“Kapan-kapan aku akan datang ke rumah Mirna,” Beryl hanya bergumam.Bus yang melaju di depan mobil Beryl terlihat terguncang. Gadis di dalam bus itu tampak terseok-seok. Tumbuhnya masih terhimpit oleh dua lelaki muda yang ada di sampingnya.“Maaf,” desis salah seorang lelaki muda itu.Leher gadis itu tampak berpeluh, namun peluh itu tetap dibiarkannya karena kedua tangannya sedang berguna semua. Satu tangannya digunakan untuk menenteng tas, sedang tangan yang satunya berpegangan pada besi yang ada di bagian atap bus.Rambut gadis itu pasti harum. Dan, Beryl teringat pada Mirna, mantan pacar kakaknya Lidya. Barangkali sampo yang digunakannya satu jenis. Beryl jadi teringat pernah memeluk dan melumat Mirna di
“Lalu siapakah gadis itu?” Tanya Beryl“Lalu bagaimana aku tahu? Apakah dia seorang PSK? Atau penyanyi di club malam?”“Ah,” Beryl kembali mengeluh.“Atau mungkin dia pelacur high-class? Siapa pula yang tahu?”Dada Beryl terasa tersentak.“Ah, kenapa aku harus main-main dengan pertanyaanku sendiri?” batin Beryl.“Tapi, siapa tahu memang? Ini kota Surabaya, kota metropolitan nomor dua di Indonesia. Apa pun di kota yang besar ini bisa terjadi. Apa pun juga bisa dilakukan. Orang yang dari segi penampilannya baik dan meyakinkan, punya penghasilan besar, sangat mungkin sekali menjadi wanita panggilan atau mungkin menjadi laki-laki simpanan tante-tante. Per
“Kemana ya aku sekarang?” Tanya Beryl padi dirinya sendiri.“Yah, kemana sajalah. Yang penting bisa menghibur diri,” kata Beryl yang tanpa semangat.Malam itu Beryl memang tak punya keinginan apa-apa. Dia tak ingin melakukan apa pun. Beryl tak pernah lupa, apa yang dia lakukan di hari-hari lalu. Dia juga ingat apa yang dulu selalu diperbuatnya jika malam begini. Beryl selalu datang ke tempat-tempat yang bisa menjanjikan kesenangan bagi seorang lelaki.Selain untuk urusan kuliah dan juga urusan kerja, juga Beryl biasa pergi ke rumah yang dihuni oleh perempuan-perempuan yang menjajakan kecantikan di dunia nyata. Pun jika tidak seperti itu, Beryl biasa mendatangi para perempuan di dunia maya lewat media sosial. Melakukan hubungan la
“Kalau misalnya, Mas mau tiduran. Tidur aja di atas ranjang. Cukup bayar biaya sewa kamar.” Bisik Louis di telinga Beryl.Beryl menatap mata Louis. Mata perempuan itu menyorotkan kesungguhan.“Kalau Mas tidak akan menggunakan saya, saya akan melayani laki-laki itu. Sudah beberapa kali saya melayaninya. Meskipun sesungguhnya saya sangat tidak menyukainya.” Kata Louis sambil menunjuk ke arah laki-laki yang dimaksud.Beryl melirik ke arah laki-laki yang dimaksud oleh Louis. Laki-laki yang berkulit hitam dengan tubuh besar. Sangat mengerikan. Sangat berlawanan dengan Louis yang bertubuh mungil dan kecil. Laki-laki bertubuh hitam dan besar itu sudah berkali-kali mengarahkan pandangan ke arah Louis. Seleranya benar-benar aneh.
Beryl tiba-tiba jadi ingat pada gadis yang dilihatnya di dalam bus sepanjang siang tadi. Bibir gadis itu juga sebagus bibir Louis. Hanya, mungkin bibir gadis di dalam bus tadi lebih orisinil. Bukan bibir yang bisa disinggahi oleh banyak laki-laki secara kolektif.“Perempuan yang kini terbaring di sampingku ini sesungguhnya masih sangat muda,” batin Beryl.“Sepantasnya perempuan ini masih asyik untuk pacaran. Seusianya masih pantas dengan cinta monyet. Harusnya masih dalam masa-masa melamun. Seandainya berciuman pun masih harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi,” pikir Beryl.Tapi, Louis telah melompati masa-masa yang dipikirkan oleh Beryl. Louis harus hidup dengan cara yang lain. Harus hidup dengan dunianya saat ini. Dunia
Beryl melangkah ringan ke kamarnya. Senja telah mulai turun. Bunga-bunga di senja hari terlihat lebih indah dari biasanya. Lama tak menikmati senja seperti ini. Lama Beryl tak menikmati senja dengan duduk santai seperti ini.Bunga-bunga yang ada di depan rumah kontrakan Beryl mengeluarkan bau harum. Semilir angin senja itu juga terasa nyaman. Sedang langit di barat juga masih menyisakan warnanya yang merah. Indah sekali. Bunga-bunga berwarna merah dan ngu. Bunga mawar yang berwarna indah masih menyerbakkan bau harum. Wanginya akan melebihi wangi parfum. Wangi yang alami. Angin senja menggoyangkan ranting bunga mawar itu.Kaki Beryl dengan ringan melangkah. Beryl membaringkan tubuhnya. Ingin sekali sebenarnya dia tertawa.Kamar Beryl tampak masih ge
Matahari di atas langit Surabaya begitu terik membakar bumi. Tubuh-tubuh yang ada di bawah sengatan terik matahari terasa gosong dan penuh keringat. Aspal yang panas seperti terasa memanggang. Di kota metropolitan kedua di Indonesia ini hanya dengan jalan bertarung manusia bisa memperoleh sesuap nasi.Di kota ini tentu akan sangat langka untuk menemukan keteduhan. Beda dengan kehidupan di desa yang penuh ketenangan, teduh, dan terasa mendamaikan. Maka, siapa saja yang bisa merasakan keteduhan hidup berarti orang itu telah menemukan surga dan keindahan.“Jika kamu setia menanti dan menunggu di terminal ini, tentu kamu akan bisa bertemu dengan wajah yang menyimpan keteduhan itu,” kata Beryl pada dirinya sendiri.Bukankah itu tidak salah? Toh,
Beryl masih berdiri terpana. Taksi yang membawa Widya semakin menjauh. Beryl merasakan sesuatu telah terbawa dari dirinya, dilarikan oleh sopir taksi, menyusup di antara kepadatan lalu-lintas kota Surabaya.Rembang petang sebentar lagi akan turun. Terlihat kesibukan lalu-lintas semakin padat, karena orang-orang berburu dengan waktu untuk secepatnya tiba di rumah masing-masing.Beryl melangkah dengan santai untuk kembali ke terminal. Lalu, dia kembali untuk duduk. Sore itu Joni telah berjanji akan datang.“Aku sudah tahu nama cewe itu,” kata Beryl begitu Joni tiba.“Namanya Widya. Bagus bukan?” kata Beryl seperti memamerkan nama cewe itu.“Hem. Alamatnya kamu juga sudah tahu?” Tanya Joni.