panik. Saat itu juga tuan Salim langsung meminta Raga untuk memanggil dokter pribadi.

“Tidak bisakah kamu diam? Kamu hanya membuatku semakin panik!” Bentak Raga karena merasa kesal melihat sang istri terus saja berjalan mondar-mandir didepannya disaat dirinya sedang mencemaskan mamanya.

“Katakan, apa yang sudah kamu berikan ke mama?”lanjut Raga begitu sang istri sudah tidak lagi berjalan mondar-mandir didepannya.

“Apa maksud mas Raga?”

“Tidak mungkin mama tiba-tiba sesak napas kalau tidak ada sesuatu di makanan yang kamu masak.”

Ucapan Raga barusan sontak membuat Kania terkejut. Wanita itu merasa seperti Raga sedang menuduhnya karena telah memberikan racun pada mama mertuanya. “Kenapa mas Raga menuduhku? Aku sama sekali tidak memberikan apapun pada masakan yang aku masak. Kalaupun ada racun seharusnya bukan hanya mama yang menjadi korban. Aku, mas Raga dan papa pasti akan menjadi korbannya juga.”

Belum sempat Raga mengeluarkan suaranya, tiba-tiba terdengar suara bel rumah berbunyi. Karena bunyi nya tidak kunjung berhenti akhirnya dengan sangat terpaksa Raga pun berjalan kedepan untuk membukakan pintu. Sebelum pergi pria itu juga sempat mengancam Kania jika terjadi sesuatu dengan mamanya, maka dia tidak akan diam.

Dengan langkah besarnya Raga berjalan menuju pintu utama. Sesampainya didepan pintu dan membukanya, pria itu langsung terkejut begitu melihat siapa gerangan yang saat ini datang kerumahnya.

“Kamu? Ngapain kamu kesini?“ ini bukan Raga yang bertanya melainkan Kania yang kebetulan menyusul suaminya membukakan pintu.

Kezia, sambil menyunggingkan senyumnya wanita itu menyapa sang kekasih. Entah apa yang membuat wanita itu berani mendatangi rumah Raga yang jelas kedatangannya cukup membuat Kania dan tentunya Raga terkejut. Jika sampai tuan Salim melihat kedatangan Kezia, sudah bisa dipastikan Raga lah yang akan mendapat amukannya karena papanya itu memang sangat melarang Kezia datang kerumahnya.

“Kezia, kamu ngapain kesini?“ kini giliran Raga lah yang bertanya pada sang kekasih.

“Aku kesini ingin menjenguk mamamu, aku boleh masuk ketemu mamamu kan?”

“Menjenguk mama? Darimana kamu tahu kalau mama lagi sakit? Mas Raga, kamu yang sudah memberitahunya?” Kania cukup bingung memikirkan darimana Kezia bisa tahu jika mama mertuanya sedang sakit. Padahal jika dihitung, belum ada 1 jam sejak mamanya sesak napas sampai sekarang. Jadi sedikit membingungkan jika tiba-tiba Kezia sudah tahu bahkan langsung datang kerumah.

Tidak hanya Kania saja yang kebingungan memikirkan darimana Kezia tahu tentang mamanya yang sakit, Raga pun juga memikirkan hal yang sama. Pria itu juga bahkan belum memberitahunya sama sekali.

“Feeling aja, memangnya kenapa? Mungkin kontak batinku sama mamanya mas Raga itu kuat jadi aku bisa merasakan jika mamanya mas Raga sedang tidak baik-baik saja.”

“Itu bukan alasan yang tepat. Katakan, darimana kamu tahu mama sakit?”

Dengan tatapan penuh curiga Kania menatap Kezia. Tampaknya wanita itu sedang mencari rahasia atau kebohongan dari sorot mata Kezia karena ia yakin yang Kezia katakan barusan itu hanyalah sebuah alasan tak berdasar.

“Terserah kalau tidak percaya, aku tidak butuh kepercayaanmu. Mas Raga ayo kita masuk, mama pasti senang melihat kedatanganku.” Tanpa memperdulikan keberadaan Kania, dengan lancang Kezia menarik tangan Raga masuk kedalam rumah. Meninggalkan Kania yang merasa semakin curiga padanya.

..

Begitu sampai didepan kamar mamanya, Raga yang tadinya sudah cukup tegang karena takut Kezia akan bertemu dengan papanya mulai bernapas lega saat melihat tidak ada papanya didalam kamar. Pria itu juga tidak melihat keberadaan dokter yang tadi memeriksa mamanya.

“Ma, papa mana? Dokternya juga mana?” Tanya Raga pada mamanya tampak sudah mulai bisa bernapas teratur.

