Dalam hati, Beryl merasa senang dan puas ketika membuka ponsel Bu Liana, di sana hanya ada foto-foto Bu Liana dan suaminya. Ditambah juga yang ada foto-foto mesra Bu Liana dengan dirinya dulu, sebelum Bu Liana menikah dengan ketua jurusan.
Ketika Beryl tahu bahwa foto-foto mesranya dulu dengan Bu Liana masih tersimpan, hatinya merasa berbunga. Dan hal itu dimanfaatkan Beryl untuk memandang wajah cantiknya Bu Liana. Diam-diam Beryl tersenyum. Beryl menikmati wajah Bu Liana di wajah terpaan cahaya matahari. Entah, mengapa Beryl merasa terpukau kembali dengan kecantikan Bu Liana.Beryl segera mengalihkan pandangannya ke depan kembali saat Bu Liana mulai menyadari kalau Beryl sering mencuri kesempatan untuk memandangnya.“Beryl. Ngapain dari tadi aku lihat kamu sering senyum-senyum sandiri? Kamu gak lagi sedang melihat Widya, bukan?” pertanyaat Bu Liana sempat membuat Beryl merasa terkejut.““Kamu memang benar-benar playboy!” bentak Ririn dengan nada kesal.Avanza berwarna metalic yang dikemudikan Beryl meluncur di sepanjang jembatan Suramadu.Beryl hanya tersenyum sekilas, senyum buas dan benar-benar menunjukkan pribadinya yang memang terkesan playboy di mata Ririn. Beryl hanya memandang Ririn yang kini tengah duduk di samping kemudinya.“Maaf, cantik kalau aku selalu salah di matamu.”“Kamu memang bejat. Selalu pakai trik hidung belang kamu!” seru Ririn sambil membanting pintu mobil ketika Baryl menepi menghentikan laju mobilnya.Tanpa menghiraukan omelan Ririn, Beryl menghentikan begitu saja mobilnya di tepi jalan. Beryl dengan cekatan segera turun dari mobil.“Percuma selama ini aku menjalin hubungan sama kamu,” Ririn kembali melampiaskan kejengkelannya. “Kamu hanya mempermainkan aku!”Sementara Ririn ngomel sendiri, Beryl memeriksa ban mobilnya tanpa menoleh ke arah
"Emang kita mau kemana setelah ini?" tanya Ririn dingin setelah ada di dalam mobil."Oh, aku tau sekarang. Kamu sudah berubah jadi orang bisu dan tuli?" Ucap Ririn lagi setelah Beryl tidak menanggapi pertanyaannya.Setelah tiba di depan sebuah hotel mewah, Ririn segera keluar dari mobil. Pintu mobil dia banting dengan keras penuh kekesalan.Beryl hanya tersenyum kecil penuh kemenangan melihat tingkah gadis yang ada di depannya. Gadis yang sudah ia renggut kesuciannya ketika keduanya mulai dekat dalam kegiatan senat. Beryl melangkah mendekati resepsionis hotel setelah memarkir mobilnya."Selamat siang, Mbak," sapa Beryl kepada resepsionis hotel."Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis dengan penuh hormat.Beryl tersenyum kecil pada resepsionis itu. Bagi Beryl diperlakukan dengan penuh hormat sudah hal biasa.Beryl bertanya pada resepsionis hotel tentang kamar kosong. Namun tak segera dijawab oleh sang resepsionis.
"Maaf Rin, aku tau ini dosa. Tapi aku sangat mencintaimu dan juga sangat menyayangimu. Aku sangat membutuhkan semua ini, Rin," rayuan gombalnya Beryl yang pura pura memohon pada Ririn."Tidak, Beryl! Kita harus menghentikan semua ini," balas Ririn.Ririn sejak tadi secara halus berusaha menolak kemauan Beryl. Tapi bagi Beryl, cewe seperti Ririn adalah salah satu cewe yang sangat penting buatnya."Rin, kita harus melakukannya siang ini. Please, jangan tolak sayang!" pinta Beryl kembali.Sebenarnya Beryl juga merasa heran di dalam hati, karena sejak tadi Ririn selalu berusaha menolak."Jangan pernah lagi, Beryl. Kamu bisa memuaskan nafsumu bersama cewe lain yang tergila-gila sama kamu,""Bagaimana kalau cewe yang sanggup membuatku tergila-gila hanya kamu,""Sorry, Beryl. Perlakukanlah aku dengan sedikit hormat."Ini barang kali yang menjadi alasan Ririn, kenapa ia saat ini berusaha menolak kemauannya. Sepertinya Ririn meras
