Sebulan berlalu, setelah kali kedua aku bertemu dengan lelaki itu. Lee Sin. Entah apa kabarnya sekarang? Aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Yang dapat ku lakukan hanya melihatnya di layar kaca tanpa bisa bertemu langsung seperti yang sudah-sudah. Ada rindu di dalam hatiku sebenarnya. Aku ingin memandangnya secara langsung seperti waktu itu. Apakah dia sudah melupakanku? Atau ini hanya perasaanku saja. Mungkin ya. Kalau dipikir-pikir, Lee Sin adalah seorang idol sementara aku hanyalah gadis biasa yang tak mungkin sebanding dengannya. Seharusnya aku tak berkhayal seperti gadis yang ada di drama Korea yang sering ku tonton. Namun, inilah keajaiban itu. Masih jelas di ingatanku saat dia meminta nomor teleponku siang itu di taman.
"Ku harap kita akan bertemu kembali, Kara!" ujarnya sambil menyimpan telepon genggamnya ke dalam saku celana siang itu.
Aku hanya tersenyum memandang wajah oriental sang idol. Matanya yang sipit dan akan menghilang saat tertawa membuatku tak d
Taman ini membeku. Kursi yang ku duduki juga terasa seperti es. Aku mulai menggigil. Ku lirik jam tanganku, sudah jam 8 lewat 10 menit. Aku mulai cemas. Apakah Lee Sin lupa dengan janjinya atau dia sedang sibuk sekarang? Atau… Ah... Aku bisa mati kedinginan di sini, kalau dalam waktu 5 menit lagi dia tidak datang juga. Coat yang ku pakai sepertinya tak bisa menghangatkan badanku karena dinginnya semakin menembus tulang. Ini memang sedang musim dingin di Korea. Kenapa aku percaya saja pada pria Korea itu? Kenapa aku mengikuti ajakannya? Kenapa aku sampai segila ini menembus dinginnya malam Korea hanya untuk bertemu dengannya? Ah, sepertinya aku sama gilanya seperti Mi Hee sekarang. Ini semua karena Lee Sin.“Mianhae…” Sebuah suara datang dari arah belakang.Aku membalikkan tubuh ke belakang. Dia memakai jaket bertopi berwarna biru tua dan kacamata hitam yang legam.Sambil tersenyum, Lee Sin meletakkan coatnya ke tubuhku. “Kau sudah
"Hyung..." Suara Lee Sin terasa berat.Gyo Joon memandangnya sebentar dan fokus kembali pada layar yang berada di hadapannya."Menurutmu, apakah mungkin kita bisa menjalin hubungan dengan seseorang?" tanya Lee Sin dan mendekati Joon yang sedang bermain game di ruang tamu malam itu."Kau menyukai seseorang? Siapa? Gae Na? Gyu Won?" Joon terkejut m3ndengar pertanyaan juniornya itu"Aniyo! Bukan mereka." Lee Sin menggeleng dengan cepat."Lalu siapa?""Hanya seorang gadis biasa.""Memangnya kau bukan orang biasa?" balas Joon tanpa melihat Sin sedikitpun. Dia masih sibuk dengan game online di laptopnya. Ya, hidup Joon hanya ditemani dengan game yang dapat membuatnya lebih tenang setelah mengadakan beberapa music tour bersama SNine.Lee Sin menggaruk kepalanya sambil menunjukkan wajah yang sedikit bingung dengan jawaban Joon. Sepertinya in
Sebulan telah berlalu. Setelah kejadian itu, aku tak pernah mendengar kabar apapun lagi darinya. Sampai aku melihat sebuah acara Weekly Idol di TV tentang mereka, tentang SNine yang sempat menjadi bunga tidurku sepanjang malam."Kau tidak ingin duduk bersamaku di sini?" tanya Mi Hee dan melemparkan sebuah bantal kursi padaku. Dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.Aku menggeleng. Perasaanku sudah berubah sejak Lee Sin tak lagi pernah menghubungiku."Kenapa?" Dahi Mi Hee mengerut."Aku sedang tidak enak badan," jawabku tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya."Kau tidak ingin melihat SNine? Kau yakin?" tanyanya lagi seakan tidak percaya dengan jawabanku.Aku menggeleng lagi dengan cepat."Kau aneh! Biasanya kau paling rajin menatap mereka seharian di sini. Ya sudah, kalau begitu." Mi Hee memalingkan wajahnya dariku.Aku duduk di meja makan sambil mengupas sebuah apel merah yang ada di atasnya."Kara, lihatlah! Itu
Eodiyeo?Aku meraih ponselku sambil meregangkan tangan yang terasa sakit karena sedari pagi aku terus bergelut dengan tugas dari Profesor Hyuna. Aku tidak tahu bahwa ternyata Pshycology itu merumitkan. Hampir saja aku merasa putus asa saat mulai mengerjakan tugas itu satu persatu. Antara sadar atau tidak, aku melotot memandang layar ponselku. Lee Sin? Benarkah ini pesan darinya? Sontak saja aku melompat dari kasur dan terduduk manis di depan meja rias. Senyumku mengembang seketika. Aku masih terus memandang namanya yang terpampang di layar. Entahlah, aku sudah seperti orang gila setiap berhadapan dengan pria Korea yang tampan ini. Sambil tersenyum lebar, aku mulai mengetik balasan pesan untuknya. Aku tidak ingin kehilangan kesempatan ini. Rasa rindu sudah memuncah dalam jiwaku, seperti meronta-ronta menginginkan kehadiran Lee Sin secepatnya. Aneh memang, tetapi itulah yang ku rasakan.Aku di rumah. Memangnya ada apa?