“Papamu sedang berbicara dengan dokter diruangkan kerjanya. Loh Kezia, kamu datang kesini?”

Sambil tersenyum Kezia mengangguk. Wanita itu berjalan menghampiri nyonya Anggun, mencium kedua pipinya kemudian memberikan bingkisan buah yang sengaja ia bawa. “Selamat malam tante, tante baik-baik saja kan? Saya dengar tante sakit makanya saya langsung kesini. Saya juga membawa buah kesukaan tante.”

“Ya ampun sayang, kenapa harus repot-repot. Kamu datang saja sudah membuat tante senang.”

Bisa dilihat bagaimana perlakuan nyonya Anggun pada Kezia yang sangat jauh berbanding terbalik dengan perlakuannya pada Kania. Wanita paruh baya itu terlihat sangat menyukai Kezia.

“Tante sakit apa? Alergi tante kambuh ya pasti sampai sesak napas.”

“Darimana kamu tahu? Iya alergi tante kambuh. Tante juga bingung kenapa bisa tiba-tiba kambuh. Padahal sebelumnya tidak kenapa-napa.”

“Jangan-jangan ada yang sengaja ingin membuat tante seperti ini. Kalau boleh tahu siapa yang memasak makanan tante?”

“Kania.”

“Kania? Ckk pasti dia yang sudah membuat tante seperti ini. Sepertinya dia sengaja karena mungkin tidak suka dengan tante.”

Mendengar tuduhan Kezia barusan membuat nyonya Anggun langsung termakan ucapannya itu. Bahkan Raga pun juga sepertinya termakan tuduhan Kezia, sangat terlihat jelas dari sorot makanya.

“Apa maksud kamu? Kamu ingin menghasut mama dan mas Raga kalau mama sakit karenaku?” Tanpa diduga ternyata Kania mendengar apa yang baru saja Kezia tuduhkan padanya.

Dengan tatapan penuh kekesalan Kania berjalan memasuki kamar mama mertuanya. Saat itu juga Kezia yang tadinya duduk ditepi ranjang nyonya Anggun seketika langsung bangkit berdiri.

Sambil menyunggingkan senyum sinisnya Kezia melipat kedua tangannya didepan dada kemudian berkata “Kenapa, benar kan kalau mamanya mas Raga sampai seperti ini karena ulahmu? Sejak awal kan kamu tidak menyukai mamanya mas Raga karena mamanya mas Raga merestui hubunganku dengan mas Raga, lalu sekarang tiba-tiba mamanya mas Raga keracunan makanan yang membuat alerginya kambuh dan ternyata makanan itu kamu yang masak. Kalau bukan kamu yang sengaja meracuni mamanya mas Raga lalu siapa?”

Suara tamparan yang cukup keras terdengar begitu nyaring didalam kamar nyonya Anggun. Kania, wanita itu barusaja melayangkan tamparan kerasnya pada pipi wanita yang menjadi selingkuhan suaminya. “Jaga bicaramu! Aku sama sekali tidak ada sedikitpun niatan untuk mencelakai mama. Seharusnya yang dicurigai itu kamu! Bagaimana caranya kamu bisa tahu kalau mama sakit dalam waktu secepat ini? Bahkan kamu juga tahu kalau alergi mama kambuh padahal mama belum mengatakan apapun. Dan aku yakin mas Raga juga pasti tidak memberitahumu. Bisa jadi kamu yang sudah menyuruh seseorang untuk meracuni mama. Katakan, siapa yang kamu jadikan mata-mata dirumah ini dan melaksanakan semua perintahmu?”

“Kamu yang seharusnya jaga bucaramu, Kania!! Bisa-bisanya kamu menuduh Kezia. Kamu ingin melimpahkan semua kesalahanmu dengan menjadikan Kezia kambing hitam? Dasar menantu tidak tahu diri! Keluar kamu dari kamarku!” Teriak nyonya Anggun dengan suara lantangnya.

Melihat bagaimana nyonya Anggun membela dirinya, Kezia pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Wanita itu langsung berakting seolah dirinya sedih karena difitnah oleh Kania.

“Tidak usah menangis! Aku tahu itu hanyalah air mata buaya, iyakan? Dasar pengganggu rumah tangga orang!”

“KANIA CUKUP! Sebaiknya kamu keluar dari kamar mama,” sahut Raga tak kalah emosinya.

“Tapi mas.”

“Aku bilang keluar! Kamu tuli?!”

Merasa sudah tidak bisa menahan diri, Kania pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar mama mertuanya. Bukan karena mengakui kekalahannya karena suami dan mama mertuanya tidak membelanya, Kania hanya tidak ingin membuat suasana semakin panas dan berusaha menghargai mertuanya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status