Pihak rumah sakit yang tadi menelepon Danish, mengatakan kalau Gabriel tengah menderita GERD. Tentu saja Gabriel yang meminta pihak rumah sakit mengabarkan pada Danish. "Kenapa kamu tiba-tiba jatuh sakit?" pertanyaan itu terlontar ketika Danish sampai bangsal rawat Gabriel.Tatapan mata Gabriel sayu ketika bertemu tatapan Danish. Wanita itu terbaring lemah di ranjang pasien. Meski begitu Gabriel masih bisa mengangkat kedua ujung bibirnya.Dengan lemah Gabriel menjawab, "Karena aku kurang istirahat dan kebanyakan minum kopi. Tapi, aku bahagia karena akhirnya aku menang.""Menang?" Kini Danish duduk di kursi di sebelah ranjang pasien tersebut."Iya. Bukannya kemarin aku udah bilang? Aku menang presentasi. Setelah aku masuk kerja lagi, aku bisa tangani proyek itu bersama kamu." Meskipun sakit, Gabriel terlihat bahagia bisa bekerja sama dengan Danish. Gabriel mempersiapkan segala sesuatunya bersama timnya, bahkan lembur selama beberapa hari. Wanita itu juga tidak makan dengan teratur dan
Danish merasa sedikit pusing dikarenakan tidurnya semalam tak begitu nyenyak. Dan badannya agak pegal, pasalnya Danish tidur di atas sofa. Danish kembali ke rumahnya sekitar pukul 6 pagi tadi. Dia hanya sempat mandi, lalu berpakaian, setelannya berangkat ke kantor tanpa sarapan."Serena tolong belikan saya sarapan dan kopi," pintanya pada sekretaris.Kemudian Serena pergi untuk membeli roti lapis sebagai sarapan Danish, sedangkan kopi dia buatkan di pantry. Danish lebih menyukai kopi buatan Serena ketimbang membeli di luar.Beberapa menit kemudian Serena membawakan roti lapis dan kopi ke ruangan Danish. "Silakan, Pak Direktur," ujar Serena. Dia memperhatikan atasannya yang sedikit lesu. "Apa Pak Danish kurang sehat?""Ya, begitulah," jawabnya singkat. Beberapa saat kemudian Danish kembali berucap, "malam ini saya enggak lembur. Saya minta tolong sama kamu, nanti sore ambilkan saya baju ganti di rumah dan bawa ke sini.""Pak Danish mau ke mana kalau boleh tahu?" Atasannya jarang memint
Ketika pintu bangsal terbuka, kedua pasang mata itu menatap ke arah yang sama. Sementara Ilana menatap bergantian pada Danish dan Gabriel. Seulas senyum canggung terpasang di wajah gadis itu. "Hai!" ujarnya bernada canggung. Selangkah demi selangkah gadis itu mendekat ke arah keduanya."Ilana kenapa kamu bisa di sini?" Danish bertanya bingung dan segera melangkah ke samping Ilana. "Oh ... kamu ngikutin saya?" Sekali lagi Danish bertanya pertanyaan yang sudah dia ketahui jawabannya."Ilana?" ujar Gabriel.Di dalam kepalanya Ilana memikirkan sebuah skenario untuk dikatakan pada dua orang itu. Baiklah, dia akan memulai dengan basa-basi. "Hai ..., Kak Gabriel. Aku ke sini jenguk Kak Gabriel." Maniknya beralih melihat Danish, "ya, maaf Kak Danish. Saking khawatirnya aku ngikutin ke sini."Danish membuang muka ke arah lain. Agaknya pria itu kurang senang dengan perilaku Ilana yang setiap saat mengekornya. "Lain kali jangan ikuti saya lagi!" Ucapan Danish terdengar keras dan dingin bagai per
5 Tahun kemudian ....Banyak hal telah terjadi dalam 5 tahun terkahir. Ilana menyelesaikan kuliah S2-nya dua tahun lalu, dan dia langsung bergabung dengan perusahaan ayahnya. Tentunya Ilana memulai dari karyawan biasa sampai membawanya pada jabatan manajer. Sementara Arion adalah penerus ayahnya, dia kini menjabat sebagai Vice Presiden Director.Selain bekerja, Ilana juga menghabiskan waktunya berjalan-jalan—kapan pun dia mendapatkan waktu—menikmati masa mudanya, sendirian ataupun bersama sahabatnya. Oh, ya, siapa yang menduga kalau Kania dan Arion menjalin hubungan sejak 3 tahun lalu? Dan mereka pun melangsungkan pernikahan tak lama setelah menjalin kasih. Mereka juga dikarunia seorang anak perempuan yang sangat manis.Pagi itu, tak seperti biasanya Ilana bangun kesiangan akibat menonton film sampai dini hari. Jadi, sekarang ini dia terburu-buru, menenteng tasnya sambil mengenakan sepatu hak tingginya."Ma, Pa, Kak Arion udah berangkat?" tanya Ilana sesampainya di ruang makan. "Aduh p