Tempat ini ramai sekali. Banyak remaja Korea yang sedang hilir mudik di hadapanku sekarang. Mungkin mereka juga sedang menunggu kedatangan sang idola tepat di pintu masuk gedung, sama sepertiku dan Mi Hee. Suara lengkingan yang tak henti-hentinya terdengar dari setiap sudut gedung membuatku ingin mundur saja dan pulang ke rumah. Mereka sangat histeris menyambut SNine. Mungkin lebih baik aku tidur manis di atas kasur sambil membayangkan Lee Sin dengan indah. Ah, dalam keadaan seperti ini masih sempatnya aku melamunkan yang tidak-tidak. Kehisterisan merekapun mulai menjadi-jadi. Berkali-kali nama Lee Sin mendayu syahdu di telingaku. Rasanya cemburu di dalam hati begitu kuat saat gadis-gadis centil ini memanggil namanya. Apa yang ku pikirkan sekarang? Lee Sin bukan hanya milikku. Dia adalah milik para penggemarnya karena dengan adanya dukungan dari mereka untuk Sin, itu akan membuat Sin meraih kesuksesannya dengan mudah.Tak berapa lama, pintu masuk gedung pun terbuka. Semua pen
Aku masih bingung dengan semua yang sedang terjadi di sini.Mi Hee juga menatapku dengan tajam sembari berbisik pelan, “Ini ada apa?”“Aku juga tidak mengerti…” bisikku sambil menggeleng ke arahnya."Tetapi tidak apa-apa juga. Aku senang bisa melihat mereka dari dekat. Kau juga, kan?” tanya Mi Hee membalas bisikanku sambil tertawa kecil.Akhirnya satu persatu dari member SNine keluar dari sebuah ruangan. Mereka menghampiriku dan Mi Hee sambil tersenyum. Kelima superstar itu berjalan menuju kami yang masih saja tak percaya dengan semua ini. Aku mencari wajah Lee Sin diantara wajah pria-pria tampan ini. Dia berada di belakang seorang. Entahlah, aku tak mengenalnya.Tiba-tiba Ahn Jae langsung mendekati Mi Hee. Pria itu membawa seikat bunga dan memberikannya pada Mi Hee. “Apakah kau yang bernama Mi Hee?” tanyanya dengan suara yang amat lembut.“N-Nae…” Suara Mi Hee terdengar ber
Hari ini aku dan Mi Hee akan pergi ke Supermarket untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Cuaca sudah memasuki musim dingin. Ku putuskan untuk memakai coat berwarna pink pemberian Lee Sin di hari ulang tahunku. Setelah memakai jas itu, rasanya kepercayaan diriku kembali lagi. Aku berputar-putar di cermin sambil sesekali tersenyum bahagia menatap diriku yang terlihat manis memakai coat ini. Ini memang sudah lama ku idam-idamkan."Waeyo?" tanya Mi Hee yang tiba-tiba saja masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintunya terlebih dulu."YAA, kenapa kau tidak mengetuk pintunya dulu?""Aku sudah mengetuk pintunya, tetapi kau sama sekali tidak menyahut. Ya sudah, aku masuk saja!" seru Mi Hee sembari merebahkan tubuhnya ke atas kasur.Aku meliriknya tanpa berkata apa-apa."Kau baru membelinya?" tanya Mi Hee sambil menunjuk coat yang sedang ku pakai.Aku menggeleng. "Aniyo! Ini kado dari L
Jujur saja, aku sangat gugup sekali dengan suasana ini. Ini adalah pertama kalinya Sin mengajakku ke dormnya, dimana para idol yang sedang popular di seluruh negera menetap dengan karakter mereka masing-masing. Ada rasa ketidaksiapan saat bertemu dengan mereka secara langsung seperti ini.Setelah menyapa Alan, aku melihat pria itu lagi. Pria tampan dan mempesona yang rasanya tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya sebelum ini, tetapi apakah ini sebuah dejavu? Lee Sin memanggilnya dengan sebutan Hyung. Apakah itu berarti dia adalah leader dari grup ini?Saat melihatku masuk, pria itu bangkit dari sofa dan menyapaku dengan sangat ramah. "Kau sudah datang?" tanyanya. Mata sipitnya tampak jelas, mungkin karena dia tidak memakai make up seperti di atas panggung.Aku mengangguk dengan gugup. Ada sesuatu yang berbeda setiap aku berhadapan dengan pria ini. Apa yang sebenarnya terjadi denganku?"Anggap saja seperti di rumahmu sendiri, arasso?" uj