Beryl hanya mengiyakan ketika temannya nerocos berucap sesuatu. Pikiran Beryl masih melayang pada kepolosan Lidya.“Ah, cewe Jawa. Begitu sopan, sangat ramah, dan menjunjung tinggi tata krama. Tapi, tak ada yang tahu juga apa yang ada di hatinya. Mas Beryl begitu sombong sekarang. Kenapa tak mau lagi datang ke tempat kost? Kenapa, sih Mas? Ah, kepolosan yang begitu sempurna, begitu apa adanya,” pikir Beryl.Beryl melangkah hanya dengan separo hati. Yang separo masih tetap tertinggal bersama Lidya.“Lidya memintaku datang. Tapi hanya untuk mendengarkan hinaan dan ceramah dari ibu kostnya?” kata Beryl tanpa bersuara.“Kedatanganku hanya untuk mendengarkan cerita tentang kesuksesan calon suaminya?” gerutu Beryl yang sambil membu
Seperti biasa, Beryl setengah berlari menaiki tangga fakultasnya. Dia su kenal dan begitu hafal dengan arah tangga fakultasnya. Baru beberapa langkah sami di ak tangga, langkahnya dihadang oleh Ririn.“Hai?” Ririn membalas dengan seunyum.“ta kamu tambah cantik saja,” kata Beryl. Wajah Ririn terlihat sangat berseri.“ gak ketemu, piye kabarmu, Uin?” lanjut Beryl.“Seperti yang kamu lihat.” Jawab Ririn singkat.“Iya kamu benar. Seperti yang aku lihat. Cantik dan tak ada yang berubah.” Belum sempat Beryl melanjutkanngkahnya, Ririn telah menarik tangannya.“Aku baru terima surat dari Sumatera.” Kata Ririn.“Aang tuamu?”“Tak ada masalah.”“Okelah.”“Terima kasih juga untuk bantuan yang telah kamu berikan.”“T
Seperti biasa, Beryl setengah berlari menaiki tangga fakultasnya. Dia su kenal dan begitu hafal dengan arah tangga fakultasnya. Baru beberapa langkah sami di ak tangga, langkahnya dihadang oleh Ririn.“Hai?” Ririn membalas dengan seunyum.“ta kamu tambah cantik saja,” kata Beryl. Wajah Ririn terlihat sangat berseri.“ gak ketemu, piye kabarmu, Uin?” lanjut Beryl.“Seperti yang kamu lihat.” Jawab Ririn singkat.“Iya kamu benar. Seperti yang aku lihat. Cantik dan tak ada yang berubah.” Belum sempat Beryl melanjutkanngkahnya, Ririn telah menarik tangannya.“Aku baru terima surat dari Sumatera.” Kata Ririn.“Aang tuamu?”“Tak ada masalah.”“Okelah.”“Terima kasih juga untuk bantuan yang telah kamu berikan.”“T
Beryl masih berjalan mondar-mandir. Dia hanya mampu merenungi rerumputan yang selalu dilewatinya di halaman kampus yang begitu luas itu. Di sekitarnya juga banyak mahasiswi yang lalu lalang untuk lewat. Bau parfumnya begitu eksotis. Namun, Beryl merasa muak dengan semua bau parfum itu. Dia tak ingin memperhatikan satu mahasiswi pun yang tengah lewat. Dia masih melangkah tak punya tujuan.Hatinya begitu hampa, kosong, dan hambar. Banyak hal yang harus dia renungi untuk masa sekarang. Semua hal yang berasal dari masa lalunya. Masih adakah kenangan indah yang tersisa dari masa lalunya itu? Kenangan, hanya kenangan. Apa pun bentuk dan rasanya tetap indah untuk dinikmati kala sendiri.
Lidya masih duduk termangu di teras tempat kostnya. Hari itu dia sangat malas untuk kuliah. Ratna, temannya berkali-kali membujuknya untuk kuliah atau sekadar jalan-jalan, mungkin juga belanja ke mall, namun sepertinya tawaran itu tak menarik sama sekali.Dada Lidya terasa nyeri. Tatapan matanya tampak kosong. Mata yang begitu lembut itu kini terlihat tak punya semangat. Mata Lidya saat ini benar-benar tak mau tersenyum.“Seandainya dulu mama tidak mendesakku untuk segera bertunangan dengan Arman. Andai juga semua setuju tentang hubunganku dengan Beryl. Andai juga mama tidak terlalu mencampuri hal-hal pribadiku. Andai juga mama memberikan kebebasan padaku
“Mamanya Lidya sudah bercerita tentang kamu padaku. Tapi sayangnya, dia tak menyebut namamu. Makanya aku tidak tahu kalau orang yang dimaksud selama ini kamu.”“Memang dia bilang apa padamu?”“Dia pernah bilang kalau menyesal.” Beryl hanya termangu.“Pergilah!” kata Mirna. Beryl menatapnya dalam.“Sebelum terlanjur lebih jauh, lupakan semuanya. Bagiku, sudah sangat luar biasa, kamu bisa menciumku. Dan itu sangat kurang ajar. Kuminta mulai sekarang, hentikan semua keliaranmu. Kamu sudah menemukan tempat berlabuh yang paling damai dan paling nyaman. Lidya sangat membutuhkanmu. Dia menunggumu.&rd
Tak perlu dipersoalkan. Apakah cowo itu orang penting atau bukan. Mungkin ini akan menjadi kesulitnya.Seorang mahasiswa senior terlihat tengah melangkah menuju ke arah Ernasari. Langkah senu semekat. Joni yang kali ini melangkah. Teman dekat dari Beryl. Cowo yang telah mengambil alih ataspemilikan Ririn. Satu angkatan juga dengan Beryl. Joni mendekat ke tempat Ernasari. Ernasari tampak ketaku.Di sela ketakutannya, Ernasari berusaha tersenyum pada Joni.“Apa kamu sakit?” Tanya Joni.Ernasari h mengangguk.Joni memperhatikan seluruh ruangan. Belum sempat perhatian Joni menyapu seluruh ruangan terlihat dari luar Beryl akan kembali masuk ke ruangan.Alangkah indah sebenarnya postur
"Mas Beryl, saya tak mau diantar pulang oleh teman peserta ospek." suara Ernasari begitu merengek."Mas Beryl, saya tak mau diantar pulang oleh teman sesama peserta ospek." Suara Ernasari begitu merengek."Mau pulang sendiri? Baguslah!""Saya tak mau, Mas." Ernasari lebih merengek lagi."Oke. Biar diantar bagian keamanan.""Jangan, Mas. Jangan!" suara Ernasari jadi histeris.Beryl menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berpikir, Ernasari sangat merepotkan. Sebenarnya apa yang sudah dialami oleh Ernasari? Selama dua hari sebanyak dua kali pingsan. Apa dia diganggu makhluk halus selama kegiatan ospek ini? Apa yang membuatnya jadi begitu takut?"Kenapa tak mau juga diantar o