"Bu, ada surat undangan untuk Ibu," kata salah satu staf kepada Ilana.Ilana mendongak, lalu meraih surat undangan di tangan staf wanita itu. "Terima kasih."Ketika Ilana membaca nama yang tertera di surat undangan tersebut, matanya melebar tak percaya. Sudah lama sekali dia tak bertemu Farrel dan sekarang pria itu akan menikah dengan Erna yang membuat Ilana semakin tak percaya."Dulu pas aku muji Bu Erna, Farrel enggak mau dengar. Nah, sekarang mereka bakal nikah." Ilana tertawa di balik surat undangan pernikahan itu.Detik berikutnya tawanya menghilang karena Farrel mengingatkannya pada seseorang. Tangan Ilana spontan meletakkan kartu undangan tersebut. "Apa dia juga bakal datang?" Dengan cepat Ilana menghempaskan pikirannya tentang lelaki itu.***Mengingat hari pernikahan Farrel seminggu lagi, Ilana dan Kania pergi ke butik langganan mereka. Memilih gaun yang tepat dan pas bukan hal mudah ternyata. Ilana sudah mencoba 5 gaun, tetapi masih merasa tak sesuai. Sementara Kania sudah m
Arion dan Kania telah turun dari mobil mereka, sedangkan Ilana masih mengatur pernapasannya. Entah mengapa jantungnya berdebar kencang padahal bukan dia yang akan menikah, tetapi dia menjadi canggung."Ilana ayo buruan turun. Acaranya udah mau mulai," ujar Arion.Farrel mengadakan pernikahannya di sebuah hotel mewah dengan pemandangan outdoor pantai. Para tamu sudah mulai berdatangan sejak tadi. Kebanyakan dari mereka datang bersama pasangan.Ketika melihat itu Ilana jadi berkecil hati karena dia tak membawa pasangan. Dia turun perlahan dari mobil dibantu oleh Arion. Dan setelah itu Arion menggandeng Kania, sedangkan Ilana berjalan di samping mereka.Mereka menunjukkan kartu undangan kepada staf yang bertugas dan mempersilakan mereka untuk masuk. Ilana terpukau melihat dekorasi indoor aula pernikahan, yang langsung memperlihatkan dekorasi outdoor di balik dinding kaca—yang terlihat mewah.Tanpa berkata apa pun pada kakaknya, Ilana melangkah melewati pintu kaca yang lebar itu, seketika
"Ilana!" Tiba-tiba Erna berseru dan segera memeluk Ilana. Tentu saja setelah acara pernikahannya selesai.Ilana menjadi sedikit canggung. "Bu Erna, tolong jangan meluk erat-erat, aku enggak bisa napas," kata Ilana. Oleh karena itu, Erna dengan segera melepaskan Ilana."Aduh, maaf. Habisnya aku senang sekali bisa bertemu Ilana lagi," timpal Erna."Selamat atas pernikahan Ibu," ujar Ilana. Kemudian pandangannya teralih pada Farrel, "Kak Farrel membuat aku tercengang, tapi aku sangat bahagia karena akhirnya kalian bersama."Farrel berdiri di samping Ilana, tetapi matanya mengarah pada Danish. "Ehem. Terus gimana sama kamu?"Kening Ilana mengkerut serta kedua alisnya bertautan. Sepertinya tak suka akan pertanyaan Farrel. Kalau saja hari ini bukan hari bahagia Farrel, maka Ilana akan benar-benar memukul lelaki itu."Ya, udah deh. Aku enggak akan bertanya. Makasih banget kamu udah mau datang di hari bahagiaku," ucap Farrel lagi.Kemudian Farrel dan Erna menyalami para tamu yang tengah berpa
"Kenapa buru-buru Ilana?" Raihan yang duduk di kursi kerja bertanya penasaran.Arion dan Kania menyusul di belakang Ilana, sontak Raihan menjadi sangat terkejut."Ada apa ini?" Laki-laki itu segera berdiri."Gini, Pa, aku sama Kania enggak sengaja—”"Cukup!" potong Ilana, tanpa menoleh pada kakaknya, dia berucap lagi, "aku mau ngomong sama Papa. Kakak sebaiknya ngasih aku ruang."Arion dan Kania mengangguk. Mereka merasa bersalah karena tak hati-hati saat berbicara. Arion menutup pintu ruang kerja ayahnya. Kini ruang kerja itu sunyi karena Ilana belum mengutarakan maksudnya."Duduk, Na."Setelah keduanya duduk, Ilana menatap dalam pada ayahnya. Raihan belum pernah menerima tatapan ini dari Ilana. Raut mukanya sedikit khawatir."Pa, tolong jelasin sama aku," kata Ilana."Apa yang ingin kamu dengar?""Papa punya masalah apa sama Danish 5 tahun lalu? Aku pengen Papa jawab jujur!"Suasana di ruangan itu menjadi sedikit tegang. Keingintahuan Ilana adalah rahasia yang disimpan oleh Raihan.