Beryl dan Ririn saling tatap tanpa ada pembicaraan. Hanya mata mereka yang seperti berbicara dan bercerita tentang lagu cinta yang siang itu mereka nyanyikan di kamar 404. Lagu cinta dari dua insan yang sudah sulit untuk menahan diri dari gelora api cinta yang sepertinya siang itu kian membara, sepanas bara matahari yang siang itu panas memanggang.Sejurus kemudian, tak ingin menyia-nyiakan sebuah kesempatan, Beryl mendaratkan kecupan lembut namun garang ke wajah Ririn. Dengan mata dan jiwa yang pasrah, Ririn hanya bisa menikmati kecupan itu. Karena kenyataan selama ini dirinya selalu tak punya daya untuk melawan Beryl. Atau karena juga Ririn yang tak mampu menahan diri atas hasrat dan keinginan yang ditawarkan Beryl?"Kenapa lama, Beryl," suara manja Ririn sambil melingkarkan tangannya ke leher Beryl.Selama ini liarnya permainan Beryl sangat diakui oleh Ririn. Menyadari kegelisahan Ririn yang telah menunggu dengan tatapan yang sendu, Beryl yang
"Beryl memang bangsat," suara itu yang kini tengah berputaran di kepala Ririn."Dia memang lihai untuk menebar daya pikat pada wanita. Dia tak pernah puas dengan satu perempuan. Bajingan Kampus itu selalu mengoleksi banyak cewe. Berapa banyak lagi cewe-cewe yang menjadi sasaran barunya? Oke, Beryl, aku akan menyelidiki dunia yang selalu membuatmu terlena. Jangan kira aku akan kalah terus. Kamu kira memang, kamu bisa seenaknya menebar rayuan gombalmu padaku terus. Lalu kamu campakkan begitu saja setelah kamu bosan. Wanita lain bisa kamu perlakukan sebiadab itu. Tapi tidak terus - terusan dengan aku! "Di bawah terik mentari yang panas memijar di dalam avanza metalic milik Beryl kalimat kutukan itu terus menerus dilontarkan Ririn di dalam hati. Meski di sampingnya sambil memegang kendali mobil, Beryl sesekali masih bisa mencium wajah lembut Ririn. Wajah Ririn yang tirus, dengan mata yang bening, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang ranum.&n
"Ya Tuhan....., terima kasih telah Engkau pertemukan aku dengan jelita hati ini," kata Beryl mencoba merayu gadis itu."Aku gak cantik, Mas. Rupaku biasa saja." Gadis berbaju pink itu tersipu malu mendengar pujian Beryl.Beryl terpaku menatap wajah cantik yang tengah berdiri di depannya."Dunia belum terbalik rupanya. Gadis secantik kamu dengan malu-malu bilang gak cantik. Rupanya kamu memang gadis antik yang tengah aku cari. Semakin menggoda."Gadis itu masih berdiri di sudut ruang perpustakaan."Ngomong apa, Mas? Ah, terlalu berlebihan. Sudah beberapa jam aku di ruangan ini. Bagaimana kalau aku permisi duluan, Mas?" ujar gadis itu dengan sopan di depan Beryl.Beryl mengeluarkan sebuah kartu nama. Lalu diberikan pada gadis berbaju pink itu."Siapa tau besok berte
Di tempat parkir kendaraan, gadis berbaju pink itu memandang Beryl berkali-kali. Gadis itu tampak gelisah. Entah apa yang membuatnya gundah. Sedangkan matahari mulai condong ke barat. Langit tampak mulai kelam. Mereka para pengendara bermotor mulai menyalakan lampu kendaraan. Bukan itu saja, tapi lampu - lampu di jalan juga mulai menyala.Gadis berbaju pink itu kembali memandang Beryl. Dia seperti sedang menunggu sesuatu, namun Beryl pura-pura tidak menghiraukannya. Jahat! Padahal gadis itu tidak ada yang menjemput, sementara hari sudah mulai gelap.Kenapa Beryl tak menawari buat ngantar gadis itu ya? Gadis berbaju pink itu mulai menarik nafas dalam - dalam, berusaha meredam kejengkelannya. Suasana kampus juga mulai remang dan sepi."Kenapa masih bengong di situ?" tanya Beryl."Belum ada yang jemput," kata gadis berbaju pink.
“Ayok kita pulang.” Beryl membukakan pintu mobil lalu menyuruh Lidya masuk.“Terima kasih. Ternyata kamu sangat baik.” Puji Lidya pada Beryl.“Masama,” kata Beryl pelan.“Aku harus mengantarmu pulang kemana? Rumahmu di mana?” Tanya Beryl.Gadis berbaju pink itu tak segera menjawab. Tetapi ketika sampai di perempatan lampu merah, ia memberikan isyarat untuk menyuruh Beryl berbelok ke arah kiri.“Melewati jalur itu menuju rumahmu?” Lidya tak menjawab. Ia hanya mengangguk.“Di sebelah mana?”“Tak jauh dari sini.”“Aku tinggal di seputaran Bungur Asih.”Beryl pura-pura tak mendengar. Mereka tiba di depan terminal. Lampu-lampu di sudut terminal sudah mulai menerangi. Lidya menatap ke arah Beryl. Dalam hati gadis itu memuji. Ternyata Beryl cowo yang ganteng, mirip artis Korea. Lampu-lampu yang m